Awal Agustus lalu kita sempat dikejutkan dengan informasi terbelahnya bus gandeng TransJakarta di Jatinegara. Selidik punya selidik, baut penyambung kedua bagian bus disinyalir menjadi penyebab lepasnya bus gandengan ini. Lebih jauh, kasus ini pun akhirnya ditindaklanjuti ke arah adanya kegiatan korupsi pada tender pengadaan bus.
Kita juga sempat mendengar beberapa kasus tak mengenakkan terkait TransJakarta. Sebut saja pelecehan yang dilakukan penumpang ataupun para awak bus. Tak usah jauh jauh, laptop teman saya pernah hilang dicolong oknum penumpang TransJakarta.
Terlepas dari itu semua, secara pribadi saya mengapresiasi upaya pemda DKI untuk menyediakan fasilitas transportasi umum massal yang dapat diandalkan. Secara sederhana, kita bisa menghitung berapa rupiah yang bisa dihemat kalau kita menggunakan TransJakarta dibandingkan angkutan umum. Berapa banyak pula waktu yang bisa kita hemat?
Ambil contoh untuk perjalanan Blok M - Kota. Dengan TransJakarta saya tinggal duduk manis bayar Rp. 3500,- sampai tujuan. Tanpa ada rasa khawatir akan diturunkan dijalan. Atau contoh saja, kalau saya harus bertandang dari Fatmawati ke Pluit Mas. Waktu pertama kali ke Pluit Mas, naik TransJakarta dari Blok M dan turun di Harmoni. Dari Harmoni saya naik bus biasa ke arah Pluit Mas. Belum juga sampai, ditengah jalan saya sudah diturunkan dengan alasan bus sepi dan terpaksa naik angkot lagi sampai ke Pluit Mas. Kali berikutnya, saya kembali naik TransJakarta hingga Kota. Di Kota saya ambil rute ke arah Pluit Mas. Mengingat ini saja saya jadi cukup bersyukur, "Untung ada TransJakarta".
Satu hal lagi yang menarik perhatian saya. Bersama kereta api CommuterLine, bagi saya TransJakarta menjadi salah satu media mengedukasi warga akan penggunaan transaksi elektronik. Walaupun belum secanggih MRT Singapura, dengan cara ini mau tidak mau masyarakat terpaksa beradaptasi dengan sistem pembayaran berbasis kartu. Saya ingat pertama kali melihat sistem ini digunakan di Stasiun Bogor. Antriannya panjang. Tak sedikit yang kagok dan bingung. Apalagi ibu-ibu dan bapak-bapak yang sudah paruh baya. Tapi kalau tidak dipaksa begitu, kapan lagi akan maju?
Melihat pergerakan yang dilakukan Pemda DKI, terutama Dinas Perhubungan, ditambah dengan sudah dimulainya proyek MRT yang ditargetkan selesai 2018, saya menaruh harapan transportasi umum massal Jakarta akan semakin baik dan tertata. Mudah-mudahan macet yang setiap hari menjadi keluhan warga juga sedikit terurai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H