Mohon tunggu...
Asakir Asakir
Asakir Asakir Mohon Tunggu... -

Pelajar, suka membaca, bekerja sebagai penerjemah, menulis sebagai nafas, tulisan-tulisan di kompasiana merupakan catatan harian yang dipublikasikan, bisa dikoreksi tapi jangan dituntut, hehe, sekarang sedang kangen kampung halaman.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengapa Perempuan Benci Poligami?

21 Januari 2010   20:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:20 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Setiap ingat poligami saya teringat nasib Aa Gym, dia merupakan korban terbesar poligami, entah karena dia menduakan istrinya atau karena memang dia pernah mengatakan bahwa dia tidak ingin berpoligami, yang jelas semua orang menjadi antipati kepadanya, lebih-lebih ibu-ibu yang notabenenya penggemar setianya.

Kalau seandainya poligami itu laki-laki, maka sungguh buruk nasibnya karena dia selalu dihindari wanita, dimana ada poligami di sana tidak akan ditemukan wanita, begitu juga sebaliknya, dimana ada wanita, di sana poligami akan mati.

Sebenarnya apa yang salah dengan poligami? Apakah ia lebih menakutkan dari hantu? Apakah ia seperti dedemit yang mencaplok suami orang? Apakah ia perusak ketenangan rumah tangga? Apakah ia ada untuk membuat wanita yang dimadu merasa terhina? Atau karena hal-hal lain? Belum ada yang berani memastikan!

Namun yang jelas, awalnya poligami sebagai sebuah solusi, sebagai jalan keluar jika terjadi kesenjangan jumlah dalam masyarakat, perempuan lebih banyak dari laki-laki.
Memang dalam menerapkannya harus ada yang berani mengorbankan sesuatu, dan dalam hal ini yang harus berkorban adalah perempuan, akan tetapi, ketika kita bandingkan antara bahaya korban perasaan yang dialami perempuan karena dipoligami, dengan korban kerusakan moral akibat adanya perempuan-perempuan yang tidak menikah karena poligami dilarang, lebih berbahaya kerusakan moral ketika poligami dilarang.

Mengapa demikian? Karena perempuan yang tidak menikah sebenarnya memiliki rasa dan keinginan yang sama dengan perempuan yang sudah menikah, ingin dikasihi, ingin disayangi, ingin dibahagiakan lahir dan batin, karena hal ini merupakan kebutuhan dasar setiap manusia, nah ketika ada yang tidak beruntung mendapatkan semua ini, maka dia akan mencari orang yang bisa mengisi kekosongan, siapa lagi kalau bukan laki-laki jatah perempuan lain, jika tidak bisa didapat dengan cara baik, maka akan dilakukan dengan berbagai cara yang sembunyi-sembunyi, di sinilah peran penting poligami sebenarnya, melegalkan sesuatu yang jika menyimpang sedikit menjadi sangat berbahaya, poligami datang di waktu dan tempat yang sebenarnya sangat tidak diinginkan, lebih-lebih oleh kaum perempuan.

Cuma yang perlu diingat, poligami datang sebagai sebuah solusi, bukan sebagai anjuran, sehingga penerapannya pun tidak bisa asal-asalan, harus memenuhi berbagai syarat dan ketentuan. Dan solusi ini menurut saya masih menjadi solusi yang terbaik, coba kita logikakan, jika jumlah perempuan lebih banyak dari jumlah laki-laki, anggap saja satu banding dua atau satu banding tiga, kalau setiap laki-laki hanya boleh menikah dengan satu orang perempuan, lantas yang dua perempuan lagi siapa yang ngurus? Akan kemana mereka? Ini kenyataan yang ada dalam masyarakat dan ini merupakan masalah, kira-kira solusi apa yang bisa membuat semua perempuan memiliki jatah laki-laki selain poligami? Selingkuh? Main petak umpet? Mengkhianati istri? Menceraikan istri lama untuk menikah dengan yang baru agar semua perempuan mendapat jatah? Atau ada solusi lain? Kalau ada solusi lain selain poligami dan lebih baik dari poligami, saya orang pertama yang akan mendukungnya!
Hanya saja, pada prakteknya poligami lebih sering dijadikan alasan daripada solusi, mengatakan poligami begini dan bagitu, mengatakan poligami dibolehkan oleh agama, dan lain sebagainya, sedangkan alasan utama dibolehkannya poligami tidak pernah digubris, ini sebenarnya yang menjadi persoalan.

Karena poligami dibolehkan oleh agama, akhirnya ramai-ramai memadu istri tua dengan anak-anak gadis yang cantik-cantik, memadu istri tua dengan gadis yang seger-seger, memadu istri tua dengan wanita-wanita yang punya nilai lebih secara fisik. Orang-orang seperti inilah sebenarnya perusak nama baik poligami. Mereka tidak sadar bahwa perempuan memiliki perasaan yang sangat sensitif, tidak usah disakiti, tidak kita perhatikan saja para perempuan sudah sakit hati, mereka tidak sadar bahwa rasanya orang diduakan itu bikin sesak, mereka tidak sadar bahwa hadirnya perempuan lain dalam rumah tangga akan mengurangi jatah, mereka tidak sadar bahwa dimadu itu kedengarannya tidak enak, dan mereka juga tidak sadar bahwa dimadu itu membuat perempuan malu bertemu keluarganya, malu bertemu tetangga-tetangganya, dan malu bertemu orang-orang yang tahu tentangnya!

Nah! Bagaimana agar perempuan mau dipoligami dan membuatnya tidak terlalu sakit hati? Tunggu tulisan selanjutnya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun