Mohon tunggu...
Asep Saeful Ulum
Asep Saeful Ulum Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Saya tertarik dengan sisi lain matematika, matematika yang tidak tekstual dan dapat dijamah, tentang sejarah matematika, dan lain-lain yang tidak biasa ditemukan di sekolahan tentang matematika namun sebenarnya bermanfaat bagi masyarakat kelas matematika.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Paradigma Keliru Terhadap Matematika

7 Oktober 2012   07:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:09 2291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering


"Ibarat koin mata uang, pada satu sisi matematika memiliki sisi rasio-logis, dan satu sisi lain -sebenarnya- adalah bahwa matematika dibangun dari aktivitas kehidupan manusia."

Hampir semua mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika meninggalkan cara-cara lama dalam mengajar matematika sebagai bahan skripsi mereka, namun ketika telah memasuki kehidupan sekolah yang sebenarnya (menjadi guru), mereka justru kembali menggunakan cara-cara lama. Fenomena itu secara tidak langsung justru berkontribusi mendukung pembentukan “wajah seram” matematika.

Bagaimana Paradigma yang Berkembang Terhadap Matematika Saat ini?

Ketika menuliskan “aku takut matematika” di kotak kecil pada mesin pencari Google, sekitar pukul 11.15 WIB di tanggal 21 September 2012, didapat 2.420.000 situs dan blog yang terkait dengan kalimat pencarian tersebut. Sementara ketika yang dicari adalah “aku senang matematika” muncul hanya sekitar 1.460.000 situs dan blog. Matematika, dengan kata lain, masih merupakan hal yang menakutkan, bahkan dibenci di dunia. Saat coba memasukkan kalimat pencari ”I Hate Math”, ada muncul sekitar 19.000.000 situs dan blog yang terkait dengan pencarian tersebut.

Bila dirunut pada awal kemunculannya, perbedaan pandangan terhadap matematika sudah muncul sejak zaman dahulu. Perbedaan pandangan tersebut dipengaruhi oleh filsafat yang dianutnya. Para penganut Platonisme menganggap bilangan adalah abstrak, memerlukan eksistensi objek, dan bebas dari akal budi manusia. Sementara Aristoteles mendefinisikan matematika sebagai pengalaman, tidak ada ilmu atau matematika yang tidak berdasarkan pengalaman.

Aliran-aliran filsafat tersebut berperan penting menghasilkan cara pandang manusia terhadap matematika. Hal yang disayangkan adalah lebih dari 2000 tahun matematika didominasi oleh paradigma absolut yang memandang bahwa matematika sebagai suatu ilmu pengetahuan yang sempurna dan kebenaran yang objektif, jauh dari urusan kehidupan manusia. Dalam paradigma tersebut, siswa dipandang sebagai objek yang pasif, karena yang diutamakan adalah pengetahuan matematikanya. Ilmu pengetahuan matematika disampaikan menggunakan sistem transmission of knowledge (bagaikan menuangkan air dari poci ke dalam gelas).

Tujuan ideal pembelajaran matematika -siswa mempunyai kemampuan-kemampuan untuk memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif, tidak didekati dengan paradigma yang benar untuk mencapai tujuan tersebut.

Apa Sebab Paradigma Terhadap Matematika Saat ini Keliru? Apa Sebenarnya Matematika itu?

Paradigma adalah suatu pandangan terhadap dunia alam sekitarnya (objek) yang merupakan persfektif umum. Secara eksplisit ingin disebutkan bahwa paradigma yang keliru terhadap matematika adalah paradigma absolut terhadap matematika (matematika ialah suatu ilmu pengetahuan yang sempurna dan kebenaran yang objektif, jauh dari urusan kehidupan manusia). Penyebab kekeliruan pandangan tersebut boleh jadi karena minimnya pengetahuan tentang asal-usul matematika.

Pada bahasannya menjawab tentang apa itu matematika, Turmudi, M. Ed., M. Sc., Ph. D menjelaskan bahwa ada tiga poin yang dapat menggambarkan apa itu matematika:

1.Matematika sebagai objek yang ditemukan dan diciptakan manusia.

2.Matematika itu diciptakan bukan jatuh dengan sendirinya, namun muncul dari aktivitas yang objeknya telah tersedia, serta dari keperluan sains dan kehidupan keseharian.

3.Sekali diciptakan objek matematika memilki sifat-sifat yang ditentukan secara baik.

Ibarat koin mata uang, pada satu sisi matematika memiliki sisi rasio-logis (seperti yang diungkap oleh Platonisme), dan satu sisi lain -sebenarnya- adalah bahwa matematika dibangun dari aktivitas kehidupan manusia (seperti yang diungkap oleh Aristotelian), namun yang berkembang selama ini adalah pandangan yang disebarkan oleh para penganut Platonisme.

Haruskah Paradigma Terhadap Matematika Berubah? Apa Alasannya?

Ketika matematika dipandang sebagai kebenaran yang objektif dan ilmu pengetahuan yang sempurna jauh dari urusan kehidupan manusia, para guru akhirnya melaksanakan proses pembelajaran matematika dengan menyampaikan pengetahuan matematika secara informatif. Karena proses pembelajaran yang demikian, akhirnya siswa benci matematika dan memandang matematika tidak berguna, efek lanjutan dari itu adalah para siswa tidak tahu bagaimana cara memanfaatkan matematika di lingkungan masyarakatnya, sehingga masyarakat pun memandang matematika sebagai ilmu yang jauh dari aktivitas kehidupan.

