[caption id="attachment_166156" align="alignleft" width="300" caption="sumber: yatun.wordpress.com/2010/04/18"][/caption]
Agaknya, para peneliti sejarah Asia Tenggara khususnya Indonesia bisa dipastikan mengenal Kota Leiden di Negeri Belanda, karena di salah satu titik koordinatnya terdapat lembaga ilmiah yang kuyup dengan arsip arsip nusantara masa lalu yang diangkut ke sana. Namanya adalah KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal, Land en Volkenkunde) atau dalam Bahasa Inggrisnya adalah Royal Netherland Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies. Kurang menggigit rasanya kalau tak melakukan penelitian sejarah Indonesia tanpa melibatkan KITLV sebagai credit title yang wajib disebut.
Cobalah lihat di beberapa buku tentang sejarah Indonesia masa lampau khususnya yang diangkat dari disertasi doktoral. Di bagian ucapan terima kasih pastilah terselip nama KITLV sebagai perpustakaan yang wajib dikunjungi dan dirujuk dalam daftar kepustakaan. Dosen sejarah saya yang berkuliah S3 di Australia tepatnya di Monash University dan mengangkat kajian Perang Kalimantan di abad 18 dan 19 merujuk hampir 50 halaman hanya untuk menuliskan daftar pustakanya saja yang terdiri dari sumber primer dan sumber sekunder berupa arsip arsip yang hanya boleh dibuka setelah 50 tahun, juga buku buku berbahasa Belanda yang ditulis sejaman ketika Perang Kalimantan itu berlangsung. Belanda memang dikenal sangat rapih dalam hal pengarsipan. Wajar saja jika kemudian nusantara ini dikuasainya hampir beberapa abad. Mereka mengusai bangsa jajahan bukan semata penguasaan fisik melainkan dengan memegang kepala penduduk jajahan dengan dominasi dan hegemoni ilmu pengetahuan yang mereka miliki dari arsip arsip dan buku buku. Dengan modal itulah mereka mengeluarkan kebijakan.
Sebutlah misalnya, seperti Snouck Hurgronje yang menulis De Atjehers, G.L Gonggripj dengan karyanya Schets Eener Economische Geschiedenis van Nederlandsch-Indie, Taco Roorda yang menekuni Bahasa Jawa, Van Vollenhoven, Van der Tuuk yang bergelut dengan kebudayaan Batak, P.J Veth yang menulis empat jilid Java: Geographisch, Ethnologisch, Historisch, Brandes, dan lain lain yang memusatkan perhatiannya pada Indonesia at past.
KITLV yang didirikan pada 1851 memang berfokus pada studi sejarah, antropologi, ekonomi dan bahasa dengan fokus wilayah Asia Tenggara dan Karibia. KITLV yang terdiri dari perpustakaan, penerbitan, dan pusat penelitian secara rutin menerbitkan monograp, buku, jurnal sebagai persembahan dan pertanggungjawaban ilmiah mereka dalam kajian Asia Tenggara dan Karibia. Di antara jurnal yang diterbitkan itu adalah Bijdragen tot de Taal, Land, en Volkenkunde atau Journal of The Humanities and Social Sciences of Southeast Asia and Oceania. Jurnal ini terbit setahun empat kali. Dan tahun ini saya memutuskan untuk berlangganan Bijdragen secara konsisten dari tahun ke tahun. Sungguh agak menyesal mengapa tak berlangganan sejak dulu.
Dengan uang berlangganan yang terjangkau, kita bisa mengetahui-sedikit-apa saja kajian sejarah, antropologi, dan bahasa yang sedang diperbincangkan. Juga katalog buku buku terbaru yang diterbitkan oleh KITLV, dan biasanya buku buku ini beberapa waktu kemudian diterjemahkan ke dalam edisi Indonesia. Sementara itu, Bijdragen No. 166 telah tiba di alamat saya tepat di hari pertama pembukaan Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan. Nuhun KITLV.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H