Pandemi Covid-19 membuat interaksi dan mobilitas masyarakat terbatas. Namun, hal tersebut tidak membatasi masyarakat untuk tetap produktif, salah satunya adalah dengan memanfaatkan berbagai fitur gawai. Di era pandemi, konten di media sosial menjadi sarana promosi yang sangat efektif. Hal ini membuat konten kreator harus selalu membuat konten yang menarik agar ditonton banyak orang.
Awalnya, banyak konten yang dibuat sebagai hobi lantaran banyak manfaat atau keuntungan yang didapat, antara lain mendapatkan uang dan dapat mengakses berbagai peluang. Hal ini membuat masyarakat berbondong-bondong memasuki dunia konten kreator sehingga persaingannya menjadi ketat. Oleh karena itu, tak jarang orang berlomba-lomba untuk bisa menarik perhatian para penonton dari berbagai platform hanya demi viral.
Tidak semua konten yang disajikan merupakan konten yang mendidik. Banyak orang yang ingin kontennya viral bukan karena prestasi, melainkan karena sensasi. Berbagai cara dilakukan hanya demi popularitas, salah satunya melakukan hal yang membahayakan nyawa. Dalam unggahan media sosial, seorang netizen merekam kejadian miris remaja Tangerang yang tewas terlindas truk.
Dalam gambar tersebut terlihat remaja yang sedang menghadang truk, diduga karena ingin melakukan challenge di aplikasi TikTok demi konten. Hal tersebut sontak membuat netizen geram karena tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga supir truk dan pengendara lain. Contoh konten lain yang merugikan dan membahayakan adalah pencemaran nama baik, prank tidak berfaedah, pamer kekayaan palsu, konten settingan, dll.
Latar belakang orang menghalalkan segala cara demi konten semata itu bermacam-macam. Menurut pandangan psikologi terdapat beberapa alasan, yaitu karena menjadi viral dianggap membawa keuntungan maka tak jarang orang ingin membuat kontennya viral tanpa memperhatikan makna dan efek yang akan didapat dari konten tersebut. Selain itu, dalam psikologi dikenal dengan istilah social comparison di mana seseorang enggan ketinggalan tren karena ingin menunjukkan kemampuannya. Faktor kecemasan yang dirasakan karena takut tertinggal suatu keseruan yang ada disekitarnya juga mendorong seseorang untuk mengikuti tren meskipun berbahaya.
Fenomena konten yang merugikan dan berbahaya tersebut harus kita hindari. Fenomena tersebut membuktikan bahwa betapa pentingnya pendidikan karakter dan etika dalam bermedia sosial. Membuat konten merupakan hak pribadi masing-masing, tetapi harus tetap memperhatikan etika dan moral, yaitu tidak mengandung unsur SARA, memberbahayakan, dan mengandung unsur negatif lainnya.
Lalu dengan apa kita bisa mengatasi konten merugikan dan berbahaya tersebut?
Kita harus memilah konten yang bermanfaat dan mengurangi atau menghindari konten negatif. Supaya bisa mengimbangi, alangkah baiknya kita membuat konten yang bermanfaat agar dapat menangkal penyebaran konten negatif. Jika menemukan konten yang negatif maka kita sebaiknya melaporkan kepada pihak yang berwenang. Peran orang tua dalam mengawasi anak juga berperan penting dalam mengatasi konten negatif pada anak.
Referensi :