Mohon tunggu...
ary image
ary image Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Melihat dunia dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Dinasti Politik di Kabupaten Tangerang, Ancaman bagi Demokrasi Sehat

23 Mei 2024   15:39 Diperbarui: 23 Mei 2024   15:39 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis: Azis Patwara, Aktivis Mahasiswa Kabupaten Tangerang/dokpri

MUNCULNYA berita tentang bakal calon (Bacalon) bupati Tangerang yang berasal dari dinasti politik petahana memicu perdebatan hangat di kalangan masyarakat dan pengamat politik.

Dinasti politik, di mana kekuasaan di wariskan dari satu anggota keluarga ke anggota lainnya, telah lama menjadi isu kontroversial di berbagai daerah di Indonesia, termasuk Tangerang.

Di satu sisi, pendukung dinasti politik berargumen bahwa pengalaman dan jaringan politik keluarga ini dapat membawa stabilitas dan kontinuitas dalam pemerintahan. Mereka menilai bahwa keberhasilan anggota keluarga sebelumnya dalam memimpin dapat menjadi modal berharga bagi penerusnya.

Namun, di sisi lain, penulis menilai bahwa dinasti politik dapat menghambat regenerasi kepemimpinan dan membatasi kesempatan bagi calon-calon baru yang potensial.

Hal ini juga berpotensi memperkuat praktik nepotisme dan korupsi, serta melemahkan esensi demokrasi yang sejatinya memberikan kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam pemerintahan.

Menurut Dr. Haryanto dalam bukunya "Dinasti Politik dan Demokrasi di Indonesia" (2020), "Dinasti politik sering kali menciptakan oligarki di tingkat lokal yang menghalangi proses demokrasi yang sehat. Dengan adanya kontrol kekuasaan yang berpusat pada satu keluarga, peluang untuk munculnya pemimpin baru yang berkompeten menjadi semakin sempit."

Pendapat ini memperkuat argumen bahwa dinasti politik tidak hanya mengancam regenerasi kepemimpinan, tetapi juga dapat melemahkan sistem checks and balances yang esensial dalam demokrasi.

Lebih jauh lagi, keberadaan dinasti politik sering kali memunculkan ketidak puasan di kalangan masyarakat yang merasa bahwa kepemimpinan seharusnya didasarkan pada meritokrasi, bukan hubungan darah.

Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan, mengingat sejarah politik di berbagai daerah di Indonesia yang menunjukkan bahwa dinasti politik sering kali gagal membawa perubahan signifikan dan justru mempertahankan status quo.

Dengan munculnya bacalon bupati Tangerang yang masih berada dalam lingkup dinasti, penting bagi masyarakat untuk lebih kritis dan objektif dalam memilih pemimpin. Transparansi, rekam jejak, serta visi dan misi kandidat harus menjadi pertimbangan utama, bukan semata-mata karena nama besar keluarganya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun