Mohon tunggu...
Asep Totoh Widjaya
Asep Totoh Widjaya Mohon Tunggu... Dosen - Keep Smile and Change Your Life

Guru SMK Bakti Nusantara 666-Kepala HRD YPDM Bakti Nusantara 666 Cileunyi Kab.Bandung, Wakil Ketua BMPS Kab. Bandung, Dosen di Universitas Ma'soem, Konsultan Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Santri

22 Oktober 2020   14:00 Diperbarui: 22 Oktober 2020   15:30 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Santri Berprestasi, Sebelum Pandemi (Dok. pribadi)

Mengutip Gus Ach Dhofir Zuhry (2018) dalam bukunya "Peradaban Sarung" menjelaskan bahwa santri merupakan adaptasi dari tradisi cantrik Hindu yaitu "shastri" yang dalam bahasa Sanskerta berarti orang yang mempelajari Shastra (Kitab Suci) di pe-shastri-an atau pesantren. Atau santri juga merupakan gabungan dari huruf Arab Sin, Nun, Ta', Ra', dan Ya' yang menyimpan makna tersendiri dibalik huruf-huruf keramat tersebut.

Sin artinya Salik ilal-Akhirah (menempuh jalan spiritual menuju akhirat). Santri meyakini bahwa sejarah manusia bukan di bumi, kerajaan manusia bukan di dunia, kebahagiaan haqiqi manusia bukan di dunia, tapi di akhirat. Sehingga apa pun yang ditempuh dan diperjuangkan santri, semata demi kebahagiaan di akhirat kelak. Tak penting sebuah popularitas dan menjadi pusat perhatian di bumi, tak mengapa tak terkenal di bumi tapi yang penting terkenal di langit. Oleh karena itu, santri lebih memillih jalan sunyi daripada publisitas. Maka, filosofi pertama dari kaum sarungan adalah orientasi hidupnya jelas, tidak zigzag dan miring.

Nun maknanya Na-ib 'anil-masyayikh (penurus para guru). Filosofi yang kedua yaitu kaderisasi yang dilakukan oleh para kiyai agar santri-santri mereka kelak menjadi estafet perjuangan para guru dan leluhur. Tak ada yang mengungguli para santri dalam hal adab mengagungkan dan memuliakan guru. Inilah mengapa ikatan emosional para santri dengan kiyai dan guru-guru mereka sangat mengakar dan mengkristal hingga jasad berkalang tanah. Biasanya, santri belum boleh pulang dari pesantren sebelum mumpuni ilmu, etos, dan karakternya agar kelak bisa menggantikan sang kiyai.

Ta' maksudnya adalah Tarik 'anil-Ma'ashi (meninggalkan maksiat). Dengan demikian, filosofi yang ketiga kaum santri adalah selalu bertobat melakukan penyucian rohani dengan cara menjalani hidup sederhana dan menjauhi dosa-dosa. Dosa-dosa tersebut diantara lain yang pertama adalah dosa intelektual, yakni kebodohan dan atau memperjualbelikan ilmu dan agama. Yang kedua yaitu dosa sosial, dalam arti tidak peduli dan peka terhadap lingkungan sekitar. Yang ketiga yaitu dosa spritual, dosa karena tidak menjalani hidup asketik (zuhud), sederhana dan bersahaja, menjauhi gemerlap, pukau, pesona dan tipu daya dunia.

Ra' akronim dari Raghib ilal-Khayr (selalu menghasrati kebaikan). Filosofi yang keempat ini kian mempertegas posisi santri sebagai pribadi yang lebih menomorsatukan kebaikan daripada keburukan. menyampaikan kebeneran dengan cara-cara yang baik dan santun. Karena lazimnya seseorang bukan tidak mau menerima kebenaran, tapi karna kebenaran itu dibungkus dengan tidak baik, sehingga ia sulit untuk menerimanya.

Ya' adalah singkatan dari Yarjus-Salamah (optimis terhadap keselamatan). Filosofi kelima dari santri adalah selalu optimis menjalani hidup dan mengharap keselamatan di dunia pun lebih-lebih kelak di akhirat. Santri tak sekedar optimis dalam pikiran, tapi optimisme dibarengi dengan tindakan nyata. Sebabnya apa? Karena teramat banyak kegagalan umat manusia karena bertindak tanpa berpikir dan atau sebaliknya berpikir tanpa bertindak.

Lima falsafah santri yang mencerminkan diri sebagai pribadi yang memiliki kejelasan orientasi hidup, menjadi penerus para guru, meninggalkan maksiat, cenderung menghasrati kebaikan, dan senantiasa optimis akan keselamatan dunia-akhirat merupakan pedoman hidup kaum sarungan yang akan terus dibawa dan dibela sampai mati. Artinya walau kita tidak pernah belajar secara resmi di Pesantren, namun jika kita memiliki kelima prinsip tersebut dan sungguh-sungguh kita yakini-hayati untuk kemudian diamalkan dalam keseharian, maka kita adalah santri

Pun mengutip definisi Santri Menurut K.H. Ma'ruf Amin saat menjabat sebagai Rais 'Aam PBNU menegaskan, sebutan santri bukan hanya diperuntukkan bagi orang yang berada di pondok pesantren dan bisa mengaji kitab. Namun, santri adalah orang-orang yang meneladani para kiai. "Santri adalah orang-orang yang ikut kiai, apakah dia belajar di pesantren atau tidak, tapi ikut kegiatan kiai, manut (patuh) kepada kiai. Itu dianggap sebagai santri walaupun dia tidak bisa baca kitab, tapi dia mengikuti perjuangan para santri.

Maka menjadi santri, mondok atau tidak mondok di pesantren. Paling utama adalah takzim kepada Kiai dalam menempuh dan mengamalkan ilmu demi masa depan dunia dan akhirat. Menjadi Santri, harus berguna memperbaiki diri dan bangsa ini dengan terus dan selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT, melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi larangan-Nya menjadi hal yang pasti.

Alhasil, Senyatanya menjadi Santri akan menjalani kehidupannya dengan perpaduan antara urusan dunia dan akhirat dan itu yang akan membuat haqul yakin bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang kaya raya, adil makmur, dan diridhoi oleh Allah SWT. Mampu mewujudkan "Menjadi negeri yang Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghofur. Negeri yang diberkati oleh Allah, rakyat dalam suasana adil dan makmur,"

Selamat Hari Santri Nasional 22 Oktober 2020.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun