Raja Fathan dan Sultan Abimanyu adalah dua kakak beradik, cucu saya dari anak pertama Intan. Biasanya mereka selalu sibuk dengan aktivitas modern, main game bukan main betengan atau gobak sodor seperti kakeknya dulu. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, belajar kemudian main game. Keluar rumah kalau main ke tempat kakeknya dan kakeknya mengajak ia main di kebun belakang rumah.
Di Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan, dari tanggal 13 sampai 18 Mei jadwalnya pelaksanaan Ujian Sekolah bagi anak kelas 6 Sekolah Dasar (SD). Saat anak kelas 6 melaksanakan Ujian Sekolah, anak kelas 1 sampai 5 belajar di rumah (libur sekolah). Liburan sekolah harusnya dimanfaatkan untuk belajar, namun tidak demikian nyatanya, mereka memanfaatkan liburan ini untuk pergi ke kota main ke Mall atau ke Waterboom. Tak terkecuali Raja Fathan dan Abimanyu, biasanya kalau libur, mereka suka mengajak/bahkan sedikit memaksa ayah dan bundanya untuk pergi ke kota Palembang main di Mall. Namun, bagi Raja Fathan dan Abimanyu, liburan kali ini terasa berbeda. Alih-alih berpetualang ke kota besar atau mengunjungi tempat wisata yang ramai, mereka diajak sang ayah untuk beraktivitas di sekitar desa.
Sang ayah mengajak mereka memancing di sungai buatan (parit di perkebunan kelapa sawit) yang mengalir tak jauh dari rumah. Raja Fathan, si sulung yang berusia 9 tahun, awalnya merasa kecewa. Ia ingin menghabiskan waktu liburannya dengan bermain game di rumahnya. Namun, Abimanyu, adiknya yang berusia 6 tahun, justru menunjukkan antusiasme yang tinggi. Ia senang dengan ide memancing di sungai. Kenapa demikian, karena sang adek sering diajak ayahnya ke lokasi kerja untuk melihat pekerjaan anak buahnya atau mengantarkan minyak solar untuk eksavator. Saat itu ia sering melihat anak-anak sedang memancing di lokasi parit yang dekat dengan eksavator yang sedang bekerja.
Setibanya di sungai, Raja Fathan dan Abimanyu takjub dengan pemandangan alam yang indah di sekitarnya. Pepohonan rindang (didominasi pohon sawit) menyelimuti aliran sungai, kicauan burung terdengar merdu, dan angin sepoi-sepoi membawa aroma segar dari kebon sawit (ada yang menyebut 'tambang emas hijau') yang membentang di kiri dan kanan sungai. Sang ayah dengan sabar mengajari mereka cara memasang umpan, melempar kail, dan menunggu ikan memakan umpan.
Awalnya, Raja Fathan merasa bosan. Ia tak sabar ingin segera pulang dan bermain game di rumah (ia sudah keranjingan game). Namun, melihat Abimanyu yang begitu bersemangat memancing, ia pun tergerak untuk mencoba. Tak lama kemudian, Raja Fathan merasakan sensasi tarikan ikan di ujung pancingnya. Ia berusaha menariknya dengan hati-hati, dan akhirnya berhasil mendaratkan ikan pertamanya.
Kegembiraan Raja Fathan tak terkira. Ia tak percaya bahwa dirinya bisa memancing ikan. Abimanyu pun ikut bersorak dan memberikan selamat kepada kakaknya. Sejak saat itu, Raja Fathan mulai menikmati aktivitas memancing. Ia dan Abimanyu menghabiskan waktu berjam-jam di tepi sungai, mencoba berbagai teknik memancing dan bertukar cerita.
Liburan di tepi sungai menjadi pengalaman yang tak terlupakan bagi Raja Fathan dan Abimanyu. Biasanya mereka sering bertengkar gara-gara main game, namun dengan belajar memancing, mereka juga belajar tentang kebersamaan, kesabaran, dan ketekunan. Mereka juga menyadari bahwa kesederhanaan dan keindahan alam pedesaan tak kalah menarik dibandingkan dengan hiruk pikuk kota.
Sepulang memancing, Sultan (begitu dia dipanggil) langsung menyuruh bundanya memasak ikan hasil pancingannya. Setelah matang kakak beradik itu langsung makan dengan lahapnya, apakah lahap itu karena lapar atau karena capek atau mungkin juga karena keduanya. Setelah selesai makan sambil main game, adek Sultan ngomong begini "enak ya bunda, ikan hasil tangkapan sendiri dan masih baru"
Setelah istirahat sebentar, dua kakak beradik pergi ke rumah kakeknya kemudian menceritakan pengalaman mereka kepada neneknya, dan seperti biasanya yang bercerita adalah adeknya yaitu Sultan karena dia pandai bercerita sementara kakaknya kalau nggak ditanya yang mau ngomong, dua karakter yang berbeda.
Raja Fathan dan Abimanyu telah belajar bahwa kebahagiaan tak selalu datang dari hal-hal yang mewah dan mahal. Aktivitas sederhana di alam pedesaan pun dapat memberikan pengalaman yang berharga dan tak terlupakan.