“Konflik Antara A.S dan Korut”
.....karena sudah rahasia umum semua bidang kehidupan manusia dikuasai oleh negara paling adidaya. Konflik perang dingin yang terjadi sejak 1950, harus segera menemui ajalnya!
"Waorenk Soto khas Mak Suri”, “Toko Kelontong Chiak kian Wie”, di depannya adapula seorang laki-laki hitam bertubuh kecil yang berjualan es tebu, dan beberapa laki-laki perempuan mengitari tempat perjudian sekitar pasar. Itulah sebagian kecil pemandangan yang bisa dilihat generasi muda melalui foto-foto bersejarah yang terlukis sekitar tahun 1930 dan tahun 1950-an. Belum lagi, disana juga terpampang para pribumi yang sedang meniti batik selama bertahun-tahun, menyusun bata untuk para pedagang tiongkok. Bukti, bahwa mereka sedang memperjuangkan hidup di tengah seluk beluk penjajahan bangsa-bangsa kapitalis. Bagaimana tidak, jika di dunia bagian lain, sekumpulan kapitalis dan separuh komunis, sebangsa Amerika Serikat, Inggris, Belanda, Jepang, Jerman, Uni Soviet, beserta antek-anteknya sedang mempersiapkan perebutan kekuasaan. Siapa yang paling berkuasa, siapa yang paling banyak mempengaruhi para penghuni tanah jajahan, maka dialah sang adidaya.
Di tahun 1950, ketika bangsa ini baru saja merdeka dari pontang-panting penjajahan sang Nederland, saudara-saudara Indonesia yang ada di asia Timur, Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Asia Tengah sedangkan merasakan hal yang sama. Selepas perang Dunia 1 dan perang Dunia 2 baru saja menemui ajalnya, dengan kemenangan di tangan kapitalis pimpinan Amerika Serikat. Ada satu negara adidaya lainnya yang siap menabuh genderang untuk memonopoli kekuasaan dunia dan ini membuat negara-negara di Asia harus serba bingung memilih untuk ikut “siapa” dalam menata masa depan negaranya. Karena jika tidak, negara jajahan ‘baru merdeka’ tersebut harus siap mengalami kesulitan diplomatis ketika ingin duduk sejajar dengan negara-negara maju. Untungnya, Indonesia di era pemerintahan Soekarno ini dengan tegapnya bergabung dengan gerakan Non Blok.
Ketika melihat pemberitaan bahwa Amerika Serikat akan bukan lagi menjadi negara adidaya yang sepenuhnya adidaya, maka peperangan dibelakang layar pentas dunia mulai terjadi. Persaingan antara negara-negara ex komunis seperti Cina, Korea Utara, dan Rusia dengan ex kapitalis pimpinan Amerika Serikat semakin tampak di permukaan modernisasi. Hal ini berawal dari perang dingin yang konon secara tertulis melalui perjanjian dikatakan ‘selesai’ pada tahun 1990, namun nyatanya ini masih memanas dengan adanya ancaman-ancaman nuklir yang dilontarkan oleh Korea Utara. Bebarapa mingu lalu, tepatnya pertengahan Desember 2014, penyadapan informasi terkait dengan desain, bahan, dan film yang dimiliki oleh “Sony Pictures” yang merugikan miliaran dollar milik A.S. dengan sekutunya Korea Selatan dituduhkan kepada Korea Utara. Keduanya saling melempar tuduhan. Obama menuduh Korut sebagai dalam peretasan yang wajib dikenai sanksi di pentas PBB. Pemerintahan Korut menuding A.S. sebagai ‘monyet’ yang berani menyebarkan film tidak benar tentang Korut. Cina, sebagai kawan terbaik Korut, menegur A.S. karena tidak menghargai pemerintahan negara lain dengan menayangkan film tersebut (Media Massa, 14-20 Desember 2014).
Hingga detik ini, salah satu pihak mengeluarkan statement bahwa tidak menutup kemungkinan akan muncul Perang Dunia III jika berani menganggu kedaulatan negara lain. Menurut, Leo dalam bukunya “Politik Luar Negeri”, jika negara A berkuasa, negara lain harus mengikut pada negara tersebut, namun jika yang berkuasa bukan hanya tunggal, maka akan terjadi perebutan kekuasaan dengan cara yang lebih modern. Tidakkah bisa dicermati, masing-masing sekutu negara komunis dan kapitalis dua-duanya tidak ingin ada satu pemerintahan mendominasi. Maunya, siapa yang paling kuat, dialah sang Adidaya. Tentunya, sikap negara-negara berkembang tak bisa sembarangan kepada dua-duanya, karena sudah rahasia umum semua bidang kehidupan manusia dikuasai oleh negara paling adidaya. Konflik perang dingin yang terjadi sejak 1950, harus segera menemui ajalnya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H