Mohon tunggu...
As. kwok
As. kwok Mohon Tunggu... -

jadilah kehendak-Mu, di atas bumi seperti di dalam surga.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pak Camat yang Seksi

16 Agustus 2010   05:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:59 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_227848" align="alignleft" width="264" caption="(comotan dr google.com)"][/caption] SEKILAS KEJADIAN Sore itu gerimis turun perlahan membasahi tanah. Jalanan dibuatnya cukup licin. Dengan beberapa lubang yang menghiasi ruas jalan, berkendaraan tentu tidaklah terlalu nyaman. Manakala tidak hati-hati dan waspada, risiko terjatuh sudah pasti terjadi. Sehabis "wakuncar" untuk menyelesaikan sedikit urusan pertunangan, pukul 16.00 wib, Fransiskus Nani ditemani Yohanes Harum kembali pulang ke barak di areal perusahaan kebun sawit. Dengan sepeda motor bebek baru yang didapat dari kredit, mereka meluncur pulang. Jas hujan warna biru ditempelkan sebagai pengaman masuk angin. Untung tak dapat diterka, malang tak dapat disangka. Saat menancap gas di tanjakan menikung, mereka oleng tersangkut lubang jalan aspal. Pada detik itu pula truk melintas.... braakkkkk.... sepeda motor remuk di moncong truk. Fransiskus terlempar dan langsung menghembuskan napas terakhir. Yohanes masih mengerang kesakitan dengan kaki patah dan luka dalam parah. Ia pun meninggal di tengah perjalanan menuju rumah sakit. SITUASI SANGAT KONTRA Tak lama setelah kejadian itu, banyak orang berkerumun. Namun, inilah yang istimewa, mereka melihat tetapi tak ada yang berbuat. Situasi saling menunggu berjalan cukup lama. Mobil polisi pun tak segera mengangkut yang masih hidup, karena tidak ada yang menemani dari pihak keluarga. Hemm.... Dari KTP tertera asal mereka dari Flores, NTT. Dapat diduga, mereka adalah pekerja kebun sawit. Maka, prosedur untuk situasi emergency kadang menyesakkan. Untunglah ada Pak Camat dari Pundu yang kebetulan melintas. Dengan jaminan diri sendiri, ia bersedia mengantar Yohanes yang masih mengerang ke rumah sakit berjarak 60km. Sementara Fransiskus dititipkan di puskesmas terdekat. Tidakan cekatan ini memang tak juga bisa membebaskan Yohanes dari kematian, tetapi usahanya pantas diapresiasi. Tak berhenti di situ, ia sibuk mengontak sana-sini untuk mencari kerabat korban, agar situasi ini segera terkendali. Ketika pukul 19.00 wib saya datang karena kabar dari seorang teman, Pak Camat lantas menanyakan apa saya kerabatnya. Saya jawab bukan, tetapi cukup mengenal orang NTT dan menyanggupkan diri untuk mengatasi yang di rumah sakit. Mendengar itu, ia segera meluncur untuk mengurusi yang meninggal di puskesmas seraya meninggalkan nomor hp sebagai contact person. Urusan di rumah sakit (otopsi, perawatan jenazah, formalin) selesai pukul 21.00 wib. Dari pihak kerabat yang berhasil dihubungi, ada kata sepakat bahwa jenazah akan dibawa bersama menuju lokasi keluarga yang memakan waktu 10 jam perjalanan. Saya bersama teman-teman mengusung Yohanes pakai mobil ambulan menuju lokasi puskesmas. Di sinilah situasi kontra kembali nyata. Pak Camat itu masih sibuk mengatur ini-itu seraya memberi peneguhan kepada kerabat yang ada. Dua dos aqua disiapkan untuk pelepas dahaga. Namun, jenazah Fransiskus hanya teronggok di emperan luar puskesmas. Alasannya, tidak fasilitas ruang jenazah. Rumah tinggal para petugas puskesmas yang satu lokasi di situ juga terkunci rapat. Ketika kami mengetuk pintu untuk meminjam alas agar jenazah dapat ditata satu dalam ambulan tetap saja pintu tak terbuka. Pukul 00.30 wib situasi dapat teratasi. Lima orang kerabat plus jenazah Yohanes dan Fransiskus bergegas meluncur dalam satu ambulan menuju peristirahatan kerabat dekat sekitar 350km lagi. Namun, sebelumnya mereka mampir dahulu di rumah sakit kota untuk merawat jenazah Fransiskus yang belum terjamah. Kami yang sempat hadir mengiringi dalam doa. Pak Camat sekali lagi masih memberikan "bekal" dari saku celananya. Luar biasa. APRESIASI Di tengah hiruk pikuk pejabat publik yang cenderung sibuk dengan egonya, saya masih menemukan seorang camat yang seksi. Ketika saya tanya tentang sikapnya itu, ia menjawab, "Nasib manusia tidak ada yang menyangka. Saya hanya mencoba menempatkan diri dalam posisi mereka. Meski mereka bukan warga saya, itu bukan soal untuk memberikan pertolongan. Saya menusia yang kebetulan saja menjadi camat!" Nikmat sekali jawaban itu di telinga. Andai saja ini menerobos setiap pejabat publik, kiranya Indonesia makin merdeka. Di akhir tulisan ini saya ingin memberi apresiasi salut kepada Pak Camat dari Pundu sembari menukilkan kata-kata bijak, "Manusia itu pada hakikatnya adalah menolong. Ketika dia sudah tidak mau menolong, hakikatnya sebagai manusia sudah tereduksi." Salam Seksi.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun