TANGERANG --- Desakan untuk mencopot Kepala Bidang Pengawasan dan Pengendalian (Kabid Wasdal) dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Tangerang semakin menguat setelah sejumlah aktivis dari Aliansi Mahasiswa Penegak Demokrasi (AMPD) mengungkap dugaan skandal korupsi dan kolusi yang melibatkan pejabat tersebut dengan beberapa pengusaha.
Dugaan ini tidak hanya mencoreng citra pemerintah daerah (Pemda), tetapi juga merugikan masyarakat dan keuangan daerah secara signifikan.
Investigasi intensif oleh kelompok aktivis mahasiswa menemukan bukti mencengangkan yang mengindikasikan adanya praktik suap yang dilakukan oleh pengusaha untuk mendapatkan perlakuan istimewa dari Kabid Wasdal.
Data Bapenda Kabupaten Tangerang per 24 November 2022 menunjukkan ada 176 tempat hiburan malam (THM), 37 hotel, 143 tempat parkir, dan 3291 restoran di wilayah tersebut. Meskipun Bapenda memiliki alat pengawasan pajak daerah untuk mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan akuntabilitas data pajak, dugaan manipulasi ini tetap terjadi.
Bapenda memiliki empat alat utama untuk pengawasan pajak daerah: Bluetooth Thermal Printer, Tapping Box, Tapping Server, dan Zeepos. Namun, dari keempat alat tersebut, hanya tiga yang sering digunakan, yaitu 61 Tapping Box, 431 Tapping Server, dan 124 Bluetooth Thermal Printer. Dari total 3647 objek pajak daerah, hanya 616 objek yang dipasangi alat pengawasan pajak.
Ironisnya, masih banyak objek pajak yang belum diawasi secara optimal, padahal pemasangan alat ini terbukti dapat meningkatkan pendapatan daerah secara signifikan.
Lebih parah lagi, investigasi menunjukkan bahwa banyak restoran masih menggunakan bon atau nota kertas manual untuk transaksi, bukan sistem komputer yang terintegrasi dengan alat pengawasan pajak.
Hal ini semakin memperburuk situasi, karena transaksi yang tidak tercatat dengan benar dapat mengakibatkan kehilangan pendapatan yang signifikan bagi daerah. Beberapa restoran yang tidak mau dipasangi alat perekam juga dilaporkan didukung oleh pihak-pihak berpengaruh.
Dalam tanggapannya, Kabid Wasdal Fahmi Faisuri mengakui bahwa beberapa restoran masih menggunakan sistem manual karena alasan tertentu dan mengklaim adanya tekanan dari pihak-pihak tertentu untuk tidak memasang alat perekam.
"Memang ada beberapa restoran yang masih menggunakan bon atau nota kertas, dan kami mengalami kendala dalam pemasangan alat perekam di beberapa lokasi karena adanya pengaruh dari pihak-pihak tertentu," ungkap Kabid Wasdal. "Kami menghadapi tantangan dalam menegakkan peraturan secara konsisten."