Mohon tunggu...
Bang Fu
Bang Fu Mohon Tunggu... Penulis - Kuncen di kolom #Criticaldailyreportase dan #PedagogI'n'AnalogI

"meletup-letuplah api kebersamaan dan jadikanlah daku penerang untuk gelapnya dunia ini" -sastrus24

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kritis Millenialism dalam Dua Pokok

4 Februari 2018   01:23 Diperbarui: 4 Februari 2018   02:10 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Semenjak kemarin jagat raya sosial kembali diriuhkan video dan pesan forward yang masuk dalam pesan-pesan saya. Dan pagi tadi saya coba mengecek objek viral tersebut di beberapa surat kabar. Dan ternyata sesuai dengan hipotesa saya mengenai dua berita yang cepat mengisi headline surat kabar tersebut. Berita pertama adalah insiden yang diperkenalkan sebagai kartu kuning untuk Jokowi, yang diinisiasi oleh Ketua BEM UI 2018 yang videonya sudah banyak beredar dan berita selanjutnya adalah kasus penganiayaan guru yang berujung pada kematian, terjadi di salah satu daerah di provinsi Jawa Timur.

Berita  pertama tentu tidak asing lagi di kalangan Mahasiswa, sebab dengan kondisi geografis yang terletak di titik pusat pemerintahan negara, sorotan kepada mereka cenderung dilirik oleh berbagai media serta didukung pula oleh kredibilitas kampus yang sudah bukan main-main lagi kapasitas mereka dalam rancangan program Mahasiswa seluruh Indonesia sebagai agent of change. Dalam pandangan saya, sudah tidak ada lagi yang harus digarisbawahi terhadap insiden yang menuai pro kontra di kalangan akademisi. Sebab, tuntutan mereka dirasa konkret mengingat sudah waktunya pemerintah "Berbenah" dalam artian pembenahan yang dilakukan menggunakan sudut pandang pelaku perubahan diantaranya adalah Mahasiswa tersebut.

Dintara tiga gugatan yang diajukan oleh Ketua BEM UI tersebut, ada hal menarik yang diajukan, yaitu pada gugatan yang terakhir, mengenai draft peraturan baru organisasi mahasiswa (ORMAWA) yang sebenarnya permasalahan itu belum kunjung selesai semenjak disusun akhir tahun kemarin. Seperti yang dilansir oleh TEMPO.CO (23/12/17), draft permenristekdikti dirasa mengekang kebebasan mahasiswa dalam berorganisasi maupun berserikat. diantaranya adalah Pasal 13.

Dalam pasal 13 Permen tersebut, pembatasan gerak mahasiswa dengan oraganisasi ekstra kampus benar-benar tidak diberikan ruang sama sekali, alasan psikologisnya dirasa sederhana, yaitu agar tidak ada lagi kepentingan politik yang masuk dalam ruang lingkup akademis, mencegah basis-basis ideologi yang tidak sejalan dengan pancasila dan UUD 45 berkembang dalam organisasi mahasiswa serta relevansi Kepmendikbud Nomor 155/U/1998 Tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi yang dirasa sudah tidak lagi efektif dan relevan untuk digunakan kembali. 

Dengan alasan psikologis tersebut tentu kemewahan yang didapat mahasiswa mengenai intelektualitas akan mengalami kemerosotan di tengah gempuran millenialism, sebab mematikan ruang gerak afiliasi mahasiswa dengan organisasi ekstra  berarti mematahkan persendian utama budaya intelektualitas yang membangunnya. Sebab pembangunan budaya tersebut tidak cukup hanya dari dalam kampus, perlu dorongan dunia luar kampus yang hal ini terwakili oleh Organisasi Ekstra Kampus.

Dan seperti yang saya sebutkan diatas, mengenai insiden kartu kuning untuk jokowi yang terjadi jumat kemarin, saya tidak perlu menggarisbawahi banyak hal yang diantaranya mengenai pro kontra perihal sikap, penempatan, dan cara penyampaiannya. Sebab mahasiswa butuh momentum yang tepat.

Headline selanjutanya adalah berita duka dan belasungkawa kepada Bapak Ahmad Budi Cahyono dan Pendidikan Indonesia yang (masih) belum bisa memberikan perlindungan terhadap karakter siswa didik dan terhadap guru. Sebenarnya permasalahan ini masih dapat dikategorikan sebagai masalah klasik yang belum kunjung selesai hingga saat ini. 

Mengingat tugas utama guru yang termaktub dalam UU RI No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Pasal 1 ayat 1 yang berbunyi: "Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah." Maka sudah sewajarnya kegiatan pendidikan yang dipasrahkan kepada para pelaku (stakeholders) diberikan wewenang dan perlindungan yang layak sebagaimana peraturan perundangan mengenai perlindungan anak yang saat ini sudah banyak memiliki pengawas.

Salah satu penyakit millenialismditengah semakin terbukanya pintu informasi tanpa adanya gerbang filtrasi adalah kecendrungannya yang semakin membuat generasi ini muncul sebagai generasi yang tindividualis bahkan tahapan penyakit yang paling kritisnya adalah apatis. Dan dalam kasus ini siswa sebagai pelaku adalah korban paling kritis penyakit Millenialism ini.

Pengalaman saya sendiri memang belum pantas untuk dipadankan dengan almarhum, akan tetapi asam-manis itu telah sedikit saya cecap di belantika jagad dunia pendidikan. Seperti halnya yang saya temui dalam beberapa kasus di beberapa daerah terdapat anomali perubahan zaman yang begitu cepat dan mengikis moral maupun karakter mereka. Walau saya bukanlah seorang guru, amanat yang ditangguhkan dalam undang-undang tersebut menuntut profesi guru untuk dapat mengambil banyak porsi kehidupan demi visi kehidupan yang ideal terhadap siswa-siswanya, dan sudah selayaknya mereka diberikan perlindungan dan fasilitas yang memadai.

Ada ungkapan dalam bahasa jawa yang berbunyi "guru iku digugu lan ditiru", ungkapan kuno itu tentu bermakna besar dalam dimensi profesi keguruan tersebut, diantaranya adalah tingkah laku yang menjunjung tinggi profesionalitas guru dan tindakan sepatutnya murid terhadap guru. Sebab, amanah yang diemban mereka sebagai pendidik bukanlah pekerjaan yang hanya sekali jadi atau bahkan sekali pakai. Bahasa guru-guru saya, "tidak ada mantan guru,".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun