Mohon tunggu...
aryavamsa frengky
aryavamsa frengky Mohon Tunggu... Lainnya - A Passionate and Dedicated Educator - Dhammaduta Nusantara

Aryavamsa Frengky adalah seorang pembelajar, pendidik, juga pelatih mental untuk diri sendiri dan banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menyelamati Korban Perundungan

22 Juli 2023   05:45 Diperbarui: 22 Juli 2023   07:55 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang anak harus menutup mukanya karena menjadi korban bully dari teman-temannya (Thinkstock) 

"Terima kasih ya Pak sudah membuat saya lebih sadar untuk hidup lebih baik". Pernyataan ini penulis dapatkan ketika penulis menjalankan tugas sebagai kepala sekolah di sebuah SMA swasta waktu itu. 

Sebagai SMA swasta yang baru berdiri 2 tahun, SMA kami menjadi pilihan untuk para orangtua yang putra/i nya mengalami gangguan belajar secara emosional bukan secara kognitif lantaran mendapat perudungan dari teman sekolah sebelumnya, atau perudungan dalam bentuk aturan yang cukup keras bagi sang murid sehingga mereka merasa tidak nyaman bahkan sering sakit-sakitan lantaran mendapatkan perundungan yang rutin.

Ada satu murid penulis yang sangat penulis ingat karena perubahan yang dialaminya sangat fantastik, perubahan dari mental korban perundungan hingga menjadi mental yang mau berjuang untuk mengapai cita-citanya. 

Murid ini anak seorang petinggi negara, yang tentu orangtua mereka cukup sibuk mengurusi negara. Namun dampaknya adalah perhatian yang diharapkan oleh sang anak ini menjadi berkurang dan berdampak rentan terhadap perundungan.

Di awal masuk sekolah, murid ini senantiasa menundukan kepala, tidak berani menatap langsung ke kawan bicaranya, dan penuh bisu tidak berbicara yang lengkap. Ke sekolah bagi sang murid mungkin hanya sebuah kewajiban untuk menuntaskan pendidikan formal saja, sehingga tidak ada kebahagiaan untuk berproses di dalamnya.

Kemurungan sangat tampak sekali dalam kesehariannya di sekolah, setitik ukiran senyuman pun tak tergambar dalam bibir tipisnya. Air mukanya dingin, penuh dengan kebencian atas sistem pendidikan yang pernah ia alami sebelumnya.

Penulis dan dewan guru bekerjasama untuk membangkitkan kembali api semangat belajar sang murid ini, yang berdasarkan sejarah belajarnya, sang murid ini pernah berprestasi di masa ia duduk di bangku sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Beragam cara kami lakukan tentu dengan memahami terlebih dahulu model perundungan yang didapatnya di sekolah sebelumnya.

Ada satu cara yang menurut penulis sangat jitu sangat dapat diandalkan daya pemulihannya yaitu terus kontak, terus disapa, terus diajak bicara, terus diberi kesempatan, terus dikenali tentang hal baik, terus mencintainya. Kata terus itulah salah satu cara yang sangat jitu dalam membantu murid yang menjadi korban perundungan.

Proses demi proses kami lakukan agar sang murid ini dapat memahami bahwa perundungan yang dialaminya itu sudah berlalu, saat ini adalah saatnya ia untuk memulai lembaran baru. Proses penyadaran ini perlu waktu, asal tim sekolah bekerja dengan konsisten, dengan terus menyayanginya maka pasti ada perubahan lebih baik.

Suatu ketika sang murid ini sering sekali tidak dapat hadir ke sekolah tepat waktu, terus-terusan terlambat. Wali kelas pun kewalahan memberi sanksi ke murid ini, mulai dari peringatan hingga teguran, mulai dari dikirimin surat hingga pertemuan dengan orangtua masih saja murid ini terlambat masuk sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun