"Diary ini kutulis khusus untuk Kepulauan Sula, singgasana pengabdianku, sebagai rekam jejak digital yang suatu saat akan kubaca kembali. Entah kapan—mungkin tiga tahun lagi, saat program yang tercatat di sini telah terealisasi. Coretan ini hanyalah serpihan pikiran yang kujadikan narasi, tanpa maksud lain selain menjadi penanda perjalanan. Hanya sekedar coretan, namun semoga kelak memiliki arti dan memberi manfaat." - Penulis
"Setiap akhir adalah proses menuju awal yang baru. Diary ini bukan hanya catatan perjalanan, tetapi juga ruang untuk merenungkan tantangan dan harapan di tengah perubahan yang tak terhindarkan."
Tahun 2024 menjadi panggung perjalanan penuh pelajaran bagi Kepulauan Sula, sebuah kabupaten yang baru saja terentaskan dari status tertinggal. Di tengah keberhasilan ini, tantangan baru telah mengetuk pintu: kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% di tahun 2025. Seperti angin badai yang membawa debur ombak, kebijakan ini membawa gelombang perubahan yang menekan, terutama bagi daerah di mana infrastruktur masih rapuh dan akses pasar masih terjal.
Namun, di balik badai ini, ada secercah harapan yang datang dalam bentuk rencana program pendampingan daerah terentaskan, pelaksanaannya 2025-2027, tiga tahun dari pemerintah pusat. Program ini adalah tali yang dirajut untuk memperkuat kapasitas lokal, meningkatkan kemandirian ekonomi, dan membangun fondasi yang berkelanjutan.
Diary ini akan menggambarkan bagaimana rencana program ini diterapkan di Kepulauan Sula, melalui lima pilar pembinaan utama: ekonomi, sumber daya manusia, lingkungan hidup, infrastruktur, dan kelembagaan. Lebih dari sekadar bertahan di tengah badai, masyarakat diajak untuk menemukan cara bertumbuh menuju masa depan yang lebih mandiri dan cerah.
Ekonomi Daerah: Tantangan di Tengah Lonjakan Harga
Kenaikan PPN menjadi 12% di tahun 2025 bukan hanya angka dalam lembaran kebijakan. Ia adalah riak yang terasa di dapur setiap rumah tangga, di pasar-pasar kecil, dan di kapal-kapal nelayan yang membawa hasil tangkapan mereka. Harga kebutuhan pokok seperti bahan pangan, barang konsumsi, dan bahan baku produksi diperkirakan melonjak, menciptakan beban berat bagi masyarakat kecil yang sebagian besar menggantungkan hidup pada perikanan, pertanian, pekerja/karyawan dan usaha mikro.
Untuk pelaku usaha kecil, kenaikan harga bahan baku berarti biaya produksi yang meningkat, dan ini memaksa mereka untuk menaikkan harga jual. Tapi di sisi lain, daya beli masyarakat juga kian tergerus. Ini menciptakan dilema: bagaimana bisa tetap bertahan ketika semua sisi terasa menekan?
Distribusi menjadi tantangan tambahan. Produk lokal seperti hasil laut dan kerajinan tradisional sulit menembus pasar di luar pulau karena biaya transportasi yang mahal. Kenaikan PPN hanya menambah beban, membuat margin keuntungan semakin menipis.
Namun, di tengah tekanan ini, ada harapan. Rencana Program Pendampingan hadir membawa pelatihan pengolahan hasil produksi, optimalisasi distribusi, dan pembentukan kelembagaan usaha bersama. Pendampingan ini memberikan masyarakat alat dan strategi untuk tidak hanya bertahan, tetapi mulai merajut peluang dari potensi lokal yang telah lama ada di tangan mereka.
Sumber Daya Manusia: Meningkatkan Kapasitas dan Peluang
Kenaikan biaya hidup sering kali menjadi rantai yang membelenggu pengembangan sumber daya manusia. Ketika harga kebutuhan naik, prioritas untuk pendidikan, pelatihan, dan layanan kesehatan sering kali tergeser. Generasi muda Kepulauan Sula, yang seharusnya menjadi motor perubahan, menghadapi keterbatasan akses untuk meraih peluang yang lebih besar.