Indonesia merupakan negara yang memiliki lebih kurang 17.000 buah pulau dengan luas daratan 1.922.750 km2 dan luas perairan 3.257.483 km2 berdasarkan letak astronomisnya Indonesia terletak diantara 60LU-110LS dan 950BT – 1410BT yang dilalui oleh garis khatulistiwa, secara geologis Wilayah Indonesia dilalui oleh dua jalur pegunungan muda dunia yaitu Pegunungan Mediterania di sebelah barat dan Pegunungan Sirkum Pasifik di sebelah timur. Adanya dua jalur pegunungan tersebut menyebabkan Indonesia banyak memiliki gunung api yang aktif dan rawan terjadinya Gempa Bumi.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Strategi Internasional Pengurangan Resiko Bencana (UN-ISDR) bahwa Indonesia adalah negara yang paling rawan terhadap bencana di dunia, selain itu Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki Rangking Pertama dalam ancaman bahaya Tsunami, tanah longsor dan gunung berapi, yang paling mengkhawatirkan adalah bencana tsunami yang memiliki risiko tertinggi terhadap sekitar 5,4 juta orang seperti yang dilansir BBC indonesia.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), mencatat 83 persen wilayah Republik Indonesia adalah rawan bencana, dalam sepuluh tahun terakhir, ada lebih dari enam ribu bencana terjadi di tanah air. Bencana gempa dan tsunami besar yang terakhir terjadi pada akhir 2004 di Aceh dan sebagian Sumatera Utara. Lebih dari 150.000 orang meninggal dunia. Tapi gempa bumi terjadi hampir di setiap tahun di Indonesia. Setelah gempa Aceh di akhir 2004, pada 2005 Pulau Nias dan sekitarnya juga dilanda gempa. Sekitar 1000 orang menjadi korban. Akhir Mei 2006, giliran Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah diporak porandakan gempa bumi. Korban meningggal mencapai 5.000 orang lebih disusul Gempa Tasik yang juga menelan korban dan kerugian harta benda.
Wilayah Indonesia dikepung oleh lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan lempeng Pasifik. Pada saatnya tiba lempeng ini akan bergeser patah menimbulkan gempa bumi. Selanjutnya jika terjadi tumbukan antarlempeng tektonik dapat menghasilkan tsunami, seperti yang terjadi di Aceh dan Sumatera Utara.
Selain dikepung tiga lempeng tektonik dunia, Indonesia juga merupakan jalur Cincin Api Pasifik, yang merupakan jalur rangkaian gunung api aktif di dunia. Cincin api Pasifik membentang diantara subduksi maupun pemisahan lempeng Pasifik dengan lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, lempeng Amerika Utara dan lempeng Nazca yang bertabrakan dengan lempeng Amerika Selatan. Ia membentang dari mulai pantai barat Amerika Selatan, berlanjut ke pantai barat Amerika Utara, melingkar ke Kanada, semenanjung Kamsatschka, Jepang, Indonesia, Selandia baru dan kepulauan di Pasifik Selatan. Indonesia memiliki gunung berapi dengan jumlah kurang lebih 240 buah, di mana hampir 70 di antaranya masih aktif. Zona kegempaan dan gunung api aktif Circum Pasifik amat terkenal, karena setiap gempa hebat atau tsunami dahsyat di kawasan itu, dipastikan menelan korban jiwa manusia amat banyak, terutama anak-anak yang juga memiliki potensi kerentanan yang cukup tinggi menjadi korban bencana.
Untuk mengetahui kapan gempa bumi akan terjadi merupakan pekerjaan yang sulit. Hal ini dikarenakan gempa dapat terjadi secara tiba-tiba di manapun asalkan masih berada dalam zona kegempaan bumi. Maka dari itu yang masih mungkin dilakukan adalah melakukan sistem peringatan dini (early warning sytem) yang berfungsi sebagai “alarm” darurat jika sewaktu-waktu datang gempa secara tak terduga. Selain itu juga dilaksanaka usaha pengurangan risiko bencana yang melibatkan anak usia sekolah, sehingga pada situasi bencana anak-anak lebih banyak tahu apa yang harus dilakukan.
Sejarah mencatat bahwa korban terbanyak pada gempa bumi dan tsunami Aceh adalah perempuan dan anak-anak usia di bawah 15 tahun (Synthesis Report of the Tsunami Evaluation Coalition, 2006). Dalam konteks bencana sosial, Plan UK (2002) mencatat selama 1999-2000, kehidupan dari 77 juta anak dipengaruhi oleh konflik dan bencana; 115.000 anak di bawah 15 tahun meninggal dunia karena konflik dan bencana; jutaan anak menjadi tidak memiliki rumah, kehilangan orang yang dicintai, terluka,dan menderita trauma psikologis
Dalam Modul Pelatihan Pengurangan resiko Bencana yang diterbitkan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA), menyebutkan Bentuk kerentanan yang dapat terjadi pada anak-anak antara lain :
- Korban Jiwa lebih banyak terjadi pada anak-anak, karena kemampuan menyelematkan diri dan pengalaman menghadapi situasi darurat bencana minim.
- Tidak adanya sistem database terpilah khusus data anak-anak pada situasi emergency khususnya data anak korban, mengungsi, hilang, dan lain-lain. Sehingga sistem bantuan dan penanganan dilakukan secara general.
- Trauma psikologis berkepanjangan yang dialami anak-anak tanpa adanya satu penanganan yang baik.
- Child Trafficking anak-anak yang terpisah dari lingkungan keluarga dan anak-anak dari keluarga yang hancur setelah bencana menjadi sasaran perekrutan untuk berbagai tujuan yang sifatnya eksploitatif.
- Anak-anak kehilangan akses pendidikan karena karena hancurnya fasilitas pendidikan dan sumber perekonomian keluarga.
- Munculnya kasus gizi buruk dan sampai berujung pada kematian anak di pengungsian karena kekurangan bahan makanan dan tidak adanya sistem penanganan kesehatan yang memadai.
- Usaha pengurangan resiko bencana minim keterlibatan anak, sehingga pada situasi bencana anak-anak lebih banyak menjadi korban.