Saya ingat pelajaran IPS sewaktu SD, bahwa sumber energi ada yang bia diperbarui dan tidak bisa diperbarui. Air, matahari, angin merupakan sumber energi yang tak akan habis, sementara energi yang berasal dari fosil bia habis sewaktu-waktu. Selama ini, untuk kebutuhan sehari-hari kita menggunakan energi yang bersumber dari fosil, seperti bensin, LPG, solar, minyak tanah, dan avtur. Guru saya selalu mewanti-wanti agar kami bisa memanfaatkan energi dengan efektif dan efisien, utamanya yang berasal dari fosil. Saya pun mulai berpikir dengan logika kanak-kanak waktu itu, jika energi yang berasal dari tambang bumi habis, lalu bagaimana kendaran-kendaraan bisa berjalan tanpa bahan bakar? Bagaimana listrik bisa menyala? Bisa-bisa kembali ke jaman Flinstone.
Saya takut tak bisa mengendarai kendaraan bermotor, hidup tanpa menonton televisi, malam hari tanpa sinar lampu neon, menimba air untuk mandi, memakai baju tanpa disetrika, menunggu berlama-lama agar rambut yang basah kering…
Saya ketakutan kehilangan semua itu. Saya, begitu juga anda, tentu pernah berpikir seperti ini. Kita semua pasti sepakat, kehidupan di atas muka bumi ini memerlukan energi. Energi yang selama ini kita gunakan berasal dari fosil dan bahan tambang lainnya. Semantara itu, matahari adalah sumber energi terbesar dalam tata surya kita. Ia ada dan dapat digunakan begitu saja. Manusia tak perlu mengusahakan, cukup memanfaatkannya.
Hal ini berbeda dengan energi yang bersumber dari fosil dan tambang bumi lain seperti batubara. Ilmuwan dan tenaga ahli memerlukan studi dan upaya yang sangat keras untuk menemukan sumber energy ini. Tak terhitung tenaga dan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan energy yang sekarang ini dapat kita nikmati dalam kehidupan sehari-hari. Kita seperti terlena dengan energi yang berasal dari fosil, sehingga kita lupa bahwa energy yang bersumber dari hasil pertambangan bumi bisa habis sewaktu-waktu.
Sejumlah orang mulai berpikir mengenai energi alternatif, seperti bio-diesel, panel surya, dan geothermal. Hal ini tentunya disertai dengan kesadaran akan menipisnya sumber energi yang tidak terbarukan dan kebutuhan konsumsi energi yang semakin meningkat seiring pertumbuhan penduduk dunia. Mereka pun membuat beberapa tindakan. Namun agaknya kita masih sangat bergantung dengan sumber energi dari fosil dan bahan tambang lainnya untuk mensuplai kebutuhan energi sehari-hari.
Tak banyak orang tahu mengenai energi alternatif dan terbarukan. Bio-diesel dan panel surya mungkin sudah agak popular, namun tidak demikian halnya dengan geothermal atau panas bumi. Geothermal atau panas bumi masih terdengar asing bagi masyarakat awam. Padahal sumber energi ini sangat banyak terkandung di bumi, khususnya di Indonesia yang berada dalam kawasan cincin api.
Berdasarkan data Badan Geologi tahun 2009, setidaknya ditemukan delapan lokasi baru geothermal dengan total potensi 400 MWe (Mega Watt Energy). Delapan lokasi ini tersebar di tiga titik di Sulawesi Barat, 2 titik di Maluku Tengah, 1 titik di Maluku Barat, dan satu titik di Manokwari, Irian Jaya Barat. Saya tidak tahu persis mengenai data terbaru, namun saya yakin aada pembaruan data mengenai peta sumber daya panas bumi di Indonesia.
Saya berpendapat potensi ini sebaiknya dimanfaatkan dengan baik untuk kemaslahatan bangsa. Saya rasa, saat ini masyarakat sudah jauh lebih paham mengenai ancaman krisis energi konvensional, dalam hal ini yang berasal dari fosil dan tambang bumi lainnya. Setidaknya, dalam pandangan saya, jika energi ini bisa dialokasikan untuk listrik, pemerintah sedikit bisa bernafas lega. Pasalnya suplai listrik tidak bergatung lagi pada energi fosil.
Terlebih jika kita melihat potensi geothermal yang tersebar di negeri ini, rasanya masyarakat yang ada di pulau Irian misalnya bisa mendapatkan suplai listrik yang sumber energinya adalah panas bumi. Pemerintah tak terkecuali masyarakat hendaknya mendukung langkah pemanfaatan sumber daya panas bumi ini.
Kita semua membutuhkan energi untuk masa depan bangsa yang lebih baik. Penghematan energi harus tetap dibudayakan, begitupun penemuan sumber energi baru yang terbarukan harus tetap dilakukan. Hal ini bertujuan agar timbul keselarasan antara penemuan energi dan pemanfaatannya berikut pelestarian alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H