1. Kasus Hukum dan Analisis menggunakan perspektif Filsafat Hukum Positivisme
Kasus : Seorang pejabat publik yang terlibat dalam korupsi dana proyek pemerintah. Meskipun pejabat tersebut berdalih bahwa sebagian dana digunakan untuk kepentingan sosial, tindakan ini jelas melanggar Undang-Undang Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) di Indonesia. Dalam kasus ini, ada perdebatan antara melihat hukum secara ketat sesuai aturan tertulis atau mempertimbangkan motif yang mungkin "berniat baik".
Analisis : Dalam perspektif positivisme, analisis terhadap kasus ini akan fokus pada ketentuan tertulis dalam Undang-Undang Tipikor tanpa mempertimbangkan niat atau tujuan dari pelaku. Positivisme mengutamakan bahwa hukum adalah produk negara dan harus ditegakkan sebagaimana yang tertulis. Dalam kasus ini, pendekatan positivisme akan memastikan bahwa pejabat tersebut dikenakan sanksi sesuai ketentuan dalam Unddang-Undang, tanpa memandang motif atau alasan pribadi yang mengarah pada kepentingan sosial. Ini menunjukkan bahwa dalam positivisme, aspek kepastian hukum menjadi prioritas utama, sehingga menegakkan aturan yang berlaku secara objektif.
2. Mazhab Positivisme
Pengertian :
- Aliran ini merupakan salah satu bentuk aliran dari filsafat hukum
- Aliran ini memiliki pandangan mengharuskannya adanya pemisahan antara hukum dan moral secara tegas
- Aliran ini sangat mengagungkan hukum yang tertulis. Hal ini terjadi karena meyakini bahwa tidak ada norma di luar hukuk positivisme. Sehingga apapun persoalan pada masyarakat wajib atau harus diatur dalam hukum tertulis
Jenis :
- Aliran Hukum Positif Analitis (Analytical Jurisprudence)
   Aliran yang dipelopori oleh John Austin. Ia berpendapat bahwa hukum sebagai suatu aturan yang ditentukan untuk membimbing makhluk berakal oleh makhluk berakal yang memiliki kekuatan mengalahkannya. Sehingga karenanya hukum, yang dipisahkan dari keadilan dan sebagai gantinya didasarkan pada ide baik dan buruk, dilandaskan pada kekuasaan yang tertinggi.
- Aliran Hukum Murni (Reine Rechtslehre)
    Aliran ini dipelopori oleh Hans Kelsen. Ia berpendapat bahwa hukum positif adalah suatu teori hukum yang senyatanya dan tidak mempersoalkan senyatanya itu, yakni apakah senyatanya itu adil atau tidak adil. Selain itu, dapat dikatakan bahwa hukum positif merupakan kebalikan dari hukum alam.
Bentuk :
- Positivisme Yuridis
   Tokohnya adalah R. Von Jhering dan John Austin.Â
   Terdapat prinsip-prinsip dalam positivisme yuridis yakni sebagai berikut :
a. Hukum adalah sama dengan Undang-Undang
b. Tidak ada hubungan mutlak antara hukum dan moral. Hukum adalah ciptaan para ahli hukum belaka.
c. Hukum adalah suatu closed logical system, untuk menafsirkan hukum tidak perlu bimbingan norma sosial, politik dan moral cukup disimpulkan dari Undang-Undang.
- Positivisme Sosiologis
Tokohnya adalah Augus Comte. Dalam perspektif positivisme sosiologis, hukum dipandang sebagai bagian dari kehidupan masyarakat. Dengan demikian, hukum bersifat terbuka bagi kehidupan masyarakat. Keterbukaan ini harus diselidiki melalui metode ilmiah.
Kelebihan :
- Adanya tatanan masyarakat yang teratur
- Adanya kepastian hukum
- Terjaminnya keadilan secara hukum
Kelemahan :
- Sulit tercapainya keadilan sosial
- Sistem hukum positivisme yang tertutup
- Sistem hukum dapat dipengaruhi oleh kekuasaan politik negara
3. Argumen tentang Mazhab Hukum Positivisme dalam Hukum di Indonesia
Menurut pandangan saya Mazhab positivisme masih memiliki pengaruh kuat dalam sistem hukum Indonesia, mengingat sistem hukum Indonesia berbasis pada hukum tertulis (civil law) yang mengutamakan peraturan perundang-undangan sebagai dasar utama. Di Indonesia, positivisme hukum berperan penting dalam menjaga kepastian hukum, terutama dalam penerapan aturan pidana, administratif, dan perdata. Namun, terdapat kritik bahwa pendekatan ini terkadang terlalu kaku dan tidak memperhatikan aspek keadilan substantif. Misalnya, dalam beberapa kasus perdata, pendekatan positivis mungkin mengabaikan keadilan bagi pihak-pihak yang terpinggirkan karena terlalu fokus pada teks hukum. Meskipun begitu, banyak ahli hukum di Indonesia mengakui pentingnya positivisme untuk menegakkan aturan yang objektif dan mencegah subjektivitas hakim, meskipun tetap perlu disandingkan dengan nilai keadilan yang hidup di masyarakat.