Berita mengenai sepak terjang Gubernur DKI yang lebih akrab dipanggil Ahok memang menarik untuk diikuti. Kali ini yang menjadi perhatian saya adalah upaya Ahok dan team dalam menangani Metromini/Kopaja dan sejenisnya. Masih senada dengan tulisan saya sebelumnya mengenai upaya pemerintah DKI dalam menyediakan transportasi massal, kali ini pun saya mengapresiasi bagaimana Ahok dan team menyelesaikan masalah carut-marut Metromini/Kopaja dan angkutan umum lainnya.
Sedikit catatan sepak terjang Ahok dan team dalam menata angkutan umum di Jakarta yang menjadi catatan saya:
Pertama, mewajibkan para sopir angkutan umum untuk menggunakan seragam dan tanda pengenal. Mungkin aturan ini bukanlah bagian dari kebijakan di masa pemerintahan Ahok. Tetapi, upaya ini juga perlu diapresiasi. Setidaknya penggunaan tanda pengenal akan lebih membantu dalam mengidentifikasi siapa penanggung jawab kendaraan tersebut. Misalnya saja, jika terjadi masalah yang tidak diinginkan baik terhadap penumpang ataupun kendaraan.
Kedua, peluncuran Kopaja AC dan peremajaan armada Metromini/Kopaja. Kopaja AC yang terintegrasi dengan jalur TransJakarta mulai diperkenalkan dari tahun 2013. Armada baru ini menjadi alternatif yang lebih nyaman dibandingkan armada Metromini/Kopaja yang sudah ada.
Ketiga, pengandangan armada yang sudah tidak laik jalan. Manuver pengandangan ini dapat dikatakan sebagai reaksi pemerintah terhadap kecelakaan maut antara Metromini dan KRL di Stasiun Angke yang terjadi di Desember 2015. Manuver ini tentu saja mendapatkan tentangan keras dari beberapa awak dan pemilik armada. Para awak dan pemilik armada tersebut mengeluhkan tindakan ini akan mematikan mata pencaharian sehari-hari. Tetapi, Ahok tetap kekeuh dengan kebijakan yang sudah dicanangkan.
Keempat, Ahok dan team berupaya merangkul para sopir Metromini/Kopaja dengan cara menawarkan untuk menjadi karyawan TransJakarta. Menurut pendapat saya pribadi, ini adalah win-win solution yang sangat baik dari pemerintah DKI. Kepada para sopir Metromini/Kopaja ini Ahok berani menawarkan pendapatan bulanan sebesar 2 kali Upah Minimum Propinsi yang berkisar di Rp. 3,1 juta (2016). Dengan menjadi awak armada TransJakarta, para sopir Metromini/Kopaja ini juga mendapatkan fasilitas jaminan kesehatan baik bagi diri sendiri maupun keluarga.
Terlepas dari polemik mengenai Ahok dan sepak terjangnya yang sering kontroversial, sekali lagi saya masih angkat topi dengan upaya pemerintah DKI dan jajarannya dalam menyelesaikan carut marut permasalahan angkutan umum di Ibukota.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H