Leonardo da Vinci, memang bukan olahragawan amatir ataupun pembelajar lulusan high school kemarin sore. Karya-karya lukisannya dari berbagai aliran, bukan hanya saja telah terdokumentasikan dalam bentuk pustaka, namun sudah menyebar hingga ke dalam bentuk media elektronika, dimana profesionalisme fotoghraper sebagai sebuah profesi, kini sudah menemukan bentuk kesederhanaan dan kesimpleannya yang luar biasa. Hal ini bisa dibuktikan dalam ‘neo liberalism’ sebuah metode pengambilan bentuk lukisan yang diinginkan konsumen, dengan berbagai model bentuk yang diinginkan, dilengkapi dengan kualitas pencahayaan, transfer data yang semakin canggih, serta kalkulasi ekonomis yang semakin brilian, tentu saja bukan hanya menguntungkan bagi pihak pertama semata, namun pihak kedua hingga mediator pun lebih melapangkan lebih luas untuk juga mendapatkan ‘jatah’ royalty yang cukup menggiurkan sesuai dengan kualitas kerja yang membackupnya. Dunia property, travelling, healthy lifing, networking hingga modelling semakin dimanjakan dengan berbagai tampilan kualitas gambar yang ditawarkannya, hingga konsumen semakin mudah membaca konfigurasi dan diversifikasi pelayanan yang ditawarkan oleh sebuah corporation. Tentu saja ini pun dinilai kemudian sebagai sebuah opportunity bagi pelaku bisnis lainnya yang turut peduli dalam mengambil peran untuk meningkatkan kesejahteraan secara menyeluruh. Dunia seni, the world of art, dalam memanjakan kebutuhan konsumen tentu saja telah berhasil memerankan dirinya untuk kemudian membuka ruang kolaborasi dan sinergis dengan disiplin ilmu lainnya dalam turut memelihara, mereformasi, dan meneruskan nilai-nilai tradisi dan peradaban yang sudah lama dibangun secara konsisten.
Tatanan dunia baru, tentu saja selanjutnya bukan hanya semata diramaikan oleh hingar-bingarnya cinema yang turut andil mendokumentasikan the last of reality hingga update to now, akan tetapi tatanan dunia baru selalu memiliki goodwill yang relative kondusife untuk selalu dihadirkan pada tataran dunia apapun. Meskipun jargon bahasa terakhir ini cenderung berhaluan filosophis hingga menyentuh dunia aristoteles yang cenderung kental dengan politic character, akan tetapi bahasa apapun, mereka akan selalu bermuara pada nilai sebuah universalitas, keadilan, kebenaran, dan bersifat objektif dalam menjaga tatanan kehidupan yang heterogen kaya dengan paradigm cara pandang terhadap realitas itu sendiri hingga mereproduksi realitas tersebut menjadi sebuah trend yang dianggap mumpuni dan memiliki nilai-nilai sosial internal eksternal tersendiri yang dapat dipertanggungjawabkan. Kehadiran para petualang scientic hingga mereka yang konsen terhadap nilai-nilai kemajuan sebuah tradisi dan peradaban pun selalu memiliki warna tersendiri dalam turut membuka wawasan dan cakrawala berpikir dalam memperlakukan keberadaan sebuah zaman. Kemajuan dan kemunduran sebuah zaman sangat bergantung pada kesungguhan upaya, luwes dalam menjalankan sebuah nilai, dan terus-menerus bangkit manakala indeks prestasi tidak sesuai dengan sebagaimana mestinya.
Memahami rentetan historis pun adalah sebuah keniscayaan dalam rangka menata kembali langkah-langkah kemajuan. Kebebasan,bersikap bijak, diiringi dengan kekokohan dan tanggungjawab sosial tinggi, kreativitas, serta kedisiplinan, adalah selalu menjadi tolok ukur dalam upaya menata ulang dan meneruskan kembali sebuah universalitas momentum aktivitas, meskipun strategi untuk melakoninya sangat begitu beragam, fleksibel, namun yakin akan selalu berhasil. [af]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H