Oleh karena itu haruslah ada perubahan pandangan terhadap matematika. Sebelum kepada pertanyaan siapa yang harus berubah, terlebih dahulu dikemukakan pertanyaan mungkinkah perubahan itu terjadi?

Mungkinkah Paradigma yang Keliru Terhadap Matematika itu Berubah?

Perubahan paradigma terhadap matematika itu mungkin terjadi, disebutkan bahwa sebuah studi yang dilaksanakan di Kota Bandung menunjukkan bahwa guru-guru matematika menyatakan kesediaannya dengan tangan terbuka untuk menerima ide-ide pembaharuan dalam pembelajaran matematika. Pada pelaksanaannya, kini mulai muncul optimisme dan cara-cara pembaharuan dalam pembelajaran matematika. Pada artikel Kedaulatan Rakyat Online yang berjudul “Dicap Guru Edan, Juli Eko Sarwono Justru Sabet Penghargaan” dikabarkan bahwa guru matematika SMP Negeri 19 Kabupaten Purworejo itu kerap memasukkan sepeda motor miliknya ke dalam ruangan kelas sebagai media belajar siswa. Sepeda motor itu, ia jadikan contoh ketika Juli mengajarkan tentang lingkaran dan benda tabung.

Sejumlah ahli filsafat dan ahli matematika pun mulai mempertanyakan paradigma bahwa matematika adalah ilmu pengetahuan yang sempurna. Mereka meyakini matematika adalah fallible (belum sempurna), bahwa matematika itu berubah seperti halnya ilmu-ilmu pengetahuan lainnya, sebagai produk dari penemuan manusia. Wood, Cobb, dan Yackel dalam tulisannya berargumen bahwa matematika tidak semestinya dipandang sebagai pengetahuan yang objektif.

Pendapat para siswa pun semakin mendukung bahwa sangat memungkinkan untuk dirubahnya pandangan terhadap matematika. Beberapa siswa mengemukakan kesenangannya setelah dilakukan pembaharuan dalam pembelajaran matematika (tidak seperti menuangkan air dalam poci ke dalam gelas).

Bagaimana Cara Merubah Paradigma itu?

Berdasarkan temuan-temuan di atas, masa setidaknya ada dua hal yang harus dilakukan untuk merubah paradigma terhadap matematika. Kedua hal tersebut adalah:

1.Mengetahui penyebab (asal usul) perbedaan paradigma tersebut.

2.Memandang matematika secara utuh (tidak hanya menggunakan satu filsafat) .

Paradigma Seperti Apa yang Harus Digunakan?

Paradigma yang harus digunakan untuk merubah paradigma klasik terhadap matematika adalah paradigma yang tidak absolut. Paradigma “baru” tersebut menggunakan filsafat socio constructivism yang tidak lain adalah pandangan dari para Aristotelian.

Praktik-praktik pembaharuannya pun sudah ada, seperti pendekatan RME yang dicetuskan oleh Freudenthal di Belanda, atau pendekatan Contextual di Amerika Serikat, atau pendekatan Open Ended oleh Becker dan Simada di Jepang. Teori-teori belajar yang mendukung paradigma “baru” memandang matematika ini pun sudah bermunculan, seperti Belajar Bermakna-nya Ausubel, Belajar Geometri-nya Van Hiele, Teori Scaffolding-nya Bruner, dan Teori ZPD-nya Vygotsky.

Siapa yang Mula-mula Harus Merubah Paradigma Terhadap Matematika?

Penjelasan sebelumnya tentang alasan mengapa paradigma terhadap matematika harus berubah, secara tersirat menunjukkan bahwa guru adalah kunci dalam perubahan paradigma ini. Sehingga yang mula-mula harus merubah paradigma terhadap matematika adalah guru matematika. Seorang guru matematika harus memiliki pengetahuan yang utuh tentang asal-usul matematika berikut aliran-aliran filsafat yang berkembang di dalamnya. Paradigma yang Non-Absolut terhadap matematika (matematika adalah ilmu pengetahuan yang belum sempurna, bukan kebenaran yang objektif, dan sangat dekat dengan aktivitas kehidupan), dengan menggunakan landasan filsafat socio constructivism mutlak harus dimiliki oleh seorang guru matematika. Dengan paradigma baru ini, seorang guru boleh menggunakan pendekatan apapun dalam proses belajar mengajar atau teori belajar manapun yang diadopsi asalkan masih berlandaskan pada socio constructivism.

Beberapa ilustrasi mengembangkan pembelajaran matematika yang melibatkan partisipasi aktif dari siswa adalah sebagai berikut.

a.Ketika guru akan memperkenalkan konsep garis-garis yang tidak sejajar, 2 atau 3 hari sebelum pembelajaran, guru boleh saja meminta kepada siswa untuk mengamati senar-senar (dawai) gitar lalu tanyakan, apakah senar-senar itu sejajar?

b.Ukur keliling dan diameter benda-benda yang berbentuk lingkaran di sekitarmu. Catat hasilnya dalam bentuk tabel. Cari nilai dari K/d dengan K = keliling, dan d = diameter untuk masing-masing benda, sekurang-kurangnya siswa akan menyadari bahwa nilai K/d sangat dekat dengan nilai π, sehingga diperoleh K=πd.

Beberapa pendekatan yang telah diuji dan ditawarkan oleh para ahli pendidikan matematika, hendaklah tidak membuat para guru matematika bingung. Apabila diperhatikan, pada prinsipnya semua pendekatan berikut dengan metode-metodenya adalah sama yaitu melibatkan partisipasi aktif dari siswa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun