P5 adalah sebuah solusi untuk sekolah agar bertahap meninggalkan tradi belajar individual, tutup buku, disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Dunia saaat ini dan sejak dahulu kala telah terbiasa dengan penyelesaian masalah yang menggunakan pendekatan interdisiplin atau melibatkan beragam disiplin ilmu guna menyempurkan penyelesaian mengarah ke solusi yang efektif dan efisien.
Tak ada masalah di dunia ini hanya selesai dengan melakukan pendekatan satu disiplin ilmu saja. Guru seharusnya menyadari hal ini, namun kenapa mereka lebih puas mengajar tanpa berunding dengan guru mata pelajaran lainnya agar bergerak untuk membuat pembelajaran yang terintegerasi yang lebih berpusat kepada kolaborasi daripada hanya sendiri-sendiri?
Mungkin guru kita ini belum mendapat pemahaman bagaimana cara berkolaborasi untuk melakukan pembelajaran terintegerasi yang melibatkan beragam disiplin ilmu guna membangun kebiasaan belajar dari pada murid agar dapat melihat masalah dalam beragam perspektif disiplin ilmu. Atau mungkin guru kita saat ini adalah produk dari tradi belajar tutup buku, individu dan pilihan ganda?.
Untuk itu adalah baik pimpinan sekolah dalam hal ini kepala sekolah memahami kebutuhan untuk melatih para guru agar berkomunikasi antar disiplin ilmu dan membangun pembelajaran yang terintegrasi menuju sebuah solusi yang komprehensif dan holistik.
Stop menjalankan sekolah yang tradisinya tidak berubah dari kakek hingga cucunya, sekolah hanya gitu-gitu saja, upacara bendera setiap senin, duduk manis mendengarkan guru, guru asyik menyelesaikan isi buku, selanjutnya ulangan harian, lalu ulangan tengah semester, dibagilah laporan hasil belajar, dilanjutkan lagi hingga akhirnya ulangan akhir semester.
Pekerjaan ini layaknya mesin tua yang telah diprogram bekerja begitu-begitu saja. Sungguh sesuatu yang tragis jika sekolah masih melakukan tradisi-tradisi lama yang sudah tidak lagi digunakan di masa murid kelak.
Kenyamanan di zona yang sempit yang juga tidak dikritisi oleh pengawas sekolah bahkan pengawas sekolah pun hanya memahami tradisi lama memberikan dampak kualitas pendidikan di negara kita terpuruk dan kalah dengan negara tetangga. Kemampuan literasi masih dibawah rata-rata dunia, juga numerasi. Ini semua merupakan salah satu dampak dari sekolah yang hanya menjalankan tradisi yang tidak diupdate dan diupgrade menuju kebutuhan dunia saat ini.
Tanpa perlu mengucilkan siapapun, mari para pembaca yang budiman kita mulai gerakan dari diri kita untuk terbiasa menerapkan pembelajaran yang terintegrasi kepada murid kita, mungkin kita sulit mengajak guru lain untuk berkolaborasi, namun tidak masalah, mulailah dengan ruang kelas kita sendiri terlebih dahulu. Ajaklah murid untuk menyelesaikan masalah dengan beragam pendekatan.
Misal sebagai guru matematika di saat membicarakan tentang peluang, guru dapat mengajak murid untuk menggunakan beragam pendekatan bahwa pelajaran peluang ini dapat digunakan dalam beragam disiplin ilmu, misal sosiologi menggunakan peluang untuk menghitung kemungkinan dampak sosial dari para pengungsi akibat perang. Dalam bidang geografi, peluang dapat digunakan untuk menentukan kemungkinan terjadinya gempa bumi di suatu wilayah. Peluang pun dapat digunakan dalam pelajaran IPA yaitu ketika menentukan kemungkinan rekayasa genetika.
Wawasan seperti ini sangat dibutuhkan para murid agar mereka merasakan dan mendalami bahwa pembelajaran yang mereka lakukan bukan semata-mata menuntaskan isi buku namun memiliki makna yang luas untuk membantu kehidupan mereka agar lebih baik, lebih solutif, lebih berkualitas.
Hadirkanlah pembelajaran bermakna ini sebagai suatu ibadah kita sebagai guru yang memberikan terang kepada muridnya dan bukan hanya memberi tongkat estafet tradisi belajar yang dulu.