Ada yang aneh diatas puncak itu, di gunung karang tepatnya, berkelompok dan berdempet-dempet rumah warga numplek blek seperti di kota, saling berjejer padat tak beraturan, bahkan sangat sulit menemukan gang lebar, semuanya terasa sempit dan pengap, rumah-rumah warga itu berderet-deret sepanjang tiga kilometer sampai area mesjid kuno, saya sendiri sebagai warga asli dari Pandeglang kerap bertanya-tanya kenapa kampung yang disebut Pasirangin itu sangat ramai dan padat penduduk?, bukankah mobil saja tidak bisa masuk, hanya dilalui oleh motor-motor warga yang berlalulalang silih berganti siang -malam, apa tidak bising dengan suara knalpot sampai tengah malam?, Bahkan untuk menikahpun, warga kampung Pasirangin tak pernah jauh melamar, mereka kerapkali menikah dengan tetangga sendiri.
“Dikampung ini memang jarang sekali kena musibah atau penyakit, sehingga warga sangat betah sekali tinggal di desa kami, walaupun jauh dari kota, jauh dari pasar, dan sering kesulitan jika mengadakan hajatan, slametan atau syukuran, warga Desa memilih bertahan” Kata ustadz Apip menjelaskan rincian tentang kondisi warga Pasirangin yang tidak mau pindah ke kota.
Gunung Karang sendiri merupakan salah satu gunung berapi yang aktif, meskipun tidak seheboh gunung Krakatau yang pernah meledak setengah abad silam, saya mencoba mengecek tentang fakta tersebut, ternyata benar bahwa gunung karang yang memiliki ketinggian 1.778 meter di atas permukaan laut itu mempunyai potensi meletus, ia bagaikan raksasa yang tertidur ditengah-tengah kota Pandeglang, tidak bisa dibayangkan bagaimana bila gunung ini benar-benar meledakan larva panasnya, kemungkinan separuh warga Banten akan terkena cipratannya.
“Itu gak mungkin terjadi, karna Gunung Karang ini dijaga betul oleh para wali,” Kata ustadz Apip, dalam penjelasaannya, Gunung karang dikelilingi oleh hampir sebagian pesantren salaf, baik di kaki gunung ataupun diperut gunung, para kiai yang berdomisili di kaki gunung tersebut selalu berdoa dan meminta perlindungan kepada Allah, apalagi dipuncaknya, di desa Pasirangin Pagerbatu Pandeglang, selain banyak kiai yang mendirikan pesantren juga terdapat sumur keramat dan mesjid tertua di Banten. mesjid tersebut memiliki ciri khas panggung yang amat sederhana, berbahan kayu nangka, bukan jati atau kelapa, meskipun usianya sudah ratusan tahun, anehnya kayu tersebut tetap awet dan kokoh, tidak pernah sekalipun disentuh oleh rayap atau semut.
Fungsi dari mesjid tua, selain digunakan sebagai sarana ibadah warga, kerapkali dipakai oleh beberapa orang untuk melakukan tirakat, seperti halnya para pejabat yang kepingin naik pangkat atau yang terkena santet, mereka dianjurkan melakukan solat atau berdoa di dalam mesjid maka akan terasa perubahannya. menurut sang ustadz, pernah ada seorang lelaki divonis akan meninggal dunia oleh para dokter di rumah sakit pertamina jakarta, akibat penyakit komplikasi, tetangganya kemudian menganjurkan ia melakukan tirakat di mesjid tua Pasirangin, walhasil lelaki itu sehat wal afiat sampai sekarang, pernah pula ada orang dari kota terkena ilmu santet (sihir) kemudian dia melakukan solat di Mesjid Tua, ketika melakukan solat, badannya terasa seperti ditusuk-tusuk paku dan dia jatuh pingsan diatas sajadah, besoknya ia langsung sembuh.
Ada kejadian menarik, pada tahun 2010, mesjid Tua bernama ‘Baitul ‘Arsy’ tersebut akan dipugar, akan tetapi mendapat pertentangan dari para kiai sepuh di Pandeglang, utamanya Abuya Dimyathi Cidahu yang kesohor kewaliannya, beliau pernah mengatakan bahwa siapa saja dan kapan mesjid itu akan direhab harus meminta ijin dahulu kepada beliau, para penduduk desa tentu tidak berani menentang perintah dari abuya sebab mereka tau betul kapasitas abuya Dimyati meskipun rumahnya jauh dari desa Pasirangin, akan tetapi pengaruhnya sangat besar bagi warga Banten, konon, dimasa muda nya Abuya Dimyathi seringkali tirakat kepuncak gunung karang. walhasil penduduk desa hanya merehab halaman muka mesjid saja, tidak sampai memugar mesjid utama yang bercorak kayu tersebut.
Riwayat Syekh Ageng Karan
Ketika Gusdur berkunjung kedaerah Pandeglang, Gusdur pernah mengatkan kepada masyarakat Pandeglang bahwa di atas puncak Gunung karang terdapat pesantren tertua yang didirkan oeh Syekh Ageng Karan, beliau salah satu pendiri pesantren tertua di Indonesia, sekaligus guru dari para wali, ulama dan umaro' di daerah Banten. Menurut catatan sejarah yang saya dapat, Sultan Abu Nashar Abdul Qahar atau yang dikenal dengan Sultan Haji pernah disuruh mondok oleh ayahnya ke Pesantren Syekh Ageng Karan, tidak ada yang mengetahui kapan Ki Ageng Karan mendirikan pesantren, tapi bila mengacu pada usia Sultan Haji, Syekh Ageng Karan diperkirakan hidup pada abad ke 17 Masehi.