Berbicara tentang ketupat, hari ini tanggal 9 Dzulhijjah, saya mendapat tantangan dari anak saya. "Bapak bisa buat ketupat? Kalau bisa, coba buat, Pak. Nggak usah banyak-banyak. Besok kan mau Lebaran Idul Adha," kata anakku dengan nada penuh harap.
Mendengar permintaannya, hatiku menghangat. Aku ingin memenuhi keinginannya agar Lebaran kali ini terasa lebih istimewa. Kebetulan saat aku sekolah di MAN Cililin aku sering membantu teman membuat ketupat untuk dijual ke tukang "Kupat Tahu" di pasar Cililin. Kebetulan di belakang rumah ada pohon kelapa yang tidak begitu tinggi, jadi aku beranjak ke sana untuk mengambil janurnya.
Namun, ternyata saat itu janur kelapa tidak ada. Aku pun agak kecewa, tetapi aku tidak ingin menyerah. Aku putuskan untuk menggunakan daun kelapa muda yang berwarna hijau.
Dengan ditemani cucuku yang antusias, aku mulai menganyam daun kelapa dengan cekatan. Aku ingin membuat ketupat yang rapi dan kuat agar nasinya nanti matang dengan sempurna.
Cucuku yang bersemangat kemudian memasukkan beras ke dalam ketupat satu per satu.
Setelah ketupatnya jadi, anakku segera mencuci beras dan meniriskannya.Isteriku yang melihat kesibukan kami pun tergerak untuk membantu. Ia mengambil presto dan merebus kupat agar cepat matang.
Sekitar 15 menit kemudian, aroma harum ketupat yang sudah matang menyebar di seluruh dapur. Cucuku yang tak sabar langsung berteriak kegirangan, "Horee! Besok Lebaran makan ketupat!"
Perasaan lega dan bangga menyelimuti hatiku saat melihat ketupat matang sempurna. Tak hanya itu, momen kebersamaan saat membuatnya juga menjadi kenangan indah yang tak terlupakan.
Sekarang baru kusadari bahwa ilmu yang dulu tak sengaja kupelajari ternyata bisa bermanfaat. Dan yang lebih penting lagi, aku bisa menumbuhkan kecintaan pada tradisi dan budaya kepada cucuku.
Mungkin suatu hari nanti, cucuku tak perlu lagi membeli ketupat di pasaran. Dia bisa membuatnya sendiri, seperti yang aku lakukan saat ini.