(20/7/2012) Pembangunan perumahan, rumah kos, apartemen, serta pusat-pusat perbelanjaan di wilayah Jatinangor Sumedang semakin mengurangi ketersediaan lahan yang ada dan menyerap semakin banyak kandungan air tanah untuk kebutuhan konsumsi warga yang mengonsumsinya. Pengeboran air tanah menggunakan mesin-mesin pompa berskala besar tidak pernah dibatasi dan diawasi penggunaannya.
Sementara itu, lahan-lahan yang ada diwilayah yang ada diatas wilayah Jatinangor seperti Kiara Payung dan Gunung Geulis masih banyak yang dibiarkan gundul dan kering. Permasalahan tersebut tentunya akan menjadi penyebab kekeringan dan kesulitan air bersih yang kini semakin mengancam. Jadi tidak hanya faktor cuaca dan iklim saja nampaknya yang memang akhir-akhir ini semakin tidak menentu.
Beberapa langkah yang perlu dilakukan oleh semua pihak adalah menjaga kelestarian lingkungan melalui kegiatan penghijauan baik dilingkungan rumah maupun pada lahan-lahan tidur, menghindari penutupan lahan yang dapat menyerap air kedalam tanah, Â serta tidak membuang sampah pada saluran-saluran air. Pemerintah juga harus melakukan reboisasi pada lahan-lahan milik pemerintah yang belum digunakan sesuai peruntukannya. Sehingga tidak gundul dan menimbulkan dampak-dampak yang tidak diinginkan seperti longsor dan banjir.
Wilayah di Jatinangor terdiri dari kawasan perbukitan disebelah utara dan dataran diwilayah selatannya. Untuk itu, pembuatan tampungan-tampungan air (reservoar) seperti DAM maupun Situ buatan di wilayah utara dapat menjadi salah satu solusi untuk menahan air hujan agar tidak langsung mengalir ke wilayah selatan dan sering membuat banjir di wilayah Bandung. Pemerintah juga perlu memperhatikan hal ini dan mengalokasikan sebagian lahan yang dimilikinya untuk membuat penampungan air tersebut.
Fasilitas Publik
Selain masalah diatas, Jatinangor yang semakin penuh dengan warga pendatang dirasakan perlu memiliki ruang-ruang publik yang memadai dan nyaman. Misalnya saja dengan menyediakan trotoar yang memadai dan nyaman. Nampak belum semua trotoar yang ada di sepanjang jalan di wilayah Jatinangor sudah dalam kondisi yang baik dan nyaman digunakan oleh pejalan kaki. sebagian besar diantaranya masih rusak, tidak tertata baik dan kumuh. Tidak jarang malah air dari selokan yang ada dibawahnya meluap hingga membuat banjir dan menyisakan sampah begitu hujan reda.
Fasilitas publik lainnya yang juga masih kurang padahal itu sangat diperlukan oleh warga di Jatinangor adalah taman dan pepohonan disepanjang jalan. Setelah dilakukan pelebaran jalan beberapa waktu lalu. Pemerintah tidak segera menanam kembali tanaman-tanaman keras sebagai pengganti pohon-pohon besar yang sudah ditebang. Sehingga pada siang hari, cuaca makin terasa sangat panas. Warga juga tidak memiliki taman-taman publik sebagai sarana untuk bermain, berkumpul, berolahraga dan menghirup udara segar. Penataan wilayah yang tidak sesuai rencana atau mungkin tanpa perencanaan membuat Jatinangor semakin tak ramah dengan lingkungannya. Pendirian bangunan dilakukan secara sporadis dan terkesan tidak memperhatikan dampak lingkungan maupun penyediaan sarana dan pemenuhan fungsi-fungsi sosial masyarakat yang ada di wilayahnya.
Harapannya adalah perlu keterlibatan warga untuk turut serta dalam menata dan melestarikan lingkungan dengan memperhatikan faktor-faktor kenyamanan, keindahan, kebersihan dan ketertiban. Selain itu, berbagai hal yang sekiranya akan membuat dampak negatif pada lingkungan harus dihindari. Peran dan tanggung jawab pemerintah juga amat penting dalam melestarikan lingkungan di wilayah ini mengingat rencana awal Jatinangor ini adalah sebagai kawasan pendidikan yang berwawasan lingkungan. Bukan sebagai ancaman bagi lingkungan diwilayahnya sendiri maupun bagi wilayah yang ada disekitarnya. (ASR)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H