Sejenak kita lepas dahulu pro-kontra perpolitikan di Indonesia, mengademkan pikiran dengan Maulidun Nabi, orang Kristen biarlah bergembira dengan Natal nya, dan Mbah Jokowi berbahagia atas syukuran mitoni dari buah pasangan Gibran Rakabuming Raka dan Selvi Ananda. saya tidak mau membahas persoalan hukum, biarlah ikhtilaful hukmi ini dikomentari oleh ulama yang ahli dibidangnya, sebab semuanya memiliki dasar pengambilan hukum yang berbeda sesuai doktrin yang di anut sekte masing-masing. Saya lebih tertarik menganalisa mitoni dari perspektif sudut pandang berbeda.
Mitoni atau 7 bulanan, bahasa arab-nya ‘walimatul hamli’, adalah salah satu tradisi masyarakat jawa, dimana menurut mbah moyang saya (karna saya tidak menemukan jawaban dari seorang dokter), janin si jabang bayi yang saat itu berada dalam kandungan ibundanya, kepalanya menjadi terbalik, yang tadinya di atas pada saat masuk bulan ke tujuh menjadi ke bawah, hal ini patut di syukuri, karna si bayi sudah hampir siap-siap ‘meluncur’ ke bumi.
Apa manfaat dari mitoni?? Jika anda bertanya kepada semua intelektual yang bergelar professor doktor es es es itu, maka jawabannya sama “tak ada manfaatnya” ya, sebab ini menyangkut supranatural, lebih kepada unsur spiritual, yang tidak pernah bisa diterjemahkan oleh rasio. Tapi percaya tidak percaya, masih menurut mbah moyang saya, 90% orang yang mengadakan mitoni, ibu dan anaknya selamat saat melahirkan.
Suatu hari, saya bertanya kepada guru saya, untuk apakah mitoni itu? Bukankah itu hanya menghamburkan uang saja? Guru ngaji saya tersenyum, dengan bijak menjawab, kamu boleh percaya atau tidak, anak yang ditasyakuri pada bulan ke tujuh itu biasanya menurut-berbakti kepada orang tuanya, kalau tidak memakai tradisi mitoni, anaknya kebanyakan itu susah diatur.
“Dasar hukumnya apa guru? Apakah mitoni ini juga pernah dilakukan Rasulullah?” Kembali saya nyerocos. Guru saya menjawab sambil menggelengkan kepala, “tidak ada dasar hokum yang pasti, sebab mitoni itu bid’ah hasanah, itu termasuk perkara baru di dalam agama islam, itu tidak pernah dilakukan Rasulullah, tapi boleh dilakukan umatnya, asalkan dalam acara tersebut ada shodaqoh nya, berupa makanan, ada pembacaan al Qur’an, pembacaan sholawat dan lain sebagainya yang tidak melanggar perintah agama, maka tradisi itu boleh dilakukan”. Saya manggut-manggut, memahami artikulasi penjelasan guru saya yang amat sangat panjang lebar itu.
Lantas apa harapan Mbah Jokowi (begitu saya menyebutnya, karna sebentar lagi beliau akan menjadi kakek) dalam acara mitoni ini ? "Saya mohon doa restu, semoga diberi kesehatan untuk bayi. Selain itu juga proses persalinan bisa lancar," kata Mbah Joko. Menutup rangkaian artikel ini. Secara pribadi, untuk keluarga Pak Presiden, saya ucapkan, semoga selamat sampai tujuan (iklan bus kota). Wallahu al’lam
baca juga artikel saya di bawah ini