Mohon tunggu...
Aryna Qorry
Aryna Qorry Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Program Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir STAI Al-Anwar Sarang-Rembang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pernikahan Dini: Antara Tradisi, Norma Hukum, dan Realita Sosial

4 November 2024   12:45 Diperbarui: 6 November 2024   14:13 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pernikahan Gus Zizan dan Kamila Asy Syifa. instagram/zannnsrn 

Pernikahan dini di Indonesia terus menjadi topik yang kontroversial dan sering memicu perdebatan di kalangan masyarakat. Fenomena ini semakin ramai di perbincangkan  ketika melibatkan tokoh publik seperti Gus Zizan, seorang tokoh agama dan influencer, yang baru-baru ini menikahi Kamila Asy Syifa, seorang gadis berusia 17 tahun. Keputusan ini bukan hanya menarik perhatian media, tetapi juga memicu reaksi tentang agama  dari masyarakat.

Di satu sisi, sebagian kalangan mendukung pernikahan ini dengan alasan kesesuaian dengan nilai-nilai agama dan tradisi. Namun, di sisi lain, banyak yang mengkritik langkah tersebut sebagai pelanggaran terhadap hak anak dan berpotensi menimbulkan dampak sosial yang negatif. Dalam konteks hukum Indonesia, pernikahan di bawah usia 19 tahun bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, yang menetapkan batas usia minimal untuk menikah.

Artikel ini akan membahas berbagai cara pandang terkait pernikahan Gus Zizan dan Kamila Asy Syifa, serta asumsi sosial dan hukum dari pernikahan dini di Indonesia. Dengan memahami berbagai sudut pandang ini, diharapkan pembaca dapat memperoleh wawasan yang lebih mendalam mengenai isu yang tepat dalam konteks masyarakat saat ini.

Konflik identitas menjelaskan bagaimana individu atau kelompok dapat mengalami ketegangan ketika nilai-nilai pribadi dibandingkan dengan norma sosial atau hukum yang berlaku. Dalam kasus Gus Zizan dan Kamila, terdapat dua identitas yang berkonflik  yaitu identitas sebagai tokoh agama dan influencer yang mendukung pernikahan dini, serta identitas sebagai warga negara yang terikat oleh hukum yang melarang pernikahan di bawah umur.

  1. Identitas Agama : Gus Zizan berasal dari latar belakang pesantren dan dikenal sebagai penceramah. Dalam konteks ini, banyak pendukungnya mungkin melihat pernikahan dini sebagai bagian dari ajaran agama yang harus diikuti. Mereka berargumen bahwa pernikahan adalah sunnah Nabi dan bagian dari norma sosial yang harus dipatuhi.
  2. Identitas Hukum : Di sisi lain, hukum Indonesia menetapkan batas usia minimal untuk menikah adalah 19 tahun. Dengan Kamila yang masih berusia 17 tahun, pernikahan ini dianggap melanggar undang-undang yang ada. Kritikan dari masyarakat mencerminkan kesadaran akan pentingnya perlindungan anak dan hak-hak mereka, serta persetujuan terhadap normalisasi pernikahan dini.

Pernikahan Gus Zizan dan Kamila juga menciptakan dampak sosial yang signifikan. Banyak netizen yang mengungkapkan kekhawatirannya bahwa pernikahan ini dapat meromantisasi praktik pernikahan dini, yang memiliki konsekuensi serius bagi kesehatan mental dan fisik pasangan muda. Komentar-komentar di media sosial menunjukkan bahwa masyarakat tidak hanya menilai tindakan individu tetapi juga mempertimbangkan dampak yang lebih luas terhadap norma-norma sosial. 

Ibunda Kamila, Alia Suryani, membela keputusan tersebut dengan menyatakan bahwa mereka telah berkonsultasi secara hukum sebelum menikahkan putrinya. Ia menanggapi kritik dengan menyebut para pengkritik sebagai "SDM rendahan," menunjukkan adanya ketegangan antara identitas keluarga yang mendukung keputusan tersebut dan identitas masyarakat yang menolak melakukan pernikahan dini.

Kasus pernikahan Gus Zizan dan Kamila Asy Syifa mencerminkan kompleksitas konflik identitas dalam masyarakat Indonesia. Ketegangan antara nilai-nilai agama dan hukum serta norma sosial menunjukkan bahwa persoalan pernikahan dini bukan hanya masalah individu tetapi juga berkaitan dengan dinamika sosial yang lebih luas. Penting bagi masyarakat untuk terus berdiskusi tentang batasan-batasan hukum dan nilai-nilai budaya untuk mencapai keseimbangan yang lebih baik dalam memahami isu-isu sensitif seperti ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun