Liburan kali ini berbeda dari biasanya. Sementara orang lain ramai-ramai berbondong-bondong ke kota mencari hiburan, aku dan istriku justru memilih untuk pergi ke kebun sawit. Bukan untuk berlibur, melainkan untuk meninjau tanaman dan melihat hasil penyemprotan pembasmi gulma dan anak kayu, katakanlah "rihlah atau tadabbur alam, hehehehe"
Sesampainya di kebun, senyum tersungging di bibir saat melihat gulma dan rumput pengganggu menguning. Hasil dari penyemprotan herbisida beberapa hari lalu mulai terlihat. Biaya besar yang dikeluarkan untuk herbisida tidak sia-sia.
Sambil tersenyum, aku mulai membersihkan "laosan" di sekitar batang sawit dengan golok. Sesaat berhenti, aku memeriksa batang sawit satu per satu. Rasa senangku bercampur kecewa saat melihat banyak lubang di batang sawit.
Ternyata, kumbang tanduk (Jawa: kwawung) menjadi biang keladinya. Akibat serangan mereka, banyak daun sawit yang patah, layu, dan mengering.
Aku sadar, tidak ada usaha yang mulus. Di balik hasil yang membahagiakan, selalu ada cobaan yang siap menghadang. Inilah lika-liku kehidupan petani sawit.
Kami berdua berangkat dengan satu motor, tapi membawa dua kunci. Satu kunci motor yang biasa dipakai ke sekolah, dan satu lagi kunci rumah. Di sinilah letak lucunya. Ketika hendak pulang, motor tidak bisa dibuka dengan kunci yang biasa dipakai! Berbagai cara sudah dicoba, tapi hasilnya tetap sama: stang motor tetap terkunci.
Bingung dan panik, kami pun menelepon tukang bengkel. Tukang bengkel datang dan mencoba berbagai cara, namun motor tetap bergeming. Lama kelamaan, dia pun berkata, "Pak, kalau ini memang kunci yang salah, kok tidak ada pergerakan sama sekali."
Mendengar itu, aku spontan meraba kantong celana. "Waduh iya mas, itu kunci motor ibu!" seruku. Ternyata, aku tidak sengaja membuka dengan kunci motor istri, bukan kunci motorku sendiri.
Akhirnya, dengan kunci yang benar, motor bisa dibuka dan kami pun bisa pulang dengan lega. Kejadian ini membuat kami tertawa terbahak-bahak.
Ternyata, liburan ke kebun sawit kali ini tidak hanya untuk melihat tanaman, tapi juga untuk mendapatkan cerita lucu yang tak terduga.Â
Itu mengingatkanku pada tulisanku di Kompasiana berjudul "Tahu Tahu Tua", di mana aku bercerita tentang kalau sudah tua banyak lupa. Rupanya, kejadian ini pun menjadi bagian dari kisah "Tahu Tahu Tua" versi kebun sawit.