Mohon tunggu...
aryo ramadhan
aryo ramadhan Mohon Tunggu... -

I am big fans of Prabowo!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Masih Pentingkah Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi?

27 April 2014   07:11 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:09 618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai warga negara Indonesia mungkin kita sudah tidak asing lagi dengan kata ‘Pancasila’ atau ‘Kewarganegaraan’. Jelas, karena sejak kita menginjakkan kaki di bangku sekolah dasar sampai sekolah menengah pertama kita sudah disuguhi dengan oleh pelajaran Pendidikan Pancasila atau Pendidikan Kewarganegaraan.

Sejak sekolah dasar, Pendidikan Pancasila saja mulai disuguhkan dengan butir-butir Pancasila. Bahkan selama dua belas tahun kita mengenyam pendidikan formal kita sudah dibiasakan untuk melafalkan butir-butir Pancasila setiap kali diadakannya upacara setiap hari Senin, dan hari-hari besar nasional.

Selama itulah, kita diajarkan bermacam-macam nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, bagaimana seorang manusia bersikap baik sebagai warga negara yang memiliki sifat nasionalisme, tanggung jawab, tenggang rasa, gotong royong, dan lain sebagainya.

Awal dari itu semua, selama kita mengenyam pendidikan di sekolah dasar, kita sudah diajarkan berbuat kebaikan berdasarkan norma dan nilai yang terkandung dalam Pancasila. Selama enam tahun inilah, kita sebagai manusia yang masih polos dan masih bertindak dalam keadaan bermain saja sudah mulai memikirkan akan jadi apa kita nanti. Kita berfikir menjadi seorang manusia yang baik  yang mengamalkan nilai-nilai Pancasila dan bercita-cita menjadi warga negara yang baik dan berjuang menjunjung dan menaikkan martabat bangsa dan negara.

Kemudian mulailah kita masuk ke dalam lingkungan sekolah yang baru, kita mulai merasakan perubahan dalam diri kita, perubahan dari anak-anak menuju remaja yang mulai semakin mengerti akan kehidupan.

Tentunya kita akan bicara tentang realita kehidupan anak zaman sekarang ini. Mungkin hanya sebagian kecil saja atau bahkan tidak ada murid yang memiliki antusias yang lebih akan mata ajar yang satu ini; Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

Mari kita lihat situasi sekarang ini. Murid-murid sekolah menengah pertama dan atas mulai bersikap dan bertindak sembarangan dan tidak baik, yang sebenarnya mereka adalah para penerus bangsa kita, para pemimpin bangsa kita.

Hal inilah yang mulai dikhawatirkan oleh para cendekiawan, pengamat, dan para orangtua. Apakah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan selama dua belas tahun belum cukup? Ataukah ada yang salah dengan metode pengajaran yang diberikan kepada murid? Atau memang jiwa nasionalisme bangsa ini sudah tidak ada lagi.

Pada masa di sekolah menengah pertama kita mulai mengenal dunia luar lebih jauh lagi. Mulai mengenal orang-orang dari berbagai lingkungan. Disinilah jiwa dan pikiran remaja awal ini diuji. Apakah kita adalah seorang anak yang memiliki jiwa penasaran yang besar, namun kita tetap menahan diri dan tidak terlalu terjerumus atau kita adalah seorang anak yang memiliki jiwa penasaran yang sangat kuat namun kita tidak bias menahan diri dan membiarkan ombak-ombak kehidupan menerpa kita dan membiarkan kita terlalu jauh terseret arus.

Di masa inilah kita mulai diuji. Pendidikan Pancasila hanyalah pelajaran formal yang tidak perlu terlalu dipikirkan atau bahkan untuk diamalkan. Murid-murid sibuk bermain dan mulai mencoba hal-hal baru.

Kemudian hal-hal baru yang mereka ikuti tanpa mereka tahu sebab akibatnya akan mulai melekat dan menjadi kebiasaan bagi mereka. Sekarang ini saja kita mendengar berita-berita tawuran, kekerasan, bahkan sampai kepada pelecehan seksual yang dilakukan oleh para remaja yang masih duduk di bangku menengah pertama.

Dimana nilai dan norma yang terkandung dalam Pancasila yang sering kita lafalkan setiap hari Senin? Dimana hasil dari pelajaran itu sendiri yang dapat kita amalkan di kehidupan remaja awal kita?

Padahal awal dari nilai-nilai kesopan santunan dan sikap nasionalis kita berawal dari pendidikan formal kita selama dua belas tahun.

Setelah kita lulus dari sekolah menengah pertama kita akan masuk ke kehidupan remaja sebenarnya yaitu sekolah menengah atas. Disinilah kebiasaan-kebiasaan yang sudah tertanam di sekolah menengah pertama semakin dipupuk.

Perkembangan globalisasi semakin pesat, dan sangat sulit untuk dicegah atau bahkan untuk diantisipasi agar tidak semakin merusak generasi bangsa.

Kita tahu dan menyadari dalam kehidupan realita. Para murid sekolah menengah atas saja mulai tidak memilik antusiasme terhadap mata ajar Pancasila dan Kewarganegaraan. Mereka hanya menganggap mata ajar tersebut hanyalah sebuah formalitas dan tugas yang wajib mereka kerjakan dan mereka pelajari dan ketahui tanpa mereka mengamalkannya.

Mereka mulai terlena dan tergoda dengan tawaran-tawaran menarik akan perkembangan dunia internasional dan era globalisasi. Mereka lebih memilih kehidupan yang bebas tanpa adanya jiwa nasionalis yang menuntun mereka.

Pertanyaan-pertanyaan semakin bermunculan; sudah hilangkah rasa nasionalisme dalam diri remaja kita? Siapakah yang akan kita harapkan untuk meneruskan cita-cita bangsa kita? Siapakah yang akan memimpin bangsa kita kelak?

Namun, janganlah kita berpikir bahwa benar-benar tidak ada lagi para generasi muda yang ingin menjadi penerus bangsa. Masih banyak para generasi muda yang juga memiliki jiwa nasionalisme yang kuat.

Jiwa muda kita tergoda akan perkembangan zaman, kita tidak lagi memikirkan apa itu Pancasila dan Kewarganegaraan. Kita hanya memikirkan ‘sekarang’ dan bukannya ‘nanti’ yang akan ditimbulkan oleh sikap kita sekarang ini.

Disinilah kita sebagai penerus bangsa dan berjiwa muda mulai memilah-milah gaya hidup dan melihat adakah kecocokan dengan butir-butir dan nilai yang terkandung dalam Pancasila. Sampai saat ini sebagian mungkin masih belum menyadari dan masih nyaman akan kehidupan yang mereka jalani; “kehidupan mengikuti arus perkembangan jalan”.

Lulus dari sekolah menengah atas kita mulai bangga dengan status kita sebagai seorang mahasiswa. Kita mulai memasuki dunia yang benar-benar baru. Sekolah informal, tanpa seragam, dan kita bebas berkspresi dengan karya-karya kita.

Didunia perkuliahan inilah kita semakin diuji dan ditentukan apakah kita benar-benar seorang penerus bangsa yang professional dan mampu membawa nama bangsa kita semakin berkibar dan dihormati oleh bangsa lain.

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan tidak berhenti sampai di tingkat sekolah menengah pertama saja, namun mata ajar ini kembali diajarkan.

Semakin muncul pertanyaan yang spesifik; pentingkah ilmu kewarganegaraan bagi mahasiswa? Bersyukurlah kita sebagai mahasiswa mendapatkan pelajaran tambahan dari ilmu kewarganegaraan. Karena sebagian dari kita masih tidak mampu untuk mengenyam pendidikan di bangku kuliah. Dan kita masih diberikan kesempatan terkakhir dan sangat besar untuk mendalami ilmu kewarganegaraan.

Jawaban dari pertanyaan di atas sangatlah singkat dan gambling; ilmu kewarganegaraan sangat penting karena kita sebagai mahasiswa adalah penerus bangsa yang pastinya akan memimpin dan membawa kemana bangsa ini akan berlayar ke seluruh dunia.

Jawaban itulah yang lebih kurang pasti kita dengar secara gamblang dan mudah dijawab oleh semua lapisan masyarakat.

Fakta yang terjadi sekarang ini adalah sangat sulit sekali untuk menekankan ilmu kewarganegaraan agar rasa nasionalisme muncul. Kita lihat sekarang ini di beberapa daerah masih bermunculan kerusuhan yang dilakukan oleh para mahasiswa, dengan dalih protes terhadap pemerintah berupa demo yang berujung kerusuhan.

Hal ini yang harus kita ubah. Ilmu kewarganegaraan di bangku kuliah memiliki metode yang berbeda, dengan materi yang berbeda. Biasanya, selama dua belas tahun ini kita hanya membaca, menulis, dan mengerjakan tugas serta soal ujian, sekarang ini, metoda di perkuliahan lebih kompleks.

Ilmu kewarganegaraan diajarkan mulai dari metode kuliah mimbar sampai dengan diskusi. Lebih menariknya lagi, mata kuliah ini diharapkan mampu merangsang para mahasiswa untuk menggali kembali rasa nasionalisme dan kesadaran akan diri mereka sebagai penerus bangsa.

Mahasiswa akan diminta untuk melakukan studi kasus, melakukan debat diskusi bersama teman-temannya, dan mengkaji ulang permasalahan-permasalahan yang sedang melanda bangsa ini seperti korupsi, permasalahan politik, kemasyarakatan, dan lain sebagainya.

Hal ini akan mendorong mahasiswa untuk semakin bepikir dan mulai merasakan rasa nasionalisme mereka yang telah lama hilang, yang sudah lama sekali mereka tidak rasakan selama belasan tahun.

Setelah mempelajari ilmu kewarganegaraan, diharapkan mahasiswa dapat bepikir lebih rasionalis, lebih kreatif, dan semakin menimbulkan rasa semangat akan memperjuangkan bangsa ini.

Mahasiswa diharapkan agar bersikap profesional, dan intelektual. Menjadi penerus bangsa yang bertanggung jawab, adil, dan memiki rasa solidaritas yang kuat antar sesamanya.

Bangsa kita membutuhkan penerus yang pintar dan cerdas. Membutuhkan pemimpin dari kalangan cendekiawan, berintelektual. Bukan hanya sekedar pemimpin dari sebuah partai politik yang dibaliknya memiliki kebutuhan dan masih memikirkan keuntungan yang akan didapat bagi partainya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun