Kue yang berkuasa dan jumawa,
berpose dalam jutaan gaya,
dipajang begitu rupa,
ruang tamu, ruang tengah, ruang dapur, hingga ruang angan dan harap
Kueh, kueh, kueh, kueh, kueh....
Mana koleksi kuemu pada Idul Fitri ini?
Sudah berapa banyak kue yang kaubeli? Seberapa banyak kue yang belum kaubeli? Seberapa besar makna kehadiran kue pada saat hari raya ini?
Kue manis, kue asin, kue tawar. Warna-warni. Semuanya berjejer di atas meja di ruang tamu di meja makan hingga ruang tengah, dapur, sampai kamar tidur, hingga memenuhi ruang mimpi dan angan-angan.
Kue telah demikian jumawa dan berkuasa. Sepanjang mata memandang kue dipajang atau berpose dalam jutaan gaya. Kue yang indah dipandang dan kue yang enak dimakan adalah kue yang dibandrol dengan harga yang mahal.
Semua uang dikerahkan untuk mendatangkan kue. Dari sahabat, tetangga, teman serta seluruh kerabat dan orang yang kita kenal ditantang mendatangkan sejuta warna kue. Basah atau kering tak peduli.
Kue adalah jelmaan tunjangan hari raya yang merepresentasikan harga diri, dan status sosial. Seberapa penting kehadiran kue di meja tamu pada saat Idul Fitri? Jika ini yang terjadi, maka hari raya hanyalah milik orang kaya. Orang berpenghasilan rendah dan pas-pasan, mana mungkin bisa jor-joran membeli dan memborong tumpukan kue.
Banyak alasan yang tampak sangat logis untuk membeli kue. Misalnya, karena penjualnya rekan kerja sekantor. Hampir semua rekan kerja membelinya. "Masa sih kita enggak. Malu, kan?"
Bisa juga karena menawarkan adalah tetangga yang rumahnya berdekatan. Kalau kita tidak membelinya malu rasanya jika bertemu nanti. Ada juga kue yang ditawarkan saudara. Jika tak membelinya, rasanya seperti memutus silaturahim. Takut dosa.
Ada juga kue yang dibeli karena kita merasa empati dan kasihan pada nasib penjualnya yang ditinggal suami. Padahal dia harus menghidupi anak-anaknya yang bulan depan harus masuk sekolah. Tidak tega jika harus menolak tawarannya. Â Â
Bertetangga dengan orang yang demonstratif juga memicu adrenalin kita untuk mengikuti jejaknya. Tetangga yang setiap hari berkisah tentang jenis dan jumlah kue yang dibelinya dalam tiga hari terakhir ini telah membuat kita merasa miskin dan tak berduit. Demi harga diri, kita mengikuti apa yang dilakukannya.