[caption id="" align="alignleft" width="319" caption="Ilustrasi: Google"][/caption] SEPENGETAHUAN saya, orang Bugis Makassar itu sopan. Gak suka mengganggu orang lain karena sebaliknya ia juga gak suka diganggu. Walau begitu bukan berarti mereka gak suka bercanda. Tapi bagi orang Bugis Makassar, bercanda tetap ada batasnya. Jangan sampai kelewatan. Kalau kelewatan, bisa lain ceritanya. Bisa saja badik titipan ayah yang bicara. Di dunia maya, banyak sekali candaan yang sudah sampai pada tahap kelewatan. Sejumlah penulis blog memosting seenaknya, menyinggung privacy orang lain. Mereka sepertinya merasa diri yang paling berkuasa. Sayangnya tulisan mereka itu diposting di social blog seperti Kompasiana ini. Terus terang, itu salah satu yang membuat saya malas nulis di Kompasiana. Saya malas karena banyak di antara kompasianer yang tidak jelas. Akunnya tidak menggunakan nama asli. Demikian juga dengan picnya. Tadi, saya membaca status Mbak Linda di Kompasianer Community. Dia menulis begini, "kalau dulu ada surat kaleng... kalau skrng zamannya sms gelap.. pakai nomer bodong alias palsu.., atau beradu argumentasi, berkomentar arogan, nyeleneh tp tdk berani memakai nama asli dan foto asli di RumahSehat Kompasiana.... apa bedanya dgn surat kaleng... apa bedanya dgn banci... pengecut.....lempar batu sembunyi tangan... ?? hhhhmmmm...... !!" Saya mengerti mengapa pencetus Kompasiana sebagai "Rumah Sehat", ini gelisah. Dan saya pun setuju karenanya. Di Kompasiana, banyak kompasianer yang sukanya lempar batu sembunyi tangan. Saya setuju itu sikap pengecut. Bagi saya, mereka itu jelas tidak punya rasa tanggungjawab. Mungkin mereka tidak terbebani karena menggunakan akun palsu. Misalnya menggunakan namanya Mak Nisan, tapi picnya justru gambar bule. Padahal jelas dia bukan bule. Dia juga bukan emak-emak. Apalagi batu nisan. Inilah contoh kompasianer termunafik yang sesungguhnya. Baiklah, saya tak usah memperpanjang cerita ini. Kata orang makin banyak cerita makin banyak bohongnya. Saya cuma ingatkan gak usah sirik atas keberhasilan orang lain. Untuk itu, gak usah juga komentari tulisan ini. Anggap saja ini masukan bagi Anda yang super munafik itu. Kalau berani, tunjukkan dulu identitas Anda. Itu lebih jantan adanya. Terus terang, tidak saya sabar rasanya saya ingin melihat wajah-wajah orang munafik di Kompasiana ini. Saya ingin mendengarkan mereka ngoceh seperti mereka ngoceh di Kompasiana ini. Saya mau dengar sendiri "si munafik" itu menyinggung orang sebagai munafik. Supaya saya bisa melaksanakan amanah ayah akan titipannya. Salam Kompasiana Catatan: Tulisan ini saya apresiasikan buat Bang Andy Syoekry Amal, salah seorang putra Bugis Makassar yang berhasil meraih predikat sebagai kompasianer terpopuler di "Kompasiana Award 2010".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H