Mohon tunggu...
Ary Tri Setyanto
Ary Tri Setyanto Mohon Tunggu... Insinyur - Engineer

Engineer Bidang Perencanaan Konstruksi Bangunan bidang MEP dan Manajemen Proyek. Tertarik dengan masalah keuangan, bisnis dan manajemen....

Selanjutnya

Tutup

Money

Perginya Jeng SRI Vs Pesona World Bank [Daya Cengkeram Sekaligus Titik Celahnya]

18 Mei 2010   07:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:08 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti yang ditulis beberapa hari lalu tentang apa saja lembaga keuangan dunia yang memfasilitasi dana dana international, berikut adalah bagaimana kaitan Bank Dunia dan lembaga lain seperti IMF dapat dan/atau mungkin harus terlibat dalam penyelesaian kondisi ekonomi di suatu negara yang sedang mengalami krisis atau defisit, atau dalam kondisi 'harus' ditolong.

Disini penulis mencoba untuk sedikit berbagi. Semoga bermanfaat.

Bank Dunia (BD) atau WORLD BANK (WB), yang sebenarnya adalah The International Bank for Reconstruction and Development (IBRD).

Tugas pokoknya adalah: memberikan pinjaman kepada sebuah Negara untuk memajukan perkembangan ekonomi Negara tersebut. Dalam pendanaannya WB tidak berdiri sendiri tetapi dengan cara Co Financing dengan beberapa bank komersial internasional lain. Jadi tetap ada faktor profit-oriented di dalamnya. Karena dana yang dikucurkan ke negara tersebut harus dapat kembali lagi, atau dengan ketentuan ketentuan yang mengikat negara tersebut untuk mematuhi beberapa aturan yang dibuat.

Bagaimana peranan WB dalam membantu pengembangan ekonomi sebuah negara?

Awal dibentuknya WB adalah untuk memperbaiki perekonomian negara negara korban perang dunia kedua, dan mengatur perekonomian dunia. Sejalan dengan berjalannya waktu dan perkembangan dunia, WB kemudian memberikan pinjaman kepada negara negara non Eropa untuk membiayai proyek proyek di sebuah negara yang tentunya akan dapat menghasilkan keuntungan, agar pinjaman tersebut dapat dikembalikan.

Dan, sekitar tahun 1980-an, fokus pinjaman adalah kepada negara negara dunia ketiga atau yang sedang berkembang / terbelakang untuk tujuan pengentasan kemiskinan.

Namun, selayaknya orang yang meminjamkan uang, pasti ada maksud maksud tertentu di baliknya. Setuju ataupun tidak setuju itulah yang pasti terjadi. WB dalam mengucurkan dananya ke sebuah negara memiliki motif untuk ‘mengatur’ keadaan ekonomi di negara tersebut, yang menurut mereka bahwa dengan memberlakukan kebijakan-kebijakan yang mereka buat, mereka berharap keadaan ekonomi negara yang dibantu tersebut akan segera pulih, dan dapat segera membayar hutangnya.

Jadi, dapat diinterpretasikan bahwa WB akan mengatur ekonomi seluruh dunia dengan model yang sama, yang menurut keyakinan mereka adalah terbaik, dan tentunya menguntungkan.

Yang menjadi keprihatinan serta menuai pro kontra yakni dugaan kecenderungan WB yang terlampau jauh memasuki lingkup kewenangan internal Negara tertentu. Mengatur kondisi sosial dan politik di negara tersebut. Wajar saja, karena dengan kondisi sosial politik yang diharapkan stabil maka negara tersebut perekonomiannya diprediksikan juga akan membaik. Yang pada gilirannya juga akan meningkatkan kemampuan negara tersebut dalam memenuhi tanggung jawabnya terhadap WB yakni: membayar hutangnya.

Hal inilah yang dikuatirkan oleh beberapa pihak di Indonesia.  Bahwa latar belakang ditariknya Sri Mulyani Indrawati (SMI) menjadi Managing Director WB adalah: adanya deal deal tertentu antara pemerintah mengenai kebijakan-kebijakan di bidang politik dengan WB.

