Depresi merupakan gangguan kontrol emosi yang terjadi pada seseorang sehingga dapat mempengaruhi kondisi fisik, kognitif, dan interpersonalnya dan berlangsung dalam intensitas yang tinggi dan menetap. Depresi sebenarnya merupakan pola perilaku normal yang biasanya banyak terjadi sebagai respons terhadap pengalaman hidup negatif seperti kehilangan sesuatu yang berharga dan adanya penolakan. Akan tetapi, depresi akan menjadi abnormal apabila intensitasnya bertambah dan menetap dalam waktu yang lama.
Menurut Aditomo dan Retnowati (2004), depresi mulai banyak muncul pada masa remaja dan mengalami peningkatan sampai 25 persen dari depresi yang ada pada anak-anak. Depresi remaja juga banyak dikaitkan dengan tingginya prevalensi bunuh diri dan penyalahgunaan narkotika. Depresi pada remaja dapat terjadi karena berbagai faktor, baik dari diri seseorang itu sendiri maupun adanya pengaruh luar yang mempengaruhinya. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Newsweek dalam “Perfeksionisme, Harga Diri, dan Kecenderungan Depresi Pada Remaja” (2004), yang menjelaskan bahwa dugaan tingginya angka depresi pada remaja erat kaitannya dengan meningkatnya angka perceraian, tuntutan akademis, dan tekanan sosial. Oleh karena itu, penulis ingin menggali lebih dalam mengenai hubungan terjadinya depresi pada remaja dengan faktor self-oriented perfectionism.
Perfeksionisme self-oriented merupakan perilaku menetapkan standar yang sangat tinggi terhadap diri sendiri dan melakukan pengawasan dan kritik diri secara berlebihan sehingga mengakibatkan seseorang tidak bisa menerima kesalahan atau kegagalan (Hewit dkk, 1995 dalam Perfeksionisme, Harga Diri, dan Kecenderungan Depresi Pada Remaja, 2004).
Remaja dengan kecenderungan perfeksionisme self-oriented akan cenderung menyalahkan dirinya saat mengalami kegagalan ataupun kesalahan. Remaja yang seperti itu cenderung mudah mengalami stres bahkan mengarah pada kondisi depresi yang buruk. Oleh karena itu, penting bagi masing-masing-masing diri individu untuk mengontrol dan paham betul akan emosi dirinya. Dengan kemampuan mengatur emosi yang baik, maka stres yang ada dapat dilepaskan ke arah yang positif seperti dengan banyak melakukan kegiatan bermanfaat yang disukainya.
Hal-hal yang positif dan disukai oleh remaja akan membantu dirinya dalam melepaskan stresor yang ada. Dengan demikian, tingkat stres remaja akan menurun dan risiko depresi bahkan bunuh diri juga menurun. Selain itu, dukungan dari orang-orang sekitarnya akan membantu remaja menyadari bahwa satu kesalahan yang diperbuatnya tidak secara langsung menggambarkan seperti apa kualitas diri mereka. Remaja harus memiliki kepercayaan diri yang baik sehingga mampu mengembangkan dirinya dengan semaksimal mungkin.
Sumber referensi :
Aditomo, A., Retnowati, S. 2004. Perfeksionisme, Harga Diri, dan Kecenderungan Depresi Pada Remaja Akhir. Jurnal Psikologi; 2(1): 1-14.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H