Pada dasarnya, setiap orang yang berkomunikasi berarti memiliki sesuatu yang harus didengar dan dipahami oleh orang lain yang diajak berkomunikasi. Untuk dapat mencapai tujuan itu, ada dua prinsip yang harus diperhatikan, yaitu prinsip keterjalinan dan prinsip keterpahaman. Kehadiran kedua prinsip ini dalam berkomunikasi akan sangat menentukan keberhasilan komunikasi.
Pertama, prinsip keterjalinan. Sebelum berkomunikasi, orang yang akan berkomunikasi harus yakin bahwa dirinya terkoneksi dengan orang yang diajaknya berkomunikasi. Sebelum bicara, kita harus melihat kesiapan lawan bicara kita. Kesiapannya itu tampak dari perhatiannya yang tertuju kepada kita, pandangan matanya, posisi tubuhnya, atau hal lain yang menandai perhatiannya kepada kita. Upayakan untuk tidak memulai pembicaraan jika dia belum siap karena isi pembicaraan kita cenderung tidak akan dipahaminya.
Ketika berbicara kepada satu orang, upaya menarik perhatian itu relatif mudah dilakukan. Lain halnya dengan ketika berbicara  kepada banyak orang. Kita dituntut memiliki keahlian yang memadai. Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk menarik perhatian orang banyak. Misalnya, dengan meninggikan volume suara. Akan tetapi cara ini tidak cukup menarik perhatian dalam waktu yang cukup lama. Masalah ini dapat disiasati dengan cara menyampaikan hal-hal yang menarik dan melibatkan diri mereka. Carilah korelasi antara topik yang kita bicarakan dengan diri para pendengar kita. Mereka akan tertarik manakala isi pembicaraan kita berkenaan dengan kepentingannya. Pembicaraan yang tidak ada sangkut paut dengan dirinya atau dianggap tidak bermanfaat bagi dirinya, niscaya akan diabaikannya.
Keterjalinan di antara pembicara dengan lawan bicara ini harus terus dijaga sampai pembicaraan berakhir. Berusahalah untuk senantiasa memberi kesempatan kepada lawan bicara kita untuk menjawab, menanggapi, menilai, menyanggah, atau menyampaikan pengalamannya yang relevan dengan topik yang sedang kita bicarakan. Cara ini merupakan cara yang paling jitu dalam memelihara perhatian lawan bicara kita. Jangan terlalu menguasai porsi pembicaraan, walaupun kita yang sebenarnya harus banyak berbicara. Jadi, lakukan pergantian peran: berbicara, mendengarkan, berbicara, mendengarkan, dan seterusnya.
Hal lain yang harus diperhatikan adalah sikap kita selaku pembicara. Setiap pembicara akan menarik lawan bicaranya apabila dia menghargai lawan bicara. Hargailah setiap lawan bicara tanpa memandang usia, kedudukan, atau kekayaannya. Orang yang merasa tidak dihargai cenderung tidak akan tertarik dengan isi pembicaraan kita kecuali dia akan mencari-cari kesalahan dalam pembicaraan kita.
Walaupun keterjalinan ini harus terus dipelihara, setiap pembicara harus menyadari bahwa orang memiliki keterbatasan dalam memperhatikan sesuatu. Orang yang terlalu lama memperhatikan sesuatu pada saat tertentu akan sampai pada titik merasa jenuh. Sadarilah akan munculnya masalah ini. Carilah cara untuk menjaga perhatian mereka fokus kepada kita. Untuk itu pembicara harus menyiasatinya. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan mengajukan pertanyaan kepada pendengar, beri mereka waktu untuk memikirkan jawabannya. Mungkin di atra mereka ada mendiskusikan jawabannya. Berilah mereka waktu. Berikan kesempatan kepada beberapa orang untuk menjawabnya. Hargailah setiap jawaban walaupun jawabannya tidak sesuai demngan yang diharapkan.
Cara berikutnya adalah memberi jeda atau intermezo dari berbicara. Misalnya, dengan menghentikan pembicaraan dan membiarkan pendengar kita saling berbicara di antara mereka. Setelah beberapa menit, kita bertanya, "Ngobrolnya sudah selesai?" lalu kita mulai berbicara lagi.
Kedua, prinsip keterpahaman. Tujuan orang berbicara adalah untuk dipahami. Pembicaraan yang gagal adalah pembicaraan yang isinya tidak dapat dipahami oleh lawan bicaranya. Untuk itu diperlukan beberapa syarat agar komukasi kita memenuhi prinsip keterpahaman.
Gunakanlah bahasa yang sama-sama dipahami, baik oleh pembicara maupun oleh lawan bicara. Jika lawan bicara kita tidak bisa berbahasa Sunda, janganlah kita berbahasa Sunda. Jika lawan bicara kita tidak bisa berbhasa Indonesia, janganlah berbahasa Indonesia. Pokoknya, gunakan bahasa yang dikuasai oleh kita dan lawan bicara kita. Jika tidak, maka lawan bicara tidak akan paham maksud kita.
Usahakan pula untuk tidak terlalu banyak menggunakan istilah-istilah asing yang diperkirakan belum diketahui oleh lawan bicara kita. Biasanya masalah ini akan mengganggu tingkat pemahaman terhadap isi pembicaraan, bahkan membuat mereka putus asa dan jadi tidak tertarik untuk mendengar pembicaraan. Jika terpaksa, berilah penjelasan yang cukup tetapi tidak membuat topik pembicaraan kita jadi berbelok arah. Untuk itu, kita dituntut untuk mencari padanan kata dalam bahasa Indonesia dari setiap istilah asing yang akan kita ucapkan. Carilah maknanya di dalam kamus. Carilah pula contoh penggunaan istilah dalam kalimat. Â Â
Pembicara juga harus menyadari bahwa keterpahaman terhadap isi pembicaraan itu ditentukan oleh dua hal, yaitu isi pembicaraan dan cara kita menyampaikannya. Dari segi isi pembicaraan. Isi pembicaraan kita harus menarik dan berada dalam jangkauan kepentingan mereka, sesuai dengan tingkat kecerdasan, wawasan, serta pengalaman mereka. Membicarakan jenis dan macam penyakit dari segi proses kimia dan sistem metabolisme tubuh manusia kepada para petani desa yang tingkat pendidikannya rendah, tentu akan membuat pembicaraan jadi terlalu berat untuk diikuti. Mereka tidak akan tertarik karena isi pembicaraan jadi terlalu sulit dicerna dan dipahami. Mereka akan putus asa dan meninggalkan kita. Harus pula dipahami bahwa ruang lingkup pembicaraan kita harus dibatasi untuk menjaga agar pembicaraan kita tidak terlalu luas dan tidak fokus.