Namun secara jernih, saya berharap penuh dan yakin saja bahwa SMI merupakan pribadi yang memang kompeten di bidangnya, yang memang pantas duduk di jabatan tersebut. Terlebih kondisi di Indonesia saat ini yang kasat mata sedang banyak dipengaruhi oleh deal deal politik internal dalam negeri sendiri yang acapkali tidak selalu membawa perubahan ke arah yang baik bagi negeri sendiri, bahkan semakin memperburuk keadaan.

Dengan masuknya SMI ke WB diharapkan agar kepentingan Indonesia juga dapat diakomodasi, dan peranan Indonesia pun diperhitungkan. Semoga.

Kembali ke masalah WB. Dari 186 anggotanya, sejauh yang saya ketahui, USA -lah yang pemasok saham terbesar. Sekitar 16,8%. Diikuti Jepang (8,07%), Jerman (4,60%), dan Perancis (4,41%). Indonesia sendiri hanya sekitar 0,95%. Perlu diketahui juga bahwa besarnya saham ini merupakan cerminan seberapa besar hak voting yang dimiliki sebuah negara dalam pengambilan sebuah keputusan di WB. Atas dasar ranking prosentase kepemilikan saham tersebutlah dikuatirkan bahwa sebagian besar kebijakan yang dibuat oleh WB sangat dipengaruhi oleh ragam kepentingan USA. Merupakan sebuah kewajaran saya kira. Sama halnya, analogi dalam sebuah perusahaan: bahwa pemegang prosentase saham terbesarlah yang akan memegang kendali.

Namun di sisi lain, menurut keyakinan saya, kebijakan WB terhadap sebuah negara tidak sepenuhnya ditentukan oleh kepentingan USA. Dari 186 negara kalau bisa dibilang USA ‘hanya’ memegang 16,8%. Sebuah besaran prosentase yang kurang dari 50%. Tentunya akan ‘kalah’ dengan suara mayoritas (83,2%). Jadi sebenarnya tidaklah perlu terlampau menghawatirkan kemungkinan lebih diakomodasinya kepentingan pemilik saham terbesarnya. Yang terpenting adalah bagaimana negara kita dapat memperbesar perkembangan perekonomiannya, dan juga meningkatkan neraca perdagangannya yang sekarang sudah surplus cukup besar (sekitar 22Milliar dolar), beserta kecukupan cadangan devisanya (77 millar dolar). Juga, bagaimana menaikkan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) -nya.

Meskipun prosentase perbandingan utang Indonesia terhadap PDB-nya lebih kecil dibandingkan prosentase utang negara maju semisal USA terhadap PDB USA sendiri, namun PDB Indonesia sangat rendah dibanding dengan PDB USA. Yang lantaran itu, dibutuhkan upaya serius semua pihak untuk menaikkan PDB Indonesia. Sebab, dengan semakin naiknya PDB Indonesia otomatis semakin meningkat pula fundamental ekonomi Indonesia.

Cara lain yang lebih generik dan konsisten yakni: dengan meningkatkan ekonomi kerakyatan melalui pemberdayaan UKM.

Sehingga diharapkan Indonesia tidak akan terpengaruh apapun oleh kondisi ekonomi negara lain yang sedang alami krisis seperti di Yunani ataupun negara lain manapun semisal Portugal maupun Spanyol yang konon akan menyusul Yunani. 

Jika boleh dibilang peranan WB ataupun IMF sebenarnya sangat dibutuhkan untuk mengatasi perekonomian negara yang sedang mengalami keterpurukan, semua sangatlah tergantung pada sikap kita dalam 'mematuhi' keinginan WB maupun IMF. Dan, kondisi politik dalam negeri sendiri yang mutlak diupayakan secara mandiri tetap stabil. Karena hal fundamen tersebut akan sangat berpengaruh di dalamnya.

Salam

(aryts)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun