Pengaruh Media Sosial Terhadap Kesehatan Mental Generasi Z
Generasi Z atau biasa disebut Gen Z merupakan kelompok manusia dengan rentang kelahiran pada tahun 1995-2010. Menjadi kelompok manusia termuda pada saat ini, generasi Z lahir dan tumbuh ditengah pesatnya perkembangan teknologi. Sehingga mereka memiliki karakteristik yang adaptif terhadap perubahan zaman.Â
Selain itu, generasi ini juga dikenal sebagai generasi yang fleksibel, praktis, serta tech savvy atau mahir teknologi. Dengan karakteristik tersebut, generasi Z memanfaatkan perkembangan teknologi sebagai tempat pelarian dari penatnya kehidupan offline hingga tempat untuk mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Media sosial yang mereka miliki menjadi suatu platform hiburan, life update, dan juga tempat untuk mendapatkan informasi.
Sebagian besar waktu yang dimiliki oleh generasi ini digunakan untuk berselancar dan bermain media sosial yang tanpa disadari menimbulkan beberapa dampak negatif terhadap psikologis. Penelitian yang dilaporkan dalam jurnal JAMA Psychiatry menemukan bahwa remaja yang menggunakan media sosial lebih dari tiga jam per hari berisiko tinggi terhadap masalah kesehatan mental terutama masalah internalisasi alias citra diri .Â
Para pengguna media sosial yang berasal dari berbagai tempat memiliki kebebasan untuk mengekspresikan dan juga mengunggah apapun sesuai keinginan mereka, tak jarang beberapa pencapaian yang telah mereka raih menjadi salah satu konten media sosial yang mereka miliki.Â
Hal ini justru menjadi suatu faktor kecemasan dan stress yang dialami oleh beberapa remaja lainnya yaitu tertekan dengan pencapaian orang lain karena merasa dirinya belum cukup mampu untuk meraih apa yang orang lain raih. Pada umumnya para generasi Z menjadikan media sosial sebagai ajang untuk pembanding dan juga kompetisi.
 Selain itu, komentar dalam media sosial yang bebas dikirimkan oleh pengguna lainnya juga menjadi suatu faktor yang mempengaruhi kesehatan mental para generasi Z. Beberapa komentar baik yang diterima dapat menjadi suatu motivasi agar menjadi lebih baik lagi, namun tak jarang komentar yang buruk dan termasuk bullying secara online menyebabkan mereka kurang percaya diri, cemas hingga yang paling parah menyebabkan depresi.
Berdasarkan riset oleh tim Divisi Psikiatri Anak dan Remaja, Fakultas Kesehatan di Universitas Indonesia (2021) pada remaja usia 16-24 tahun. Sebanyak 95,4% menyatakan bahwa mereka pernah mengalami gejala kecemasan (anxiety), dan 88% pernah mengalami gejala depresi dalam menghadapi permasalahan selama di usia ini. Selain itu, dari seluruh responden, sebanyak 96,4% menyatakan kurang memahami cara mengatasi stres akibat masalah yang sering mereka alami.
Sejauh ini, banyak generasi Z yang mengkampanyekan perihal kesehatan mental di media sosial namun seringkali abai pada kesehatan mentalnya sendiri. Selain itu, stigma yang berkembang ditengah masyarakat masih menganggap bahwa isu kesehatan mental merupakan hal yang tabu sehingga tanpa disadari para orang tua juga turut acuh terhadap apa yang dirasakan oleh anak mereka.Â
Pendampingan orang tua sangat diperlukan dalam upaya pertumbuhan para generasi Z yang memiliki sifat labil dan moody. Dalam menghadapi perkembangan zaman, selain karakteristik yang adaptif sikap selektif juga dibutuhkan agar kita bijak dalam bersosial media.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H