Mohon tunggu...
Ary Tri Setyanto
Ary Tri Setyanto Mohon Tunggu... Insinyur - Engineer

Engineer Bidang Perencanaan Konstruksi Bangunan bidang MEP dan Manajemen Proyek. Tertarik dengan masalah keuangan, bisnis dan manajemen....

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pemahaman Pada Sesama

15 Mei 2010   20:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:11 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Di sela sela sibuknya kerja hari itu, ada sebersit kata yg tertangkap di benak ini yang selalu menggoda rasa ini untuk menorehkan dalam sebuah tulisan, setelah sekian lama benak ini ingin menuangkannya dalam tarian jari jari ini di atas keyboard. Setiap insan manusia akan membaca berbeda dari setiap kata yg terlontar dari sesamanya. Lagi lagi mengenai PERSEPSI. Persepsi acap kali menimbulkan kesalah pahaman. Persepsi bila tidak dimaknai betul akan menjadikannya batu sandungan bagi sesama. Dan, tentunya juga persepsi dapat menjadi satu keuntungan karena sering dimanfaatkan oleh orang marketing untuk menjual produknya… :). Disalah pahami. Acapkali itu terlontar di pikiran seseorang dalam men-judge orang lain sebagaimana dia maui, bukan berdasarkaan keadaan yang sebenarnya, karena keadaan sebenarnya yang mengetahui detail prosesinya adalah dirinya sendiri. Seseorang menilai sesamanya dengan pandangan ‘sang diri’ bukan berdasarkan pandangan ‘sang sesama’. Sudahkah sang diri bercermin dan instrospeksi mengenai judgement yg dia berikan kepada yang lain? Ataukah tetap bersikukuh akan pandangan pribadinya semata? Men-judge orang berdasarkan apa yang dia pandangi sebagai suatu kebenaran, bukan kebenaran yang hakiki.. Hal itu akan semakin menajamkan hubungan sosial antar sesama… yang berujung bahkan dalam kondisi yg mencemaskan, atau mungkin mematikan kreatifitas sang sesama.  :( Cap. Acapkali sebuah ‘cap’ terhadap sang sesama juga dilontarkan karena persepsi sang diri memandang sang sesamanya. Cap yang salah kadang terbawa hingga saat yang tidak diketahui… apalagi bila sang diri tidak dapat membuka diri untuk mendengarkan sang sesama. Mendengarkan. Bukan sekedar mendengar. Wrong estimated.  Acapkali sang diri menilai sang sesama dengan mata pandang sang diri saja… “siapa orang itu? Sehingga ia begitu hebatnya? Bisa begini, bisa begitu… pasti karena begini, begitu…”. Sudahkah kita bisa menerima orang lain dengan ke-apa ada-an sang sesama? Bisakah sang diri meninggalkan persepsi diri, membalikkan dengan kondisi apa ada nya sang sesama?? Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun