Lihatlah di sana sulit ditemukan perdamaian, yang ada adalah keserakahan untuk hidup tanpa ada syukur atas perolehan yang ada hari itu. Orientasi keluarga terseret dalam daya tarik rupiah dan menjauh dari ide dasar dibentuknya keluarga yaitu membangun kehidupan yang harmoni, bahagia dan sejahtera.
Tuntutan ekonomi itu boleh saja kita jadikan bagian dalam kehidupan kita, namun bukan menjadi prioritas utama. Kita dapat melihat secara langsung betapa tingkat korupsi di negara kita terus berada di posisi yang sama bahkan cenderung menurun.Â
Apalagi kalau kita amati pelaku korupsi itu bukan seorang dengan pendapatan hanya jutaan rupiah saja, pelaku korupsi ini ternyata kebanyakan adalah mereka yang berpendidikan tinggi, berpangkat baik, serta berpendapatan hingga 3 digit alias ratusan juta per bulan.
Inilah dilematis dari ekonomi menjadi prioritas. Adab manusia berubah menjadi monster bertubuh manusia, mereka meluluhlantakan nilai-nilai spiritual yang mereka pelajari dengan keyakinan masing-masing. Ajaran-ajaran apapun tidak kuat untuk merubah monster yang telah haus kuasa, haus rupiah dan haus hidup mewah.
Opini ini menjadi catatan untuk penulis sendiri bahwa untuk menjadi manusia tidak cukup hanya belajar mata pelajaran semata, namun perlu kiranya mengkritisi diri sendiri dengan terus memahami kualitas mental kita apakah kita sudah sesuai dengan ajaran para Nabi kita yang selalu mengingatkan kita untuk hidup berdampingan antar manusia, hidup berdampingan dengan alam tempat kita tinggal, dan bukan hanya mengurusi isi perut, isi kantong dan isi kekuasaan kita.
Hidup damai dan penuh harmoni adalah musuh bagi mereka yang meminta ekonomi sebagai Tuhannya, untuk itu bagi kita yang ingin berharap dunia damai dan harmoni tanpa mengecilkan harapan itu, namun adalah lebih baik jika kita cukup berharap dimulai dari keluarga kita agar keluarga kita dalam kondisi harmoni, damai dan membawa kebahagiaan. Kita mulai dari sel suatu negara dengan gerakan keluarga harmoni, damai dan bahagia.Â
Harapan ini tentu menjadi lebih masuk akal dan mudah untuk dilakukan guna membangun persepsi kebahagiaan dengan membangun keharomian dan kedamaian bukan dengan perang.
Semoga mulai dari keluarga kita yang harmoni, damai dan bahagia, kita membangun negara kita yang juga harmoni, damai dan bahagia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI