Para pramugari semakin terpuruk karena pada kondisi normal saja mereka sudah berada pada situasi yang tak menguntungkan akibat kebijakan-kebijakan tak adil gender yang diberlakukan oleh maskapai tempat mereka bekerja.
Kebijakan yang tak adil gender tersebut antara lain adalah adanya perbedaan gaji antara pramugari dan pramugara, di mana pramugara mendapatkan upah yang lebih besar. Juga adanya kebijakan mengenai berat badan yang seolah hanya berlaku bagi pramugari, dan kebijakan tak adil lainnya yang hanya berlaku bagi pramugari.
Perempuan yang memiliki beban ganda, yaitu sebagai seorang pekerja perempuan dan juga sebagai seorang istri atau ibu, dinarasikan sebagai pihak yang memikul beban yang semakin bertambah berat, apalagi jika terinfeksi virus corona.
Kebijakan physical distancing membuat perempuan penyintas KDRT terjebak untuk berada dalam satu rumah dengan pelaku KDRT. Mereka sulit mengakses bantuan yang dapat menolong mereka. Selain itu, lembaga-lembaga yang memberikan pertolongan kepada korban KDRT tidak bisa bekerja secara maksimal. Perempuan semakin rentan menjadi korban KDRT.
Magdalene.co dengan kuasanya dalam memilih isu dan menentukan narasumber, mengingatkan pembaca bahwa kondisi perempuan tidak lebih baik, apalagi di tengah pandemi.
Sebelum Covid-19 melanda, posisi perempuan sangat tidak menguntungkan. Budaya patriarki melekat kuat dalam kehidupan sehari-hari dan terus-menerus ditampilkan secara meyakinkan oleh media. Pandemi Covid-19 memperparah situasi tersebut.
Hera Diani, salah satu pendiri Magdalene.co dalam sebuah artikel di Whiteboardjournal.com mengatakan, "...nilai-nilai yang kami angkat dalam semua konten kami itu feminis. And then we reclaimed that, we owned it."
Terus-menerus
Isu yang diangkat Magdalene.co dalam menyuarakan kepentingan perempuan, terutama selama pandemi ini, masih harus diramaikan. Magdalene.co punya keterbatasan dan tidak bisa dibiarkan sendiri. Kita beruntung ada Konde.co yang juga menghadirkan konten yang berpihak pada perempuan.
Kita juga harus bersyukur, masih ada jurnalis dan media, meskipun tak banyak, yang memberi ruang pada isu-isu perempuan di tengah tuntutan rezim traffic. Tapi itu tidak cukup. Kita butuh lebih.
Penyadaraan kesetaraan gender penting dikampanyekan terus-menerus. Media mainstream tidak boleh luput memberitakan sebuah peristiwa dari perspektif gender, terutama ketika melakukan pemberitaan di masa-masa krisis, seperti masa pandemi Covid-19.