"Kemajuan sebuah daerah tidak hanya diukur dari angka ekonomi, tetapi dari sejauh mana semua penduduknya dapat merasakan manfaat pembangunan."
Pendahuluan
Jumlah provinsi di Indonesia saat ini adalah 38 provinsi. Salah satunya Maluku Utara yang memiliki 8 kabupaten dan 2 kota. Provinsi ini terkenal dengan kekayaan alamnya, mulai dari tambang nikel hingga potensi bahari. Dengan laju PDRB mencapai 20,49% pada 2024, salah satu yang tertinggi di Indonesia, Maluku Utara menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang impresif. Namun, cerita kemajuan ini menyimpan paradoks: kota-kota besar seperti Ternate maju pesat, tetapi banyak wilayah terpencil seperti Pulau Taliabu, Kepulauan Sula, Halmahera Barat, Halmahera Tengah dan Halmahera Timur masih menghadapi tantangan besar dalam kesejahteraan. Di Pulau Taliabu dan Kepulauan Sula, misalnya, seorang siswa harus belajar di bawah cahaya lampu minyak karena belum tersedianya listrik secara merata dan sulitnya akses internet, mencerminkan ketimpangan yang begitu nyata. Dengan tingkat kemiskinan 6,32% pada Maret 2024, lebih rendah dari rata-rata nasional 9,03%, provinsi ini tampaknya lebih baik dibandingkan banyak daerah lain di Indonesia. Namun, angka ini tidak mencerminkan realitas kompleks di lapangan.
Ketimpangan kesejahteraan mencuat dalam berbagai aspek: pendidikan yang terbatas, layanan kesehatan yang tidak merata, infrastruktur dasar yang rapuh, hingga akses listrik yang jauh dari universal. Tulisan ini menggali lebih dalam untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut dengan memanfaatkan data empiris sebagai alat analisis utama. Tidak hanya mencermati angka, tetapi juga memberikan solusi strategis yang berfokus pada inovasi dan pemerataan pembangunan, sehingga semua wilayah di Maluku Utara dapat merasakan dampak nyata dari kemajuan.
Pendidikan: Mimpi yang Terbatas
Pendidikan seharusnya menjadi tiket utama keluar dari kemiskinan. Namun, data menunjukkan ketimpangan besar dalam partisipasi pendidikan di Maluku Utara. Berikut adalah data Tingkat Partisipasi Sekolah (APS) jenjang SMA:
Pulau Taliabu mencatat APS terendah (58,7%), jauh tertinggal dibandingkan Kota Ternate (90,4%). Anak-anak di daerah terpencil menghadapi keterbatasan fasilitas pendidikan, kurangnya guru berkualitas dan minimnya akses infrastruktur pendukung seperti listrik. Ketimpangan ini memperburuk siklus kemiskinan antarwilayah.
Kesehatan: Tantangan Layanan Dasar
Di bidang kesehatan, ketimpangan yang serupa juga terjadi. Kota Ternate memiliki akses layanan kesehatan yang lebih baik, sementara di Pulau Taliabu, masyarakat harus menempuh "perjalanan panjang" untuk mendapatkan perawatan medis dasar. Berikut adalah data Angka Harapan Hidup (AHH):
Pulau Taliabu memiliki AHH terendah (63,05 tahun 2024), mencerminkan keterbatasan fasilitas kesehatan dan layanan pencegahan penyakit. Kota Ternate, sebaliknya, mencatat AHH tertinggi di provinsi ini (71,98 tahun 2024), mencerminkan ketersediaan fasilitas kesehatan yang lebih memadai.
Perbedaan ini mengindikasikan bahwa akses terhadap fasilitas kesehatan dan pencegahan penyakit memainkan peran penting dalam meningkatkan kualitas hidup. Kabupaten-kabupaten dengan AHH rendah, seperti Pulau Taliabu dan Kepulauan Sula, membutuhkan perhatian khusus melalui penyediaan infrastruktur kesehatan yang lebih baik, seperti pembangunan puskesmas yang lengkap dan program layanan kesehatan bergerak untuk wilayah terpencil. Data ini juga menyoroti pentingnya penguatan program kesehatan preventif dan akses yang lebih merata terhadap fasilitas medis di seluruh Maluku Utara.
Infrastruktur: Pondasi yang Rapuh
Akses terhadap infrastruktur dasar seperti akses air bersih dan sanitasi, dan listrik sangat menentukan kesejahteraan masyarakat. Berikut adalah data terbaru tentang akses air bersih dan sanitasi, dan jumlah pelanggan listrik: