Mohon tunggu...
Aryati Kamaya
Aryati Kamaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Saya adalah mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi yang gemar menonton film

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Campaign "Nike's Dream Crazy": Analisis Retorika dan Dialektika

16 Oktober 2024   22:47 Diperbarui: 16 Oktober 2024   22:47 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: https://www.theguardian.com/sport/2019/sep/16/nikes-dream-crazy-advert-starring-colin-kaepernick-wins-emmy

Sebagai contoh kampanye media sosial yang bersifat persuasif, kita bisa melihat kampanye "Nike's Dream Crazy" yang dipimpin oleh Colin Kaepernick pada tahun 2018. Kampanye ini sangat viral, tidak hanya karena sosok Kaepernick yang kontroversial tetapi juga karena pesan kuat yang disampaikan tentang perjuangan melawan ketidakadilan rasial. Kampanye ini menggunakan teknik retorika dan dialektika secara efektif untuk memengaruhi audiens, terutama melalui penggunaan ethos, pathos, dan logos.

1. Ethos (Karakter atau Kredibilitas Pembicara)
   Nike menggunakan Colin Kaepernick, seorang atlet profesional yang dikenal karena protesnya melawan ketidakadilan rasial dan brutalitas polisi dengan berlutut selama lagu kebangsaan AS di pertandingan NFL. Kaepernick dipilih sebagai wajah kampanye ini karena tindakannya sesuai dengan tema keberanian untuk berdiri melawan ketidakadilan, meskipun berisiko kehilangan kariernya. Ini membangun kredibilitas (ethos) yang kuat karena audiens melihat Kaepernick sebagai seseorang yang benar-benar hidup dalam prinsip-prinsip yang dia dukung.

2. Pathos (Emosi)
   Kampanye "Dream Crazy" sangat menekankan pada elemen emosional. Iklan tersebut secara eksplisit memotivasi audiens untuk bermimpi besar dan mengejar tujuan mereka, meskipun tampak mustahil. Slogan utamanya, "Believe in something, even if it means sacrificing everything," menimbulkan resonansi emosional yang kuat karena menyentuh pada nilai-nilai pengorbanan, tekad, dan keberanian, yang relevan dengan banyak orang, terutama mereka yang merasa terpinggirkan. Nike juga memadukan narasi ini dengan visual yang menggugah, seperti gambar Kaepernick yang tenang namun penuh tekad, dan atlet lain yang menunjukkan upaya luar biasa untuk mencapai impian mereka.

3. Logos (Logika atau Alasan)
   Meskipun kampanye ini sangat emosional, Nike juga menggunakan argumen logis (logos) untuk mendukung pesan mereka. Pesan dasar dari kampanye ini adalah bahwa impian besar dan keberanian untuk bertindak dapat mengubah dunia. Pesan ini disampaikan melalui cerita sukses atlet yang melawan segala rintangan untuk mencapai prestasi luar biasa. Melalui narasi ini, Nike memberikan bukti bahwa berani bermimpi besar tidak hanya idealis, tetapi juga realistis dan bisa dicapai.

Dalam konteks dialektika, kampanye ini juga berhasil menggunakan taktik dialogis dalam percakapan publik. Kampanye "Dream Crazy" tidak hanya berhenti sebagai monolog dari Nike, tetapi menciptakan perdebatan yang signifikan dalam masyarakat. Ada kelompok yang mendukung pesan keberanian melawan ketidakadilan, tetapi ada juga yang menentang keterlibatan Kaepernick, terutama karena kontroversi seputar protesnya terhadap lagu kebangsaan. Kampanye ini menantang pandangan audiens dan memaksa mereka untuk merenungkan kembali posisi mereka mengenai masalah sosial seperti rasialisme dan patriotisme. Nike berhasil menciptakan perbincangan di mana dua ide yang saling bertentangan kebebasan berekspresi dan rasa hormat terhadap simbol-simbol nasional dipertarungkan dalam percakapan publik. Ini adalah bentuk dialektika yang khas, di mana diskusi ini membantu memperjelas keyakinan audiens, terlepas dari apakah mereka setuju dengan pesan Nike atau tidak.

Kampanye ini sangat efektif dalam memengaruhi audiens. Secara komersial, meskipun ada boikot dari beberapa kelompok konsumen, Nike mengalami peningkatan besar dalam penjualan setelah peluncuran kampanye ini. Selain itu, nilai merek Nike meningkat secara signifikan, menunjukkan bahwa pesan keberanian dan advokasi sosial yang disampaikan kampanye ini menarik bagi basis pelanggan yang lebih muda dan lebih progresif. Secara sosial, kampanye ini juga berhasil dalam menarik perhatian terhadap isu-isu penting seperti ketidakadilan rasial dan keberanian untuk berbicara melawan ketidakadilan. Namun, kampanye ini juga mempolarisasi, karena beberapa kelompok merasa tersinggung oleh pesan yang dianggap tidak menghormati simbol-simbol nasional. Meski demikian, polarisasi ini justru memperkuat dampak kampanye, karena menciptakan diskusi yang lebih luas tentang nilai-nilai yang dibela.

Daftar Pustaka: 

Aisyah, M. (2022). Ethos, pathos, logos dan komunikasi publik: a systematic literature review. Jurnal Darma Agung, 30(3), 442-469.

Nike's 'Dream Crazy' advert starring Colin Kaepernick wins Emmy. (2019). Diakses pada 16 Oktober 2024 dari https://www.theguardian.com/sport/2019/sep/16/nikes-dream-crazy-advert-starring-colin-kaepernick-wins-emmy 

Ibadi, R. M. W. (2023). Dialektika Teori The Production of Space. Journal of Architecture and Human Experience, 1(2), 91-104.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun