Mohon tunggu...
Wurry Agus Parluten
Wurry Agus Parluten Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang Ayah dan Suami.

Pernah menjadi Penulis Skenario, Pembuat Film Indie, Penulis (jadi-jadian), Pembaca, (semacam) Petani, (semacam) Satpam. Sekarang gemar dengan #tagar atau #hashtag guna mengisi sisa hidup.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Ikan Asin Metaverse

23 Januari 2023   15:24 Diperbarui: 23 Januari 2023   15:32 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bukit Taman Simalem, Sumatera Utara (Dokumentasi Free Thinker Club)

Sampai saat ini, jujur saja, saya belum begitu paham tentang definisi dari #metaverse. Saking canggih dan tren-nya istilah ini, sampai-sampai saya pun bingung harus memulai darimana. Di satu sisi, untuk masuk ke dunia metaverse (rasanya) butuh biaya, dan kelihatannya mahal. Di sisi lain, memang (dirasa) perlu untuk tidak ketinggalan zaman terkait istilah ini. Buat saya sekarang, metaverse tuh ibarat nonton "Olive Wagyu" sambil makan "Ikan Asin". Walaupun indera mata menangkap citra dari steak, tapi yang dirasakan lidah ialah ikan asin.

-----
Metaverse menjadi populer setelah Mark Zuckerberg memperkenalkan perusahaannya yang sekarang disebut "Meta Platforms, Inc". Tidak ada yang salah dari Mark, hanya saja, saya sudah terlebih dahulu menonton film "Ready Player One (2018)" sehingga apa yang dijelaskan oleh Zuckerberg terasa biasa-biasa saja. Untungnya saya bisa memaklumi bahwa film garapan Steven Spielberg itu berada di ranah "science fiction", sedangkan penjelasan Zuckerberg (berkesan) sudah berada di ranah (yaaa kurang-lebih...) "science". Problem utamanya terletak di sinkronisasi panca indera yang kita miliki, dimana saat mata menikmati keindahan serat daging "Olive Wagyu", semestinya lidah juga mengecap rasa dari daging yang konon terkenal paling mahal di dunia. Ini masalah.

-----
Namun ketika saya tersadar untuk memahami makna "metaverse" dari sudut pandang lain lagi, muncul pemikiran, sebenarnya metaverse ini berguna untuk mempertanyakan kembali fungsi dari platform online yang tersedia selama ini. Dimana kita (terutama saya) memanfaatkan hasil jungkir-balik dunia aplikasi software secara gratis, tapi lupa bahwa itu hanya sekedar "service" dari rentetan sejarah internet. Yang punya platform tentu kaya, karena dia ibarat mall yang menyewakan lapak-lapaknya. Sedangkan saya hanya jalan-jalan saja, sambil bolak-balik di sekitar restoran "Wagyu Beef" yang kebetulan berdinding kaca transparan. Pulang dari mall, cerita-lah di kampung tentang daging sapi termahal di dunia sambil tetap makan ikan asin, pastinya.
-----
Ya, beginilah kurang-lebih sensasi indera di #cyberspace.

=====
HASHTAG
#Metaverse
#Metamodernisme
#BuildMetaverseForAll
#HistoryOfMetaverse
-----

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun