Berbagai teknologi yang lahir dan berkembang di era industri 4.0, akan menghantarkan ke gerbang industri 5.0. Â Revolusi Industri 5.0 lebih akrab disebut dengan era society 5.0. Setiap saat, manusia akan terhubung dengan teknologi atau Internet Of Things (IOT) yang serba memudahkan.Â
Ketika kita mencoba membayangkan betapa mudahnya kehidupan manusia pada era society 5.0, tentunya itu merupakan hal yang menyenangkan. Namun, kenyataan yang perlu kita pikirkan bersama, yaitu keadaan dan kesiapan kita sebagai sebuah bangsa yang masih berkembang.Â
Sudah siapkah kita menjadi bagian dari era society 5.0?. Lantas, hal apa yang menghambat kita menjadi bagian dari era society 5.0?.
Hasil Tes PISA
Tes PISA (Programme for International Student Assessment) menunjukan Tahun 2015, hasil tes PISA menunjukkan Indonesia berada pada peringkat 9 terbawah dari 72 negara yang mengikuti tes PISA. Sedangkan pada tahun 2018, Indonesia berada pada peringkat 6 terbawah dari 79 negara. Artinya pada 2015 dan 2018 berturut-turut Indonesia berada pada peringkat 63 dari 72 negara dan peringkat 73 dari 79 negara. Â Tes ini mengukur kemampuan anak-anak berumur 15 tahun dalam membaca, matematika, dan sains serta kemampuan mereka dalam menghadapi kehidupan yang sebenarnya. Dengan kata lain, tes ini juga mengukur kesiapan anak-anak Indonesia dalam menghadapi kehidupan di masa depan .
Literasi
Ada satu hal yang mengejutkan tentang literasi  yaitu Lant Pritchett dari Oxford University dari tulisannya  berjudul "The Need for a Pivot to Learning: New Data on Adult Skills from Indonesia" pada 2016 lalu, bahwa anak Indonesia di Jakarta yang telah sudah kuliah memiliki literasi yang lebih rendah dibandingkan dengan lulusan SMP dari Yunani atau Denmark.Â
Beliau juga menuliskan bahwa, terdapat sebuah kesenjangan kemampuan yang dimiliki anak Indonesia, dan bila gap atau kesenjangan tersebut diukur dalam satuan waktu, kita, negara Indonesia tertinggal selama 128 tahun.
Model pembelajaran yang membosankan karena hanya berupa ceramah, kurang asyik  dan kurang memunculkan motivasi membuat anak-anak tidak tertarik dengan pembelajaran. Pada akhirnya, pendidikan seolah menjadi penjajah bagi anak-anak Indonesia. Jadi bukan sekedar data dan sudah menjadi fakta, bahwa rentetan masalah tersebut jadi penghalang menciptakan generasi emas di era society 5.0.
Hari ini pemerintah melalui Kemendikbudristek telah mencanangkan program Kurikulum Merdeka dengan konsep merdeka belajar , kampus merdeka dengan diiringi program sekolah penggerak dan guru penggerak. Apakah perubahan kurikulum tersebut menyentuh akar permasalahan pendidikan kita yaitu kemampuan membaca, matematika dan sains serta literasi? kita kembali disibukan dengan banyak istilah baru dan kekinian. Guru-guru disibukan dengan pelatihan-pelatihan daring tentang guru penggerak dan kurikulum merdeka. Apakah hasilnya bisa menyelesaikan masalah fundamental kita.
Ada beberapa faktor yang harus dikaji, berapa persen dari guru kita memiliki kemampuan literasi digital apalagi kita akan memasuki eras sekolah digital? Berapa persen dari guru kita memiliki kemampuan untuk menulis misalnya menulis artikel sederhana ? Berapa persen dari guru kita memiliki kebiasaan membaca setiap hari? Berapa persen guru kita meluangkan waktu untuk melatih kemampuan presentasi atau public speakingnya sehingga gaya bicara dan gaya bertuturnya menarik bagi siswa untuk dicerna dan diikuti? Berapa persen dari guru kita minimal mengadakan riset kecil-kecilan mengenai tindakan kelas? Â inilah beberapa pertanyaan yang sering muncul agar kita benar - benar siap memasuki era society 5.0, yaitu learning society, masyarakat pembelajar.