Di antara gelombang waktu,
Aku hanyalah kapal kecil
Yang melawan badai rindu,
Mengarungi laut tak bertepi
Menuju dermaga yang bernama kamu.
Jarak adalah kabut tipis di pagi hari,
Ia mengaburkan pandangan
Namun tak pernah mampu memadamkan arahku.
Pada tiap detik yang melaju,
Aku mengeja namamu
Seperti mantra yang menjaga hati ini tetap utuh.
Angin membawa pesan,
Bisikan lembut di sudut cakrawala,
Bahwa di ujung perjalanan ini
Ada hangat pelukan
Yang belum pernah disentuh oleh waktu.
Rindu ini adalah lentera,
Ia tak padam meski diselimuti malam.
Ia menyala, meski ditelan kesunyian.
Dan aku tahu,
Cahayanya selalu mengarah ke tempatmu.
Harapan itu seperti bunga liar di padang pasir,
Tumbuh di tanah yang gersang,
Namun akarnya begitu kuat,
Menembus retakan bumi,
Mencari sisa-sisa hujan yang mungkin tertinggal.
Kita adalah bintang-bintang
Yang terpisah oleh hitamnya malam,
Tapi cahayanya saling menjangkau,
Berbisik: “Tunggu.”
Karena pada akhir semua perjalanan ini,
Langit akan menyatukan kita,
Dan jarak tak lagi berarti apa-apa. [AGJ]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H