oleh: Arya Dwi Paramita
Sore itu saya bersama beberapa teman berkunjung ke Piltik. Sebuah kedai kopi di Tapanuli Utara yang tempatnya keren banget sih. Pemandangan dan arsitekturnya juara banget. Cocok dengan suasana dingin alam pegungungan di Siborongborong.Â
Di buku menu tertulis kopi Batakno. Saya mikir, ini apa ya artinya? Lalu pelayan kedai kopi itu dengan enteng menjawab "ini kopi khas di sini pak, namanya Batakno," ujarnya. Saya masih gak habis pikir kenapa namanya itu? Atau mungkin yang kasih nama orang Jawa ya? Karena kalau orang Sunda yang kasih nama itu jadi Batakna. Hehe.. garing ya? Biarin aja.Â
Lalu kembali saya tanya alasan dikasih nama Batakno dan dia menjawab, "itu lho pak, kan kalau di luar sana ada Americano untuk sebutan kopi hitam. Nah, kalau di sini kita sebut Batakno. Kan ini tanah Batak," ujarnya sambil tersenyum di balik maskernya.Â
Membahas kopi itu akan selalu jadi perbincangan yang menarik. Saya sendiri bukan ahli kopi. Saya cuma tau kopi pait atau manis. Kopi itu juga bisa jadi contoh kehidupan manusia. Kalau kata bos saya pak TJ, "Kopi itu lambang kejujuran, karena dia tidak pernah berpura-pura manis"...eeaaa hehe.. boleh juga ya..Â
Oke, kembali ke kopi, sepekan ke belakang saya sempat melakukan diskusi dengan teman redaksi media nasional dan mendatangi kaki gunung Puntang bagian dari pegunungan Malabar di Bandung Selatan, Jawa Barat.Â
Abah Onil, local hero budidaya kopi Puntang cerita soal keberlanjutan. Dan saya pun tercerahkan oleh penuturannya yang sederhana dan menurut saya fundamental. Karena cerita abah membuka pemahaman bahwa konsep keberlanjutan itu inklusif, kolaborasi, dihubungkan.Â
Tiga Pondasi KeberlanjutanÂ
Ada tiga hal di cerita kopi ini, soal alam, soal manusia, dan soal uang. Pada masa lalu, masyarakat di gunung tersebut hidup dari alam. Nilai ekonomi mereka dapatkan dari alam, pohon, dan satwa yang hidup di dalamnya. Seiring waktu, satwa bernama Owa Jawa itu terancam punah. Habitatnya pun tidak serimbun dulu. Sehingga kita semua harus mulai berpikir untuk keberadaannya. Belum lagi pohon di hutan yang semakin menipis.Â
Saya sendiri tidak hapal berapa populasinya Owa Jawa ini, tapi sepengetahuan saya Owa Jawa sudah masuk Red List di IUCN dan ini serius.Â
Cerita Pelestarian Lingkungan