Mohon tunggu...
Arya Wahyu Pratama
Arya Wahyu Pratama Mohon Tunggu... Jurnalis - Masters Student | Teacher | Freelance Writer

Semasa kuliah S1 aktif di berbagai organisasi diantaranya Ketua HMJ Sastra Arab, Koordinator Jurnalistik Internship Humas UM, Wakil Ketua BEM UM, dan Koordinator Wilayah Aliansi BEM SI Jatim. Selain itu juga berhasil menjuarai berbagai perlombaan dan penghargaan diantaranya: Juara 2 Debat Bahasa Arab ALAFEST PBA UMM, Finalis LIDM, dan penerima Djarum Scholarship. Saat ini melanjutkan pendidikan di S-2 Magister Keguruan Bahasa Arab UM. Mengabdi sebagai guru bahasa Arab di SMP IT Asy-Syadzili Malang. Dan menjadi anggota badan ad-hoc KPU Kabupaten Malang sebagai Anggota PPS di Desa Tumpang. Bersedia diundang menjadi pemateri tentang Leadership, Kepenulisan Jurnalistik, dan Pelatihan Bahasa Arab. Untuk komunikasi lebih lanjut dapat dihubungi melalui DM IG @aryawahyuprat atau melalui surel aryawahyup22@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Kapan UM Serius Menangani Kasus Kekerasan Seksual?

10 Maret 2022   13:27 Diperbarui: 10 Maret 2022   14:45 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tugas kampus seharusnya

Sebenarnya UM memiliki unit-unit yang menangani kekerasan seksual ini. Sebut saja ada di LP2M Pusat Studi Gender dan kesehatan, ada juga layanan kesehatan mental Peer Counseling Corner. Namun pertanyaan selanjutnya adalah sudahkah unit-unit itu berjalan maksimal untuk menangani kasus kekerasan sekdual? Sudahkah ada SOP yang jelas bagaimana jika terjadi kasus kekerasan seksual?

UM juga belum menjalankan amanah yang disampaikan dalam permendikbud Nomor 30 tahun 2021 ini. Dalam BAB II pasal 6 dijelaskan kewajiban perguruan tinggi untuk melakukan pencegahan kekerasan seksual melalui 3 cara yaitu: pembelajaran, penguatan tata kelola, dan penguatan komunitas budaya mahaiswa, dosen, hingga tendik. Sudah jelas bahwa perguruan tinggi memiliki tugas dan tanggung jawab yang krusial dalam hal ini.

Dalam BAB III pasal 10 juga dijelaskan bagaimana langkah penanganan yang harus dilakukan mulai dari pendampingan, perlindungan, pengenaan sanksi administratif, hingga pemulihan korban. Namun semuanya kembali lagi kepada realita yang terjadi hari ini bahwa semua itu belum kita rasakan !

dokpri
dokpri

Konsekuensi Tidak Adanya Satgas

Banyak sisi negatif jika satgas kekerasan seksual tidak segera dibentuk di lingkungan UM. Tentunya kita tidak mau kasus kekerasan seksual yang telah terjadi di kampus lain, terjadi juga di kampus kita. Jangan sampai apa yang dilakukan oleh Dekan FISIP Unri kepada salah satu mahasiswanya terjadi di lingkungan UM, juga kasus meninggalnya mahasiswi UB almh Novia Widyasari terjadi kepada salah satu mahasiswa UM. Cukuplah rentetan kasus itu menjadi pelajaran bagi kita bahwa kasus kekerasan seksual itu benar-benar terjadi dan ada. Korban harus mendapatkan penanganan yang serius dan efektif hingga pulih kembali, dan para pelaku kejahatan seksual harus dihukum sesuai aturan yang berlaku.

Dalam Permendikbud No. 30 BAB IX pasal 57 juga dijelaskan bahwa perguruan tinggi yang belum memiliki satgas pencegahan kekerasan seksual diharuskan membentuknya paling lama 1 tahun setelah peraturan disahkan. Oleh karena itu, mari bersama mengawal pembentukan satgas ini di lingkup UM mengingat sudah 6 bulan persturan disahkan dan belum kelihatan tindak lanjut yang nyata. Seandainya UM gagal melakukan pencegahan terhadap kekerasan seksual maka akan dikenakan sanksi berupa penghentian bantuan keuangan atau bantuan sarana hingga penurunan tingkat akreditasi sesuai yang disampaikan dalam pasal 19 Permendikbud PPKS.  

Memang Permendikbud ini masih menuai pro dan kontra ditengah masyarakat kita. Namun yang kita butuhkan sekarang adalah payung hukum yang melindungi korban kekerasan seksual itu. Anda bisa membayangkan bagaimana jika kakak, adik, atau bahkan anak anda yang sedang berkuliah tiba-tiba menjadi korban kekerasan seksual. Sedangkan kampus tempat ia belajar tidak serius mengawal kasus kekerasan seksual. Jangankan satgas untuk mengawal kekerasan seksual, sosialisasi saja tidak pernah diadakan! Apakah harus menunggu korban berjatuhan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun