Mohon tunggu...
Ary Ginanjar
Ary Ginanjar Mohon Tunggu... CEO ESQ Groups dan ESQ Leadership Center -

Ary Ginanjar Agustian Pendiri Lembaga Training ESQ, ACT Consulting, Assessment Center, ESQ Bussiness School, ESQ Tours and Travel. Menara 165

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Bagaimana Menghilangkan Belenggu Prinsip Hidup

16 September 2014   21:28 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:30 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana caranya untuk menghilangkan belenggu prinsip hidup

Jembatan Golden Gate tempat bunuh diri orang yang terbelenggu dengan prinsip hidup

Beberapa dekade ini, kita menyaksikan bagaimana prinsip hidup menghasilkan tindakan yang beragam. Prinsip hidup yang dianut telah menciptakan berbagai tipe orang dengan pemikiran dan tujuan masing-masing. Setiap orang terbentuk sesuai prinsip yang dianutnya. Hasilnya bisa dianggap hebat, mengerikan, bahkan menyedihkan. Di Jepang, ada budaya harakiri. Tatkala seseorang merasa bersalah atau putus asa, ia akan menusukkan pedang Katana dan merobek lambungnya, hingga kemudian mati perlahan. Jembatan Golden Gate di San Francisco adalah tempat bunuh diri yang populer di Amerika Serikat, yang mengagungkan Kapitalisme. Sementara di belahan bumi yang lain, Uni Soviet runtuh setelah lama menganut paham Komunisme

Paham Peter Drucker dalam bukunya Management by Objective bisa menghasilkan materialis di bidang ekonomi, efisiensi dan kemajuan teknologi, tetapi tidak memiliki ketenteraman batin, dan merasakan ada sesuatu yang hilang dalam hidup. Ada pula penganut Taoisme yang mengagungkan ketenteraman dan keseimbangan batin, namun lari dari tanggung jawab ekonomi. Pemikiran Dale Carnagie yang sangat mementingkan arti “penghargaan” begitu memengaruhi jutaan orang di dunia dalam bertingkah laku, namun masih belum menyentuh sisi terdalam karena begitu mendewakan penghargaan.

Prinsip Ubermensch atau “ras Aria adalah ras tertinggi” dan prinsip “Befehl ist Befehl” atau ‘perintah adalah perintah’ yang selalu dikumandangkan oleh Jenderal Besar Nazi dan dipegang teguh oleh tentara Nazi Jerman pada Perang Dunia II, memang berhasil membuat Jerman begitu perkasa saat itu. Sebagian daratan Eropa dikuasai dalam waktu relatif singkat. Namun akhirnya, sejarah mencatat Nazi Jerman ambruk dan Hitler bunuh diri. Cerita klasik Romeo dan Juliet yang mati bunuh diri bersama karena sebuah cinta, kemudian ditiru oleh sebagian remaja di dunia.

Di bidang politik, berlaku prinsip “Tidak ada persahabatan abadi, yang ada hanya kepentingan abadi.” Prinsip ini sungguh melawan suara hati manusia, yang sejatinya sangat memuliakan arti persahabatan, tolong-menolong dan kasih-sayang dan kejujuran. “Yang penting penampilan,” adalah salah satu prinsip hidup yang telah membelokkan pemikiran sebagian masyarakat menjadi konsumtif dan mendewakan penampilan luar, tanpa memperhatikan sisi terdalam manusia yaitu hati nurani. Banyak dari generasi muda sekarang begitu bangga akan pakaian dengan merek terkenal dan harga mahal. Lebih parah lagi, seseorang akhirnya dinilai dari merek yang dipakainya Prinsip-prinsip yang tidak sesuai dengan suara hati fitrah akan berakhir dengan kegagalan, baik fisik maupun nonfisik. Dunia telah membuktikan bahwa prinsip yang tidak sejalan dengan suara hati fitrah atau mengabaikan hati nurani seperti contoh di atas, mengakibatkan kesengsaraan, bahkan kehancuran. Nilai-nilai buatan manusia, sebenarnya adalah upaya pencarian dan coba-coba manusia untuk menemukan arti hidup yang sesungguhnya. Contoh lain dari usaha pencarian manusia adalah pada teori Maslow. Apakah Anda menyadari bahwa Piramida Kebutuhan pada teori Maslow (Maslow’s Hierarchy of Needs) seharusnya dibangun terbalik (Inverting Maslow’s Hierarchy)? Hal ini baru disadari di akhir hayat Maslow, ia telah salah dalam menempatkan sequence (tingkatan) of needs pada piramidanya. Artinya, pemahaman makna hidup dan aktualisasi diri (self actualization) yang semestinya diletakkan sebagai kebutuhan awal manusia, justru diletakkan di tingkat piramidanya yang terakhir.

Demikianlah, bahwa hanya dengan prinsip hidup yang kuat pada sesuatu yang abadi, manusia akan mampu menuju kebahagiaan dan keamanan yang hakiki. Berprinsip dan berpegang pada sesuatu yang labil, niscaya akan menghasilkan sesuatu yang menyengsarakan

Dr (HC) Ary Ginanjar Agustian : Pendiri Training ESQ dan Pakar Pendidikan Karakter

- See more at: http://aryginanjar.com/bagaimana-menghilangkan-belenggu-prinsip-hidup/#sthash.veXouMsW.dpuf

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun