Mohon tunggu...
Asep Nurjamin
Asep Nurjamin Mohon Tunggu... Dosen - suka menulis dan membaca puisi

Sedang berusaha untuk menjadi orang baik

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Idul Fitri, Saatnya Kue-kue Berpose dalam Jutaan Gaya

8 Juni 2018   11:32 Diperbarui: 8 Juni 2018   15:41 2725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: madisoncakesbaler.com/

Kue yang berkuasa dan jumawa,

berpose dalam jutaan gaya,

dipajang begitu rupa,

ruang tamu, ruang tengah, ruang dapur, hingga ruang angan dan harap

Kueh, kueh, kueh, kueh, kueh....

Mana koleksi kuemu pada Idul Fitri ini?

Sudah berapa banyak kue yang kaubeli? Seberapa banyak kue yang belum kaubeli? Seberapa besar makna kehadiran kue pada saat hari raya ini?

Kue manis, kue asin, kue tawar. Warna-warni. Semuanya berjejer di atas meja di ruang tamu di meja makan hingga ruang tengah, dapur, sampai kamar tidur, hingga memenuhi ruang mimpi dan angan-angan.

Kue telah demikian jumawa dan berkuasa. Sepanjang mata memandang kue dipajang atau berpose dalam jutaan gaya. Kue yang indah dipandang dan kue yang enak dimakan adalah kue yang dibandrol dengan harga yang mahal.

Semua uang dikerahkan untuk mendatangkan kue. Dari sahabat, tetangga, teman serta seluruh kerabat dan orang yang kita kenal ditantang mendatangkan sejuta warna kue. Basah atau kering tak peduli.

Kue adalah jelmaan tunjangan hari raya yang merepresentasikan harga diri, dan status sosial. Seberapa penting kehadiran kue di meja tamu pada saat Idul Fitri? Jika ini yang terjadi, maka hari raya hanyalah milik orang kaya. Orang berpenghasilan rendah dan pas-pasan, mana mungkin bisa jor-joran membeli dan memborong tumpukan kue.

Banyak alasan yang tampak sangat logis untuk membeli kue. Misalnya, karena penjualnya rekan kerja sekantor. Hampir semua rekan kerja membelinya. "Masa sih kita enggak. Malu, kan?"

Bisa juga karena menawarkan adalah tetangga yang rumahnya berdekatan. Kalau kita tidak membelinya malu rasanya jika bertemu nanti. Ada juga kue yang ditawarkan saudara. Jika tak membelinya, rasanya seperti memutus silaturahim. Takut dosa.

Ada juga kue yang dibeli karena kita merasa empati dan kasihan pada nasib penjualnya yang ditinggal suami. Padahal dia harus menghidupi anak-anaknya yang bulan depan harus masuk sekolah. Tidak tega jika harus menolak tawarannya.   

Bertetangga dengan orang yang demonstratif juga memicu adrenalin kita untuk mengikuti jejaknya. Tetangga yang setiap hari berkisah tentang jenis dan jumlah kue yang dibelinya dalam tiga hari terakhir ini telah membuat kita merasa miskin dan tak berduit. Demi harga diri, kita mengikuti apa yang dilakukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun