Mohon tunggu...
Asep Imaduddin AR
Asep Imaduddin AR Mohon Tunggu... Guru - Berminat pada sejarah

Alumnus PP Darussalam Ciamis dan Sejarah UPI. Bergiat di Kolektif Riset Sejarah Indonesia. asepdudinov@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Most Wanted Anchor 2010

28 Desember 2010   14:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:17 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di alaf baru teknologi, isi pesan tak lagi menjadi penting. Isi pesan bukan menjadi satu satunya perhatian utama. Marshall McLuhan telah memprediksi puluhan tahun lalu bahwa medium is the message. Tentu saja pada saat ini telah menjadi kenyataan di depan mata apa yang disebut oleh McLuhan tadi. Lihatlah program program tv yang tanpa henti menyala 24 jam sehari tujuh hari seminggu. Mungkin ada yang baik tapi tak menutup kemungkinan yang buruk juga banyak.

Dan bagi saya, medium dari pesan pesan yang berseliweran di jagat raya informasi itu-salah satu diantaranya-tidak bisa lepas dari siapa yang membawakan pesan pesan tersebut dan bagaimana cara ia membawakan pesan pesan itu agar dapat dikunyah dengan renyah oleh para pemirsa dan pirsawan di seluruh tanah air. Dapat dicerna dengan akal sehat? Itu mungkin nomer ke sekian kali yee. Yang penting-minimal-menghibur, dan maksimal memprovokasi pisss ah. Lucunya lagi, karena-sebagian-tv tv swasta nasional dikuasai oleh tokoh tokoh politik maka tak jarang pula saling klaim kebaikan dan saling hantam kebobrokan. Saling lempar kesalahan, saling ambil kemenangan. Dan yang di depan depan tv itulah yang menjadi corongnya.

Bolehlah kita sebut mereka itu sebagai host, anchor, presenter, pembawa acara dan lain lain. Kerjaannya ya itu tadi membawakan acara dengan seapik dan serapih mungkin baik on air maupun off air. Tak hanya mesti pandai, ia mesti menarik secara fisikal dan tentu saja kamera genic bukan fotogenic. Dengan polesan make up cukup tebal dan fashion yang up to date. Merk merk rumah busana dan pemoles wajah menyempil di sana. Lumayan, ajang promosi.

Maka berjubelanlah talk show, bincang bincang, acara gosip, informasi yang dipadu dengan entertainment alias infotainment. Tak hanya yang serius, yang tak serius juga tak sedikit. Dan mata pemirsa hanya menatap program program itu, akhirnya terbentuklah apa yang disebut sebagai silent majority atau mayoritas yang diam.

Maka bertaburanlah pula bintang bintang baru yang dihasilkan dari program talk show, malahan menjadi presenter adalah lahan baru atau efek samping dunia selebritis. Dari model ke sinetron, lantas ke film, nyanyi, dan presenter.

Atau, seperti yang diungkap dalam buku Lagak Jakarta yang dibuat oleh Benny dan Mice halaman 278-279 bahwa perjalanan karir seorang artis bisa digambarkan dimulai dari model, main sinetron, tarik suara, lalu pembawa acara. Anda boleh membolak balik sesuka hati urutan skema di atas, hasilnya akan tetap benar. Dan kadang kadang di ujung skema tadi bisa diteruskan menjadi seorang pengusaha!!! Bahkan tak jarang karir seorang artis bisa juga dimulai dari profesi pengusaha.

Ah ya, mungkin setelah tak lagi sukses di panggung selebritis boleh dong menjadi politisi yang melenggang ke Senayan. Biasanya mereka langsung masuk jajaran pusat partai dan lumayan strategis posisinya. Lalu menjadi urutan nomer peci pemilu legislatif, jadilah sukses ngantor di gedung yang pernah disebut sebut miring.

Sampai lupa, tadinya saya mau nulis tentang Most Wanted Anchor 2010. Karena saya lihat sepanjang tahun ini agak cukup lumayan banyak anchor anchor atau host host atau presenter presenter yang tak hanya dikenal program acaranya melainkan sepak terjangnya yang pernah kontroversial dan kemudian menjadi perbincangan hangat di tengah tengah masyarakat.

Ada yang pernah tersandung masalah narasumber, video video heboh itu, keceplosan ngomong, dan ribut ribut di twitter tentang gagalnya timnas di Stadion Bukit Jalil akibat over exposed dan lain lain.

Itu saja dulu. Tabik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun