Mohon tunggu...
As. kwok
As. kwok Mohon Tunggu... -

jadilah kehendak-Mu, di atas bumi seperti di dalam surga.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Inner Beauty - Spiritual (II)

13 Agustus 2010   08:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:04 1394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Inner Beauty, sebuah kata yang begitu magis. Sebagian besar orang percaya, bahwa ukuran paling sejati atas kecantikan, keindahan, dan keunggulan adalah “sesuatu” yang berasal dari dalam diri pribadi. Orang lantas berusaha mengendus “yang di dalam” itu dengan pelbagai teropong ilmu, agar dirinya dilingkupi oleh kecantikan alami. Dalam posisi inilah, saya ingin mencoba melihatnya dari sudut pandang spiritual. Dasar pemahaman saya adalah buku “Interior Castle” karangan Teresa dari Avila. Moga-moga bermanfaat.

1.HATI YANG MERANA KARENA CINTA

Manakala cinta sudah merasuk dalam dada, tetapi pribadi yang cinta tak bisa disentuhnya karena pelbagai penghalang, apa yang dirasa? Seseorang akan merana oleh “kemalangan” ini. Hati teriris pedih, sehingga mengumandangkan barisan kata, “Kenapa dahulu aku mengenalmu? Nyatanya aku tak mampu memilikimu?” Dalam bahasa Jawa terungkap kata indah, “Iso nyawang ora iso nyanding!” (hanya bisa memandang, tanpa bisa bersanding / menikahi).

Pada tahapan pertama perjalanan menelusuri keindahan hati, seseorang sudah disukakan oleh pelbagai daya tarik ilahi. Ketika pengalaman itu dijaga dan dikembangkan dalam doa, sehingga mengenal dirinya sendiri dan mulai memandang Allah, maka pelan-pelan seseorang akan melangkah maju. Namun, patut disadari, bahwa derap kaki masih cukup lemah, walaupun seseorang telah berani ambil keputusan secara serius dan kuat.

Apa yang sebenarnya terjadi? Pada posisi ini ada kelemahan yang menempel pada diri, yakni terpecahnya konsentrasi. Berdekatan dengan Allah terasa nyaman dan tenang, namun daya tarik dunia juga menyenangkan. Bisa juga terjadi, Allah masih sedemikian hambar dirasa, tetapi kesenangan dunia tidak memuaskan hati. Pendeknya, di tengah-tengah kemeriahan dan kesenangan duniawi, hati terasa kosong dan tak nikmat lagi.

Demikianlah penderitaan hati yang berada dalam situasi terombang-ambing bagaikan berada di tengah-tengah laut yang bergelombang.

2.TANDA ALLAH MENYENTUH HATI

Ada banyak cara yang dipakai Allah untuk mengetarkan hati. Apabila “suara” Allah mulai terdengar dan menggemakan hati, segala pengalaman akan dilihat sebagai campur tangan Allah. Kotbah-kotbah dan buku-buku rohani makin menyukakan hati. Ujian-ujian dan penyakit-penyakit yang diderita bukanlah sebuah kebetulan belaka. Seseorang akan memandang lebih terang, bahwa dunia ini penuh dengan tipu muslihat dengan segala kenikmatannya. Ia paham, mengikuti dorongan dunia akan menyebabkan gelisah, cemas, dan derita. Ada kesadaran baru untuk kembali ke rumah hatinya yang indah dan berharga.

Di sinilah rahasia orang yang mulai menekuni hidup doa dan mengenal dirinya. Pengertian akan hidup ini makin diperdalam, sehingga segala sesuatu yang tidak berkenan di hati Sang Kekasih (Allah) tampak sia-sia belaka. Hati mulai disentuh oleh Allah dan segala yang lain mulai tampak memudar. Allah dirasakan begitu besar dan memesonakan sedemikian rupa. Hati tergerak untuk semakin terpukau akan Allah dan kasih-Nya.

Sebagaimana seseorang yang dilanda jatuh cinta, ia begitu berani melakukan pelbagai tindakan agar bisa meraih kekasihnya. Lautan diseberangi, gunung didaki, lembah dan ngarai ditelusuri demi menyatukan dirinya dengan tambatan hati. Dalam ranah spiritual, seseorang yang merindukan Allah mulai berani melakukan puasa dan matiraga. Ia menjadi lebih disiplin dalam hidup rohani dan mengolah diri secara lebih serius. Tujuannya satu: “memeluk” Allah.

Inilah rahasia indah yang ditawarkan pada orang yang berani melangkah. Mata dan pandangannya menjadi cerah dan tidak begitu saja membiarkan dunia mencacah.

3.DISPOSISI PRIBADI

Berangkat dari dua “point” tersebut di atas, kiranya menjadi jelas akan adanya situasi perlawanan. Ada keinginan hati untuk menjadi baik, tetapi yang jahat masih begitu lekat. Setan senantiasa berusaha menyeret ke dalam dosa, tetapi berontak karena ketidaknyamanan yang ditimbulkan. Dunia yang menarik dimengerti penuh tipuan, namun hati belum juga tertambat seluruhnya pada kehendak Allah. Di sinilah penderitaan hati yang digoncangkan oleh dua tarikan: kekuatan cinta Allah dan keganasan tipuan setan.

Apa yang perlu dilakukan dalam situasi seperti ini? Ada dua tawaran yang bisa dipakai, agar kita dapat melangkah lebih maju lagi:

a.Masuk ke dalam diri

Saat kerinduan jiwa makin besar, langkah penting untuk membebaskan diri dari pengaruh serigala jahat adalah MASUK KE DALAM DIRI. Setan yang licik tidak perlu dilawan dengan debat pikiran. Hal seperti itu justru melelahkan dan mengeruhkan. Seseorang perlu makin menyelami hatinya yang indah untuk bertemu dengan Allah.

Salah satu cara masuk ialah dengan menyangkal diri dalam kelima panca-indera. Keburukan dunia yang terpampang dalam iklan, elektronik, majalah, etc pantas disangkal. Mata, hidung, telinga, mulut, dan lubang peraba dibiarkan teroles aliran kebaikan. Menanggalkan kecenderungan pemuasan panca-indera dan hidup tanpa terikat akan segala sesuatu menjadi prasyarat utama dan pemula. Tanpa itu cita-cita untuk memiliki keindahan hati hanyalah khayalan belaka.

Inilah jalan yang teramat penting untuk dilewati. Allah tinggal dalam lubuk hati yang paling dalam, dan setiap orang disentuh Allah untuk menjumpai-Nya. Justru karena itu, segala perjumpaan dengan dunia akan memberikan makna. Siapa yang mau menjangkau SEGALA, dia mesti meninggalkan segala.

b.Tekad yang kuat

Matiraga akan berhasil apabila disertai dengan tekad yang kuat. Tanpa itu, jiwa tidak akan pernah berkembang dalam doa maupun dalam hidup rohaninya. Apapun yang harus dialami, apapun yang akan terjadi, harga apapun yang harus dibayar, apapun yang digosipkan orang, janganlah mundur. Dalam situasi penuh tantangan, bahkan bila terasa orang hampir putus asa, bukanlah alasan untuk mundur. Tekad mesti tetap mantap dan tidak bersedia istirahat sebelum tujuan itu tercapai.

Memang, meski tekad disertakan, kelemahan masih sangat tampak. Untuk itu, ketekunan dipakai untuk menopang kelemahan itu. Malahan, dengan adanya kelemahan, timbullah kemauan untuk mendekat pada Sang Kuat. Ada aliran kesadaran sekaligus keyakinan, bahwa hanya dalam Allah akan menang, sebab kasih Allah jauh lebih besar daripada kelemahan insani.

Tekad seperti ini sangat relevan pada masa kini yang marak oleh krisis percaya diri dan kesetiaan. Dunia selalu menawarkan kejutan-kejutan yang bermaksud membelokkan arah tujuan ultim setiap manusia. Obat untuk menyiasati itu semua adalah ketekunan dan kesetiaan dalam segala. Inilah kunci untuk menjelajahi pusat hati, tidak pernah putus asa dan berani mulai dari awal, mencoba lagi dan mencoba lagi, mulai lagi dan mulai lagi.

Salam Cantik Simpatik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun