Oleh Asep Rudi Casmana, S.Pd.
Guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
[caption caption="Ilustrasi proses pembealajaran membaca buku. Sumber: smh.com.au"]
[/caption]Anak-anak merupakan aset masa depan sebuah bangsa yang tak ternilai harganya. Mereka adalah para calon-calon agen perubahan yang akan menentukan sebuah kebijakan dan langkah-langkah sebuah negara dibuat. Baik atau buruknya sebuah negara dapat dilihat dari generasi anak-anak yang akan memimpin negara itu. Menyadari akan pentingnya generasi muda untuk negara ini, perlu adanya sebuah usaha mulai dari tingkat yang paling dini untuk dapat mempersiapkan generasi yang masa depan. Selain nutrisi yang berguna bagi kesehatan tubuh para calon pemimpin, mereka juga membutuhkan sebuah “insight” dan “behavior” yang dapat membuat mereka menjadi well-educated persons. Sebagai seorang pendidik, saya berasumsi bahwa hal yang paling utama yang dapat dilakukan oleh orang tua adalah menumbuhkan kesadaran dan membuat kebiasaan untuk membaca, sehingga kelak setelah mereka dewasa, kebiasaan itu akan menjadi teman sejati kemanapun ia pergi dan membuat anak itu tidak takut akan ketidaktahuan.
Negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris memiliki usaha yang keras pada masa terdahulu menganai bagaimana mereka mendidik warga negaranya supaya menjadi orang yang hebat. Menurut Mortimer J. Adler dan Charles Van Doren dalam bukunya How to Read a Book menyatakan bahwa tahun 1970-an adalah dekade membaca dimana para para pemangku kebijakannya berusaha untuk menumbuhkan kebiasaan membaca bagi warega negaranya. Mereka memiliki langkah-langkah nyata agar penduduknya mau membuka dan membaca buku.
Pada waktu itu, para orang tua mengajarkan dan mengajak anak-anaknya untuk membaca, meskipun hanya beberapa kata yang bergambar. Anak-anak merupakan target utama untuk dikembangkan budaya membacanya, karena mindset mereka dapat dengan mudah dibentuk untuk menjadi lebih baik. Sehingga hasilnya pada saat jaman modern ini Amerika Serikat menjadi sebuah negara adidaya yang warga negaranya sangat terdidik.
Indonesia sebagai salah satu negara dengan populasi muslim terbanyak juga mampu dan bahkan biasa menjadi highly industrialized country. Saya berasumsi bahwa suatu saat nanti Indonesia akan menjadi sebuah negara super power dari ujung timur dunia ini. Sebagai sebuah negara yang mayoritas muslim, tentunya agama islam juga sudah memperingatkan kepada umatnya supaya kita senan tiasa menjadi umat yang pintar. Dalam Al-Qur’an surat Hud ayat 46, Allah mengingatkan kita sebagai mahluk mulia untuk menjadi orang yang berilmu pengetahuan. Berikut firmannya :
“Sesungguhnya, Aku mengingatkan kepadamu supaya kamu tidak termasuk orang-orang yang tidak berpengatahuan.”
Hal itu sudah sangat jelas perintah kepada umat islam supaya kita semua menjadi orang yang berpengatahuan. Alangkah lebih baiknya, karena anak-anak adalah seseorang merupakan sebuah bibit para pemimpin di masa yang akan datang, mari kita ajak mereka supaya gemar membaca.
Jika melihat Indonesia pada masa kontemporer ini khususnya keadaan para remaja, rasanya sangat prihatin karena mereka yang sedang duduk di bangku sekolah menengah atas lebih suka membaca sesuatu yang instan dari gawainya dibandingkan dengan membaca buku secara utuh. Meskipun beberapa sekolah SMA di Jakarta sudah berupaya untuk mendigitalkan perpustakaannya, yaitu membuat buku-buku elektronik yang dapat dibaca dengan mudah pakai gawai, namun para remaja tersebut lebih menyukai membaca singkat dari blog yang tidak jelas sumbernya.
Misalnya, ketika seorang siswa SMA diberikan tugas oleh guru biologi untuk mencari sebuah teori evolusi Darwin, mereka lebih senang mendapatkan dari sumber-sumber blog daripada membaca utuh sebuah buku. Salah satu pemerhati pendidikan, Doni Koesuma mengatakan bahwa keadaan seperti ini akan membuat kemampuan daya nalar anak menurun yang dampaknya dapat membuat mereka menjadi illiterate persons, yaitu suatu keadaan yang membuat mereka malas untuk membaca buku dan dangkal ketika menganalisis sebuah masalah.