Mohon tunggu...
asep ramadhan
asep ramadhan Mohon Tunggu... profesional -

Belajar membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Konsesi, Merger dan Isu Rasionalisasi

17 Maret 2014   19:57 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:50 753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bongkar Muat Pelabuhan

Cerita tentang konsesi masih terus bergulir di Pelabuhan Tanjung Priok. Seperti dimuat harian terkemuka Ibukota beberapa waktu lalu, Direktur Utama Pelindo II RJ Lino menegaskan pihaknya sedang membahas masalah perpanjangan konsesi Terminal Petikemas JICT. Saat ini, konsesi JICT masih berlaku hingga tahun 2018. Ada kabar konsesi tersebut akan kembali diperpanjang hingga tahun 2039. Dalam kesempatan perayaan ulang tahun Terminal Petikemas Koja (TPK Koja) beberapa waktu lalu, RJ Lino pun mengungkapkan rencana Pelindo II untuk menggabungkan (merger) dua perusahaan terminal petikemas terbesar di Indonesia tersebut. Menurut rencana, merger akan dilakukan tahun 2017 mendatang. Penggabungan antara JICT dan TPK Koja membuat kapasitas terminal petikemas tersebut meningkat menjadi 4 juta TEUs. Tahun 2013 lalu, JICT berhasil menangani arus bongkar muat 2,3 Juta TEUs, sedangkan TPK Koja sekitar 850 ribu TEUs. Berbeda dengan terminal petikemas lainnya yang masih meng-handle bongkar muat domestik, JICT dan TPK Koja murni melayani internasional. Ada yang beranggapan rencana perpanjangan konsesi yang dilakukan Pelindo II belum selaras dengan UU No 17/2008 tentang Pelayaran. Pasalnya, kewenangan memberikan konsesi itu berada di tangan Otoritas Pelabuhan. Dalam makalahnya yang berjudul “Privatisasi. Konsesi BUMN Ditinjau dari Aspek Hukum Kepelabuhanan”, Kepala Biro Hukum dan KLSN Kementerian Perhubungan, DR. Umar Haris, SH, MM, MH, menyebutkan pemberian konsesi bagi BUP karena pelabuhan merupakan cabang produksi yang penting dan strategis serta menguasai hajat hidup orang banyak. Otoritas Pelabuhan sebagai wakil pemerintah memiliki kewenangan untuk memberikan konsesi kepada BUP. [caption id="" align="alignnone" width="475" caption="Bongkar Muat Pelabuhan"][/caption] Hal ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 pasal 1 angka 30, “Konsesi adalah suatu pemberian hak oleh penyelenggara pelabuhan kepada BUP untuk melakukan kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan tertentu dalam jangka waktu tertentu dan kompensasi tertentu”. Umar Haris juga menegaskan, dalam melaksanakan aturan konsesi tersebut, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, konsesi harus diberikan melalui mekanisme lelang. Kedua, jangka waktu konsesi disamakan dengan pengembalian dana investasi dan keuntungan yang wajar; Ketiga, apabila konsesi telah berakhir, fasilitas pelabuhan hasil konsesi beralih atau diserahkan kembali kepada Otoritas Pelabuhan; Keempat, untuk selanjutnya dapat dilakukan kerjasama pemanfaatan oleh Otoritas Pelabuhan dengan BUP atas dasar kerja sama pemanfaatan melalui mekanisme lelang dengan jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun. Kelima, Pendapatan konsesi dan kompensasi yang diterima oleh Otoritas Pelabuhan merupakan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Untuk urusan konsesi ini, sejauh ini memang masih belum jelas. Dalam arti, apakah konsesi yang diberikan Otoritas Pelabuhan itu hanya untuk pelabuhan baru seperti Terminal Kalibaru yang mendapat konsesi 70 tahun atau pemberian konsesi dari OP juga berlaku buat Pelindo yang selama ini memang sudah menjalankan pengelolaan pelabuhan sebelum UU tersebut lahir. Tapi menilik tugas Tim Inventarisasi Aset yang dibentuk pemerintah, sepertinya memang pemerintah bermaksud memberikan konsesi baik kepada pelabuhan yang sudah beroperasi maupun yang baru mendapat ijin BUP. Rasionalisasi Andaikan konsesi berhasil diperpanjang, dan merger jadi dilakukan, lalu bagaimana dampak terhadap karyawan?  Sejauh ini, isu yang berkembang akan terjadinya rasionalisasi di masing-masing perusahaan. Isu tersebut muncul karena berkaca pada kasus merger antarperusahaan yang pernah terjadi selama ini. Merger lima bank yang dilakukan BPPN tahun 2002 lalu menyebutkan 950 orang karyawan terkena rasionalisasi alias di-PHK. Tapi bisa jadi merger tanpa rasionalisasi seperti yang terjadi di PT Surveyor Indonesia dan Sucofindo. Kita belum tahu, apakah merger yang akan terjadi di antara dua terminal petikemas tersebut berakhir dengan rasionalisasi atau tidak? Informasi yang jelas mengenai hal ini akan tentu akan menenangkan hati karyawan sekaligus memberikan kepastian yang lebih jelas mengenai masa depan karyawan di kedua perusahaan. Apalagi waktu merger juga hanya tinggal dua tahun lagi.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun