Mohon tunggu...
Arya Rizki Darmawan
Arya Rizki Darmawan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Fakultas Teknik UNLAM

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tak Terduga

5 Agustus 2011   01:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:05 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aduuhhh... Perutku lapar sekali. Mulai tadi pagi aku belum makan apapun. Perutku saja sudah mulai berteriak seperti demo.

“Ibuu..,setengah aku berteriak, berjalan ke arah dapur.

“Iya Andre, ada apa? tanya Ibuku yang sedang memotong sayuran.

“Ibu, Andre sudah lapar sekali.. Ibu kok dari tadi belum selesai masaknya?” tanyaku dengan nada ngomel.

“Aduh Andre, Ibu lagi sibuk nih. Kamu kalau mau makan sekarang cari di luar saja sana,jawab Ibuku tanpa menatap wajahku yang sangat kelaparan ini.

Aku pun langsung pergi ke luar rumah untuk mencari makan.

***

Di bawah terik matahari yang menyengat ini aku berjalan di gang kecil. Tanpa arah tujuan, aku terus berjalan. Hari ini panas sekali. Aku semakin lapar, perutku semakin berdemo kencang. Aduh, aku sangat tak tahan.

Saat di tepi jalan aku mendengar suara “Baksoo...Baksoo....” Wah baunya enak sekali, air liurku sampai menetes deras. Aku langsung menuju ke asal tempat suara itu.

***

Aaahh... Tak aku duga, ternyata itu penjual bakso yang paling enak. Lihat saja, antriannya sangat panjang. Butuh memakan waktu berjam-jam untuk bisa mendapatkan sebuah mangkok bakso.

Tanpa pikir panjang, aku langsung mengantri. “47” teriak dari penjual itu menyebutkan nomor. Aduuhhh lama sekali, nomorku saja 68. Aaaaahhh perutku semakin menggila. Karna aroma sedap dari bakso ini, aku semakin tak tahan untuk menyantapnya.

***

“67”...Teriak dari penjual itu.

Hatiku tersenyum lebar, karna sebentar lagi nomorku akan disebut. Tetapi tiba-tiba, “Untuk sampai di sini kami istirahat dulu, satu jam lagi akan di sambung untuk antrian baksonya.. Selamat menikmati..”

Arrrggghh.... Emosiku membludak. Sial..sial...Mengapa hari ini aku sial sekali. Sepertinya penjual itu mau aku jadikan sate saja. Aku langsung duduk di kursi. Lalu aku ambil sebuah minuman kemasan gelas. Aku minum dengan emosi yang sangat besar. Dan ternyata aku tersedak karena meminum terlalu cepat. Uhuk..uhukk.. Aku batuk dengan keras. Aduh, ada apa dengan hari ini. Sebenarnya mimpi apa tadi malam.

***

“Iyak, sekarang antrian di lanjutkan.,teriak penjual itu.

“68, ayo maju.,lanjut teriak penjual itu.

Akhirnya, dengan perjuangan yang sangat gigih dan cobaan yang sangat banyak, aku bisa menerima sebuah mangkok bakso. Dengan mata bersinar-sinar, wajah yang penuh senyuman lebar dan di hiasi tetesan liur, aku menuju penjual itu.

“Mau pesan apa dek?” Tanyanya dengan senyuman lebar.

“Pesan Bakso yang paling enak..” Jawabku dengan wajah yang tak sabaran.

“Ok, harganya Rp 19.000..” Balas penjual itu sambil meminta uangnya.

Aku langsung mengambil dompetku. Astaga ternyata aku hanya bawa uang Rp 15.000. Arrrgghhh, aku sangat kecewa. Sudah mengantri panjang, malah bawa uang kurang.

“Pak, Saya pesan setengah mangkok saja..” Ucapku dengan lesu.

“Ok, kalau begitu harganya Rp 10.000..” Balas penjual itu.

Akhirnya.... Aku bisa mendapatkan setengah mangkok bakso. Dengan wajah yang berbinar-binar, aku duduk di kursi meja makan.

***

“Dek..Dek..,terdengar suara dari arah belakangku.

Ternyata suara itu berasal dari nenek tua yang sangat kelelahan.

“Ada apa nek?” tanyaku dengan nada lembut.

“Nenek sudah 3 hari 3 malam tidak makan apapun nak.,ucap nenek itu dengan meringis.

Memang sih, terlihat wajah kelaparan dari nenek itu. Aku jadi kasihan sama nenek itu. Aku yang baru tidak makan tadi pagi saja sudah sangat kelaparan, apa lagi nenek itu, yang sudah tidak makan 3 hari 3 malam. Ternyata ada orang yang lebih kelaparan dari pada aku.

“Nek, mau bakso saya? Kebetulan saya belum memakannya.,ucapku sambil menyodorkan setengah mangkok baksoku.

“Iya Nenek mau sekali nak,dengan serentak nenek itu menjawab pertanyaanku.

“Tapi Nek, ini cuma setengah mangkok, tidak apa-apa?” tanyaku dengan sedikit malu.

“Tidak apa-apa nak.. Ini saja Nenek sudah sangat senang,jawab Nenek itu dengan wajah yang gembira.

“Ya sudah, mari di makan Nek..”

***

Jakunku naik turun, sesekali aku menelan air liur ketika melihat Nenek ini menyantap bakso dengan sangat lahap. Rasanya aku pengen sekali menikmati bakso yang aku dapat dengan bersusah payah. Tetapi rasa laparku tertutupi karna melihat kebahagiaan dari wajah Nenek itu. Alangkah nikmatnya melihat orang bahagia.

***

“Sudah habis Nak baksonya. Terima kasih banyak ya,ucap Nenek itu sambil kekenyangan.

“Iya Nek sama-sama. Senang bisa melihat nenek bahagia seperti ini,ucapku.

“Nenek pergi dulu ya Nak.” Ucap Nenek itu.

Aku pun teringat dengan sisa uang di dompetku.Lalu aku memanggil Nenek itu kembali.

“Nenek..!!” teriakku sambil mengejar Nenek itu.

“Iya, ada apa Nak?” tanya Nenek itu.

“Ini Nek, ada sedikit uang dari saya.. Semoga bisa bermanfaat untuk nenek,ucapku sambil memberikan uang ke tangan Nenek itu.

“Ya Allah...Terima kasih Nak.. Kamu anak yang baik sekali.. Semoga kamu mendapatkan balasan yang berlimpah dari Allah.” Ucap Nenek itu dengan sangat bahagianya.

“Amin Nek.,balasku dengan senyuman lebar.

***

Aku pun berjalan menuju rumah. Senja mulai menggantikan siang ini. Perutku terasa sangat lapar. Aku berjalan menepi ke sungai. Aku duduk di sana. Menikmati indahnya matahari terbenam. Aku juga melihat anak-anak kecil bermain di pinggir sungai, alangkah bahagianya mereka. Kemudian, tak lama Ibu dari anak-anak kecil itu datang dan menyuruh mereka pulang. Aku pun teringat pada Ibuku, dan sesegera mungkin aku pulang.

***

“Assalamualaikum, Andre pulang.,salamku.

Tetapi aku tak mendengar suara Ibuku di dalam. Aku langsung saja menuju kamarku, kemudian aku mandi.

Wah segar sekali airnya. Sesekali aku usap ke wajahku agar terasa lebih segar. Setelah mandi aku keluar, dan ternyata sudah sangat ramai keluargaku berdatangan. Mereka mengucapkan “Selamat Ulang Tahun Andre..”.

Ternyata ini hari ulang tahunku. Aku kok tidak ingat, pantas saja tadi Ibu lama sekali memasaknya dan menyuruh aku pergi ke luar. Aku langsung memeluk Ibu dan berkata “Terima kasih Ibu...”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun