Mohon tunggu...
Arza Tallaut
Arza Tallaut Mohon Tunggu... Lainnya - Saku suku budaya

Menjadi manusia yang progresif dan revolusioner

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Menajamkan Ketumpulan Paradigma Positif terhadap Kata "Anjay"

14 September 2020   07:43 Diperbarui: 14 September 2020   09:30 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sampai hari ini kata yang masi teringat jika kebahagian muncul dan tetap di ungkapkan yaitu kata "anjay", ketika kita kembali mengingat kata kata yang di ungkapkan sebagai ekspresi kebahagiaan, sedih maupun marah, pasti kata kata yang di ucap adalah kebiasaan yang sudah ada dari dulu sampai sekarang masi di ucap karena turun temurun sudah terdengar di berbagai generasi,

Adapun kata "anjay" yang sebenarnya jadi ungkapan perasaan bangga terhadap seseorang ataupun diri sendiri, namun akhir-akhir ini kata "anjay" menjadi suatu hal yang buruk terhadap beberapa orang yang memang merasa terbebani dengan kata tersebut, contoh kata anjay sudah di pakai sampai ke pelosok timur indonesia karena di anggap sebagai suatu ungkapan bangga atau ungkapan senang terhadap orang maupun barang, 

kata anjay ini sudah di perhalus dari asal kata anjing atau sebuah binatang menjadi anjay dan selama ini anjay tidak pernah menimbulkan pertikaian antar dua pihak yang berujung ke tindakan hukum, contoh penggunaan kata anjay yang selama ini menjadi ungkapan: anjay jago juga yah lu, atau anjay keren juga yah sepatu lu.

 maaf kenapa kata kata lain yang lebih menyinggung tidak di permasalahkan apakah harus di viralkan di semua media biar bisa di protes, Indonesia sudah terlalu tua untuk memakai kata anjay, dan Indonesia terlalu muda untuk membangun paradigma positif terhadap satu kata.

Menjadi bangsa yang merdeka perlu berantas yang namanya merugikan negara dan merugikan rakyat bukan memperhatikan kata yang menjadi konsumsi publik dalam mengungkapkan kebahagiaan, sama saja seperti membatasi kebahagiaan hidup manusia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun